ESQNews.id, JAKARTA - Profesor Stella Christie, Wamen Kementerian Pendidikan Tinggi, sewaktu di hadapan 100 Ekonom Indonesia justru memintakan pandangan Ekonom bagaimana memperkuat SDM Indonesia, melalui peran Pendidikan Tinggi.
Di awal presentasi beliau mengajukan kerangka Robert Solow tentang peran teknologi dan inovasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana proses riset di Pendidikan Tinggi, masuk ke dalam kategori investasi versus dari pada expenditures yang dikeluarkan oleh Pendidikan Tinggi melalui anggaran pemerintah (G).
Pertanyaan kedua adalah bagaimana pilihan yang diambil antara riset sains atau riset aplikatif (terapan). Implikasinya terhadap penguatan SDM, baik mahasiswa, maupun riset dosen.
Tulisan ini ingin berkontribusi, mengingat belum terarahnya jawaban peserta bagaimana pilihan yang terbaik dilakukan agar Indonesia dalam jangka panjang mampu menghasilkan penguatan Sumber Daya Manusia, serta saat bersamaan majunya sains dan teknologi.
Model Kombinasi Solow- Schumpeter
Indonesia memandang bahwa dalam jangka panjang ekonominya mesti mampu mandiri, mampu memperkuat produktivitas tenaga kerja semakin besar dan peranan teknologi untuk bersama sama membentuk sumber pertumbuhan ekonomi.
Model Solow tentu tidak mutlak dan menyandarkan pada peranan teknologi dan inovasi saja. Mengingat struktur pasar kerja kita masih didominasi oleh tenaga kerja non upahan, dibanding sektor upahan. Kerangka Solow akan lengkap bilamana digabung dengan pandangan Yoseph Schumpeter. Dimana peranan dari enterpreuneral tidak bisa dilepaskan ke dalam model pertumbuhan.
Karena peranan pendidikan tinggi semakin diharapkan terasa, maka langkah yang paling memuaskan kita tentunya Presiden mesti sampai pada keputusan konsensus bidang dan sektor apa yang menjadi prioritas untuk Indonesia menjadi mandiri.
Tentu, secara sektoral harus ada prioritas yang diputuskan mulai pertanian, industri, energy, kesehatan dan obat-obatan, pertahanan, transportasi, wisata dan Jasa jasa. Pastikan keputusan prioritas menjadi konsensus agar arah riset PT Indonesia mendukung prioritas tersebut.
Riset yang menjadi mandat adalah sampai pada inovasi pada bidang bidang prioritas yang telah ditetapkan. Ini untuk membuat pembiayaan riset memang untuk menghasilkan sumber pertumbuhan pada bidang bidang yang lebih spesifik, dimana Indonesia akan mampu semakin bersaing.
Di bidang pertanian, misalnya riset hilirisasi Perkelapaan (sawit, kelapa) agar kita mampu menghasilkan inovasi turunan yang bisa menumbuhkan industri turunan perkelapaan secara holistik. Akhirnya riset perkelapaan akan menghasilkan bahan bio-energi dan dukungan untuk pangan.
<more>
Di bidang pangan, bagaimana kita mampu menghasilkan substitusi produk tepung terigu dan kedele. Produksi bahan baku mocaff, industri turunan tepung tepungan sebagai bahan substitusi roti dan makanan.
Di bidang pertahanan bagaimana industri diputuskan agar suatu saat teknologi industri pertahanan mampu mandiri. Demikian juga untuk kedokteran dan obat obatan.
Penguatan SDM
Dengan begitu riset di PT mesti mengarah untuk menuntaskan bagaimana inovasi produk produk manufacturing dapat dihasilkan.
PT kemudian dibagi tugas sesuai dengan kekuatan yang dimilikinya. Arah pembelajaran, labor dan inovasi terkait dengan industrialisasi.
Dengan sendirinya riset di PT secara hulu hilir akan terintegrasi lintas bidang, jelas outputnya berupa inovasi produksi terhadap barang dan jasa yang membuat keterkaitan riset di PT menjadi jelas.
Seluruh PT diminta memastikan jalan riset dan penguatan hulu hilir yang akan dihasilkan untuk mendukung pembangunan Indonesia. Ketika inovasi hasil riset dihasilkan, dengan sendirinya kita akan menghasilkan bidang yang frontier, terdepan, dan akan memperkuat kemampuan dosen dan mahasiswa. Bukan tidak mungkin pembiayaan akan datang dari berbagai pihak, karena akan membuat produk yang jelas permintaan pasarnya.