Jumat, H / 29 Maret 2024

Serba-Serbi Idul Fitri, Sandal Kulit Keliru Jepit

Senin 09 May 2022 12:41 WIB

Reporter :EDQP

Tangkapan Layar

Foto: Dokumen Pribadi Mushlihin

Oleh: Mushlihin (Guru SMPN 1 Karanggeneng Lamongan)


ESQNews.id,  JAKARTA - Dua Syawal ba'da magrib kami bersilaturahmi kepada sanak keluarga dan sahabat karib. Tujuannya untuk menghangatkan kembali persahabatan dan agar tidak putus. Tidak masuk surga orang yang memutuskan tali kekerabatan (HR. Bukhari Muslim).


Awalnya kami singgah di rumah Bude Muliyatun. Kami disambut dengan hangat oleh beberapa anaknya. Di antaranya Bubah, si bungsu yang sedang kuliah di Umsida (Universitas Muhammadiyah Sidoarjo) sembari mengajar ngaji.


Kami langsung menuju rumah Mbah Sato. Kami juga dilayani dengan sepenuh hati. Khususnya oleh Hartono, direktur Pare Dise Kampung Inggris Pare Kediri.


Kemudian kami sowan ke rumah Emak. Kami bertemu Mbah Markoyah dan Dr. Marno, M.Ag. Ia seorang dermawan dan dosen UIN Malang. Almamater tercinta 1992-1996.


<more>


Berikutnya kami ke Bibi Kastrimi. Kami mengobrol dengan Pak Sholihin. Mereka suami istri yang rajin memandikan dan menguburkan jenazah.


Lantas kami masuk ke rumah sepupu. Saya melepas sandal kulit. Kami keluar memakai sandal jepit. Kami tidak menyadarinya, padahal terasa tidak nyaman.


Sandal jepit kami pakai ke rumah Bu Muniroh, Umasri, Samsuni, Muzarofah, Mardliyah, Ustami, Mufarohah, Suparmi, Nijai, Sutama, Musriyatun dan Kutima. Sampailah kami di rumah. Kami terbengong karena ada dua sandal jepit yang sama. Kami belum menyadari.


Esoknya kami hendak bertandang ke rumah bibi dekat masjid Taqwa Paciran. Kami mencari sandal kulit. Kami tidak menemukannya. Karenanya kami membeli sandal kulit baru.


Selanjutnya kami pakai ke Sambogunung, dan Dalegan (wisata pasir putih) Gresik. Hujan mengguyur. Kami berteduh di warung, sebab kami naik colt terbuka bersama keluarga besar Sutami.


Syawal ke-3, Kami memastikan sandal kulit keliru jepit menjelang petang. Ba'da magrib kami bertanya kepada Mbah Sato. Sandalnya tidak keliru. Kemudian kami bertanya kepada adik. Namun, sandalnya juga tidak keliru.


Kami beralih ke rumah sepupu, panggilannya Zum. Kami melihat sepasang sandal kulit. Kami mengetuk pintunya. Ia keluar. Kami bilang sekalian memohon maaf bahwa sandal kami keliru. Zum berkata "Rupanya sandal sampean. Saya telah mengusutnya semalam. Tidak seorang pun yang menahu."


Akhirnya kami menelisik. Sebenarnya sandal jepit siapa yang terlanjur kami pakai? Zum menjawab, "Sandalnya Pak Hasun, Bluri." Astaghfirullah, itu Guru kami semasa Aliyah.


Dengan perasaan menyesal, kami bertanya lagi, "Beliau pulang memakai sandal siapa?" Zum bertutur, "Sandal anakya yang bernama Bari'. Sebab warna dan mereknya sama. Swallow hijau."


"Kami benar-benar mohon maaf lahir dan batin, nggih Pak!" 


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA