Oleh: Muhammad Zaidan Feikar
Label daerah tertinggal dan keterbatasan berbagai sarana seperti: listrik, air bersih, dan sinyal, Pulau Sangiang menyajikan kelimpahan lain. Masyarakat di sini mengajarkan bahwa duduk bersama, berbagi cerita, canda dan tawa adalah kemewahan yang sesungguhnya.
ESQNews.id, JAKARTA - Apa yang pertama terlintas di benak Anda ketika mendengar daerah dengan kategori 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan)?
Masyarakat kecil yang kurang mampu? Fasilitas pendidikan dan kesehatan yang kurang layak? Infrastruktur yang belum merata? Listrik yang belum memadai? Keterbatasan sinyal? Atau akses yang sulit?
Ya, benar. Beberapa poin di atas dapat menggambarkan bagaimana kondisi daerah 3T. Letak daerah yang jauh dari ibukota provinsi menyebabkan pertumbuhan ekonomi terhambat dikarenakan pembangunan infrastruktur yang belum merata.
Namun di sisi lain, daerah 3T biasanya menyimpan keelokan yang tidak dimiliki oleh daerah dengan peradaban maju, di antaranya adalah keunikan budaya, kearifan lokal yang masih dijunjung tinggi dan keanekaragaman hayati yang berlimpah. Salah satunya adalah Pulau Sangiang.
Pada kesempatan kali ini penulis bersama 27 orang mahasiswa lainnya berkesempatan untuk mengunjungi Pulau Sangiang dalam rangka melaksanakan kegiatan pengabdian bernama Ekspedisi Padjajaran.
Ekspedisi Padjajaran adalah sebuah program kerja yang diinisiasi oleh mahasiswa Universitas Padjajaran Bandung. Ekspedisi yang bergerak dalam pengabdian masyarakat ini berfokus pada pengembangan daerah berpotensi termasuk ke dalam daerah 3T dan berlangsung selama kurang lebih 10 hari.
Terdapat 3 chamber utama yaitu Pendidikan, Pariwisata & Kebudayaan serta Mitigasi Bencana, target utama dari ekspedisi ini adalah revitalisasi taman baca, sosialisasi gizi, lingkungan, mitigasi bencana dan ekonomi kreatif, pemetaan sosial dan kebudayaan serta pembuatan jalur evakuasi bencana.
Pulau Sangiang adalah sebuah daerah berkategori 3T yang berada di Selat Sunda, tepatnya terletak 13 km dari Ujung Barat Pulau Jawa dan 14 km dari Ujung Timur Pulau Sumatera. Pulau yang memiliki luas +- 720 ha ini secara administratif masuk ke dalam wilayah Desa Cikoneng,
Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang, Banten. Dihuni oleh kurang lebih 50 kk, masyarakat Pulau Sangiang adalah perantau yang terdiri dari suku Sunda, Jawa dan Lampung dan bermata pencaharian utama sebagai petani.
Letak Pulau Sangiang yang berdekatan dengan Gunung Anak Krakatau menyebabkan tanah di Pulau Sangiang sangat subur dikarenakan abu vulkanik yang terbawa sampai pulau Sangiang.
Oleh karena itulah masyarakat setempat menjadikan kegiatan bercocok tanam sebagai mata pencaharian utama, bukan nelayan. Dahulu, berbagai macam tanaman seperti palawija, kelapa, mangga, melinjo, pisang, singkong dan masih banyak lainnya, tumbuh subur di pulau tersebut.
Saking melimpahnya, seringkali hasil panen tidak habis dan masih banyak bersisa. Namun kini, hanya tersisa tanaman berkayu keras seperti kelapa, melinjo dan mangga dikarenakan hama Babi.