Kamis, H / 13 November 2025

Rasa Cukup yang Hilang

Rabu 12 Nov 2025 23:31 WIB

Author :Hary Kuswanto

Ilustrasi

Foto: Dokumen Pribadi

#CeritaHK


ESQNews.id, JAKARTA - Aku menatap layar komputer, jantung berdebar. Lagi-lagi, laporan yang kubuat ditolak Pak Ade. Suaranya tajam, seakan setiap kata menusuk, “Ini tidak sesuai standar! Seharusnya kamu bisa lebih baik dari ini!” Rasanya panas di dada, campuran marah, sedih, dan kecewa. Aku ingin membalas, tapi sadar, itu bukan jalan keluar.


Hari demi hari terasa berat. Setiap komentar Pak Ade memicu rasa tegang dan frustasi. Rekan-rekanku mulai terlihat takut, bahkan bosan. Kadang aku hampir menangis di belakang meja, menahan emosi yang meledak-ledak. 


Tapi ada suara kecil di hati, “Apakah ini tentang mereka, atau tentang aku yang kehilangan rasa cukup?”


Suatu siang, setelah pertemuan yang penuh kritik, aku duduk di sudut kantor. Tanganku gemetar saat menulis catatan, kesalahan yang terus diulang, komentar pedas, rasa malu. Tapi di tengah itu, aku mulai melihat sesuatu yang berbeda. 


Setiap kritik yang tajam memaksaku berpikir lebih dalam, memaksa aku lebih sabar, lebih teliti, lebih kreatif. Aku mulai tersadar bahwa rasa frustrasi bukan karena orang lain, tapi karena ekspektasi dalam hati yang terlalu tinggi, terlalu ingin dihargai.


Malamnya, aku pulang dengan perasaan campur aduk. Sedih karena lelah, marah karena tak dihargai, tapi juga lega dan bahagia karena mulai memahami hikmah. 


Aku menulis di buku harianku, “Rasa cukup itu bukan datang dari pengakuan orang lain. Itu lahir dari kedamaian hati sendiri. Aku tidak perlu membenci, aku hanya perlu belajar dan berkembang.”


Hari berikutnya, aku menghadapi kritik Pak Ade dengan tenang. Tidak lagi panas, tidak lagi tersinggung. Ada kebahagiaan sederhana dalam menerima kenyataan, bahwa kita tidak selalu bisa mengubah orang lain, tapi kita bisa mengubah cara kita meresponnya.


Konflik bukan untuk dijadikan musuh, tapi untuk dijadikan cermin. Rasa cukup datang dari hati kita, bukan dari penilaian orang lain.


Aku menutup catatan, tersenyum. Setiap pengalaman, walau menyakitkan, membawa hikmah untuk menjadi pribadi lebih bijak, sabar, dan penuh pengendalian diri.


Mari kita belajar menenangkan hati, menemukan rasa cukup di diri sendiri, dan menjadikan setiap konflik sebagai jalan pembelajaran bagi kita.


"Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang siap dibuat. Itu datang dari tindakan kita sendiri." – Dalai Lama


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA