Senin, H / 27 Oktober 2025

Sepucuk Surat untuk Jiwa

Senin 27 Oct 2025 16:41 WIB

Author : Harry Kuswanto

Tangkapan Layar

Foto: Dokumen Pribadi

#CeritaHK


ESQNews.id, JAKARTA - Aku masih ingat sore itu, ruang meeting dingin, tapi suasananya panas. Di depan kami berdiri Pak Bram, boss yang terkenal perfeksionis dan sulit diprediksi. Nada suaranya tegas, matanya tajam menatap hasil kerja timku di layar proyektor.


“Begini hasilnya? Kalian mau perusahaan rugi?” katanya dengan nada menekan.


Tak ada yang menjawab. Semua menunduk, menahan perasaan masing-masing.


Aku, sebagai kepala tim, mencoba membuka suara. “Pak, tim sudah bekerja lembur selama seminggu. Kami akan perbaiki jika...”


“Tidak ada ‘jika’, Jojo!” potongnya. “Kamu pemimpin atau bukan? Kalau iya, kenapa pekerjaanmu selalu separuh matang?”


Kalimat itu menamparku lebih keras daripada teriakan mana pun.


Aku menelan ludah, menatap meja. Di dalam dada, rasa malu dan kecewa bertabrakan. Aku ingin bicara, ingin menjelaskan, tapi suaraku tertelan oleh hening yang menyesakkan.


Malamnya, aku pulang paling terakhir. Kantor sudah sepi, hanya suara detak jam dan desahan AC yang menemani. Aku menatap layar laptop, tapi pikiranku kosong.


Fira sempat mendekat sebelum pulang, matanya sembab. “Pak, kita salah apa, sih? Kayaknya apapun yang kita kerjain, selalu kurang.”


Aku hanya bisa tersenyum kecil. “Mungkin kita memang sedang diuji, Fir. Pulang ya, istirahat.”


Setelah dia pergi, aku duduk lama menatap dokumen di layar. Jujur saja, aku marah, bukan hanya pada Pak Bram, tapi juga pada diriku sendiri. Kenapa aku selalu diam? Kenapa aku tak pernah membela timku?


Tapi semakin kupikirkan, semakin aku sadar... diamku bukan karena takut, melainkan karena aku belum paham cara terbaik untuk menyampaikan kebenaran tanpa menyakiti.


Keesokan harinya, aku menulis sesuatu di lembar kertas putih. Bukan laporan, bukan revisi, tapi sebuah surat.


Bukan untuk Pak Bram.

Bukan untuk tim.

Tapi untuk diriku sendiri.


"Jojo, berhentilah berharap dunia selalu adil. Kadang, orang keras bukan karena benci, tapi karena mereka tak tahu cara lain untuk menuntut hasil terbaik. Jangan biarkan sikap orang lain memadamkan api kebaikan dalam dirimu. Jadilah cahaya, bahkan saat sekelilingmu gelap.”


Setelah menulis itu, entah kenapa dadaku terasa ringan. Aku sadar, aku tak perlu menunggu validasi untuk merasa cukup. Aku hanya perlu memastikan niatku benar.


Beberapa minggu berlalu. Tekanan masih sama, tapi aku berubah. Aku tak lagi bekerja karena takut disalahkan, tapi karena aku ingin timku merasa bangga atas apa yang mereka buat.


Aku mulai mendengarkan lebih dalam, memeluk setiap kesalahan sebagai bagian dari proses belajar. Ketika Pak Bram mengkritik, aku tak lagi menahan napas, aku mendengarkan, memilah mana yang bisa dipelajari.


Dan anehnya, setelah aku tenang... tim pun ikut tenang.


Kami mulai bekerja lebih kompak. Hasil kerja meningkat. Bahkan, suatu hari Pak Bram datang menghampiri dengan ekspresi yang jarang kulihat, sedikit lembut.


“Laporannya bagus, Jo. Lanjutkan seperti ini.”


Aku tak menjawab banyak, hanya tersenyum. Dalam hati, aku tahu, bukan hasilnya yang berubah, tapi jiwa di balik prosesnya.


Malam itu aku menatap kembali surat yang kutulis untuk diriku sendiri. Kini aku menambahkan satu kalimat lagi di bawahnya:


"Maafkan dirimu karena pernah marah, kecewa, dan merasa kecil. Tapi jangan berhenti berbuat baik hanya karena dunia belum paham niatmu.”


Aku menyimpannya di laci meja kerja dan sejak saat itu, setiap kali tekanan datang, aku membacanya lagi.


Kita semua mungkin punya versi “Pak Bram” dalam hidup ini, orang yang keras, sulit dimengerti, kadang menyakitkan. Tapi mungkin, lewat mereka, kita belajar menguatkan hati dan memperhalus cara kita memimpin.


Kita tak bisa mengubah orang lain, tapi kita bisa belajar menjadi versi terbaik dari diri kita saat menghadapi mereka.


Dan siapa tahu, semoga lewat kesabaran kita, perlahan mereka pun ikut berubah.


"Ketika saya mengubah cara pandang saya terhadap dunia, dunia di sekitar saya ikut berubah.” — Mahatma Gandhi


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA