Kamis, H / 13 November 2025

Tegas Tanpa Menyakiti

Senin 10 Nov 2025 14:33 WIB

Author :Hary Kuswanto

Ilustrasi

Foto: Dokumen Pribadi

#CeritaHK


ESQNews.id, JAKARTA - Aku masih ingat pagi itu. Udara kantor terasa berbeda. Sunyi, tapi menekan. Di luar ruangan, suara tuts keyboard bersahutan, tapi di ruanganku… suasana seperti menahan badai.


Aku menatap timku, enam orang, duduk di depan meja rapat. Wajah mereka datar, beberapa menghindari tatapanku. Mereka tahu hari ini aku akan menegur keras satu hal, disiplin yang mulai longgar.


Sejujurnya, aku bukan tipe boss yang suka marah. Aku percaya kerja keras tidak butuh bentakan, tapi juga tahu, kelembutan yang berlebihan bisa melahirkan ketidakdisiplinan. Dan kali ini, aku sudah melihat cukup banyak.


Telat datang, laporan yang molor, rapat yang selalu dimulai dengan “maaf, belum sempat.” Aku menahan diri berminggu-minggu, tapi pagi ini… sudah waktunya bicara.


“Teman-teman,” suaraku mulai pelan tapi tegas. 


“Aku ingin jujur. Kita sedang kehilangan semangat yang dulu kita banggakan.”


Seseorang di pojok ruangan menunduk, mengetuk-ngetuk pulpen. Yang lain pura-pura sibuk mencatat.


Aku tahu mereka tak nyaman. Aku juga tidak.


“Aku tidak ingin marah,” lanjutku, “tapi kalau aku diam, artinya aku tidak peduli.”


Aku berdiri. Suasana makin hening.


“Aku tahu kalian lelah. Aku tahu tekanan kerja kita tidak main-main. Tapi tolong, jangan biarkan kelelahan jadi alasan untuk menurunkan standar kita sendiri.”


Seketika, mataku bertemu dengan salah satu anggota tim, Rani.


Matanya berkaca-kaca. Aku tahu dia merasa tersindir.


Dialah yang paling sering lembur, tapi juga paling sering telat datang.


Dan aku tahu, di balik itu ada alasan yang lebih besar.


“Rani,” kataku lembut, “aku tahu kamu sedang berjuang di rumah. Aku paham, mungkin kamu sedang menanggung beban yang tidak semua orang tahu. Tapi ingat… tanggung jawab profesional tetap tanggung jawab kita semua. Jangan biarkan masalah pribadi membuatmu kehilangan kepercayaan diri.”


Rani terisak kecil, lalu mengangguk. Yang lain ikut terdiam, kali ini bukan karena takut, tapi karena tersentuh.


Mereka melihat sesuatu yang berbeda, ketegasan yang lahir dari kepedulian.


Rapat berakhir tanpa teriakan, tanpa saling menyalahkan.


Tapi ketika aku berjalan keluar ruangan, dadaku terasa sesak.


Apakah aku terlalu keras? Atau justru terlalu lembut?


Di depan cermin toilet kantor, aku menatap wajahku sendiri.


“Menjadi pemimpin itu aneh,” gumamku. “Kadang kita dianggap terlalu dingin, kadang terlalu baik. Tapi tak ada buku panduan untuk tahu kapan harus jadi keduanya.”


Siang itu, aku mendapat pesan dari Rani. “Terima kasih, Pak. Tadi saya menangis, tapi saya paham maksud Bapak. Saya akan perbaiki diri.”


Aku menatap layar ponsel dan tersenyum tipis. Mungkin begitulah cara Tuhan mengingatkanku bahwa ketegasan tidak selalu harus melukai, dan kepemimpinan bukan tentang membuat orang takut, tapi membuat orang tumbuh.


Hari itu aku belajar, ketegasan sejati bukan tentang nada tinggi, tapi kejelasan hati.


Bahwa kita bisa menegur tanpa merendahkan, memperingatkan tanpa melukai.


Dan yang lebih penting, kita tidak perlu kehilangan empati hanya demi terlihat berwibawa.


Kadang, menjadi pemimpin berarti harus mampu berkata “tidak” dengan lembut, tapi juga berkata “ayo bangkit” dengan keyakinan.


Karena sejatinya, orang tidak butuh atasan yang sempurna. Mereka butuh sosok yang berani jujur, tapi tetap manusiawi.


Kita semua, entah sebagai atasan atau bawahan, pasti pernah berada di dua sisi yang sama, disalahpahami dan menyalahpahami.


Maka hari ini, mari kita belajar menjadi tegas tanpa kehilangan hati.


Menegur dengan kasih, menuntut dengan empati, dan memimpin dengan nurani.


Mari kita sadari, disiplin tanpa empati melahirkan ketakutan, tapi empati tanpa ketegasan melahirkan kekacauan.


Kita bisa tegas tanpa menyakiti, jika hati kita masih tulus untuk kebaikan bersama.


"Kekuatan dan kelembutan bukanlah dua hal yang berlawanan. Keduanya justru melengkapi.” — Nelson Mandela


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA