Senin, H / 27 Oktober 2025

Biografi Ary Ginanjar Agustian dan Visinya

Senin 14 Oct 2019 11:09 WIB

Author :Redaksi

Dr. H.C. Ary Ginanjar Agustian, Founder ESQ 165.

Foto: dok.ESQ




ESQNews.id - Pamor pria kelahiran Bandung 24 Maret 1965 ini melambung setelah program pelatihannya bertitel ESQ (Emotional Spiritual Quotient) menjadi booming dimana-mana. Namun tetap saja ada satu hal yang masih mengganjal hatinya. "Saya ingin mimpi saya yaitu Indonesia Emas 2020 terwujud," tukas pemilik nama lengkap Ary Ginanjar Agustian. Apa maksudnya?

Ayah enam anak ini adalah seorang motivator Indonesia dan juga seorang tokoh pembangunan karakter yang telah berkecimpung di dunia bisnis selama lebih dari 25 tahun. Melalui pengalaman nyata dalam dunia bisnis, buku-buku yang dipelajari, serta perenungannya, ia menulis sebuah buku yang sangat fenomenal "ESQ: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual". Di dalam buku tersebut ia menyampaikan gagasan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) saja tidak cukup. "Dulu orang berfokus pada IQ sehingga orang dengan intelektual yang tinggi dianggap berhasil. Tapi setelah tahun 2000, orang yang sukses banyak mengalami 'kekeringan jiwa', mereka tidak bahagia dan memerlukan pencerahan," tutur Ary yang pernah mengajar selama 7 tahun di Politeknik Universitas Udayana Bali.

Kemudian muncul kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) sehingga seolah-olah dunia terpecah menjadi tiga bagian. ESQ mencoba menggabungkan tiga konsep tersebut menjadi satu karena menurutnya mereka yang kaya belum tentu bisa bahagia atau yang miskin adalah sengsara. "Buat saya, untuk menjadi seseorang yang berhasil tidak hanya dibutuhkan IQ. tapi diperlukan juga EQ yang akan memberikan keterampilan dalam bersosialisasi dan berhubungan dengan orang lain, serta SQ yang akan memberikan jawaban atas eksistensi diri," paparnya antusias. Untuk menggabungkan ketiga kecerdasan tersebut, dirancanglah sebuah konsep yang disebutnya The ESQWay165, yaitu sebuah konsep pembangunan karakter yang komprehensif dan integratif berdasarkan 1 nilai universal, 6 prinsip pembangunan mental, dan 5 langkah aksi.


<more>
Sebuah terobosan tidak akan bisa bergaung jika tidak diiringi doa dan usaha yang keras. Diakui Ary, pertolongan Tuhan dan menghadapi tantangan dengan sabar merupakan hal yang utama sehingga ESQ bisa tetap bertahan. "Memang bukan perkara mudah. Tidak saja dengan usaha saja, semua karena Allah SWT juga. Saya bersyukur, hasil kerja keras melakukan training ESQ ke berbagai tempat akhirnya membuahkan hasil yang manis. ESQ dikenal dimana-mana dan kini sudah ada di beberapa Negara termasuk Singapura dan Malaysia," imbuh peraih The Most Powerful People and Ideas in Business oleh majalah SWA tahun 2004 lalu.

Selama satu dekade pertama, yaitu 2001 sampai 2011, ESQ hanya single product yaitu training spiritualitas ESQ 165. Itu yang terus dilakukan selama kurang lebih 6000 angkatan. Kemudian di dekade kedua, tuntutan masyarakat berubah yaitu dari single product dan single training menjadi multi product dan multi training. Selain itu, kini ESQ bersifat customer oriented, tidak lagi product oriented dan tetap melalui tiga pendekatan yaitu IQ, EQ dan SQ. "Dulu ESQ product driven (membuat produk baru memikirkan bagaimana menjualnya). Sekarang tak bisa lagi karena kompetitor sudah banyak, jadi harus market driven (produk perlu dirancang dengan berfokus pada minat dan kebutuhan pasar). Artinya kita harus bisa memenuhi keinginan masyarakat. Itu yang membuat ESQ bisa berubah," tegasnya.

Ary mengakui, untuk mengubah konsep tersebut tidaklah mudah. Pertama image masyarakat setiap kali menilai ESQ langsung ingat nangis atau tobat. Padahal ESQ harus menjelaskan bahwa ESQ tidak lagi seperti itu. ESQ bisa membantu korporasi dengan mengukur dan membangun budaya perusahaan, meningkatkan service excellent dan sebagainya, tapi tetap berbasis spiritualitas. Kemudian tiba di era pancaroba yang dihadapi selama tiga tahun terakhir yaitu di mana terjadi penurunan dari sisi pendapatan.

Sejalan dengan berkembangnya ESQ, Presiden Direktur PT Arga Bangun Bangsa mendirikan gedung Menara 165 yang unik, yaitu di atapnya terdapat tulisan Allah. Hal ini dilakukan karena ia ingin memberi kesan kepada semua orang bahwa di atas hal yang berhubungan dengan intelektual dan emosional adalah Tuhan. "Artinya apa? Saya ingin mengatakan bahwa semua itu harus tetap kembali pada Tuhan apalagi setelah melihat permasalahan sosial di mana-mana, semua akhirnya kembali ke Tuhan. Anda lihat sendiri, banyaknya masalah hukum, masalah politik, korupsi, ketidakadilan, dan lain-lain. Dari situ kelihatan bahwa ada sebuah kecerdasan spiritual yang ditinggalkan. Dengan adanya Menara 165 ini saya berharap munculnya kebenaran hakiki, runtuhnya segala kepentingan, lahirnya kecerdasan spiritual secara universal. Harapan saya generasi yang akan datang sadar dan menempatkan Allah di atas segala-galanya meskipun mereka sedang sibuk mengurus bisnis," papar Ary seraya menambahkan bahwa selama ini banyak gedung yang menempatkan masjid/mushola di basement.

Krisis moral masih menjadi persoalan serius dan menjadi tantangan berat bagi semua pihak. "Masalah ini muncul karena mindset bangsa Indonesia yang membagi antara bisnis dan religi. Artinya, kalau ingin focus di agama, mereka harus tinggalkan bisnis. Begitu juga sebaliknya sehingga banyak pula mereka yang dikategorikan sebagai kelompok bisnis cenderung meninggalkan Tuhan dan akhirnya mereka meninggalkan kode etik dan malah bersikap tidak jujur dan tidak adil," tukas lulusan STP Bandung, Universitas Udayana Bali dan Tafe College Adelaide, Australia.

Di satu sisi, orang spiritual menjadi terpasung sehingga tidak bisa ikut dalam dunia bisnis. Karena itu, dibutuhkan sufi korporat yang bisa bertahan di dunia bisnis namun tetap mengedepankan Tuhan dan ajaran-Nya. "Saya bilang sufi korporat karena hatinya sufi tapi hidupnya di dunia bisnis. Sufi korporat mampu menegakkan kejujuran di tengah tawaran bisnis yang menggiurkan dan membuatnya bisa berbuat kesalahan. Mereka bisa bertahan dengan kejujuran di tengah pertarungan bisnis," tambah mantan juara karate tingkat nasional dan peraih medali perunggu di International Tournament Samurai Toyama Nakamura Ryu di Yokohama, Jepang, serta menjadi orang pertama di Asia Tenggara yang mendapatkan sabuk hitam Samurai Nakamura Ryu. Training ESQ menurutnya bersifat membantu agar para pebisnis bisa bertahan di dunia bisnis dengan kejujuran. Ia memang sengaja tidak menggunakan simbol-simbol keagamaan agar bisa diterima secara universal.

Harapannya, visi Indonesia Emas 2020 bisa terwujud. "Itu adalah obesesi saya. Saya ingin Indonesia yang berkarakter, yaitu Indonesia yang jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil dan peduli. Ketika 7 Budi Utama itu dilaksanakan, maka akan lahir polisi yang jujur, pegawai negeri yang jujur, jaksa yang amanah, anggota DPR yang jujur, pelajar yang jujur," ujar peraih gelar Doctor Honoris Causa di bidang pendidikan karakter oleh Universitas Negeri Yogyakarta sebagai penghargaan atas konsep The ESQWay165 sebagai metode pembangunan karakter.


Artikel ini telah tayang di Majalah Human Capital Journal dengan judul "Ary Ginanjar Agustian, Berharap Sufi Korporat Bertambah di Indonesia"
Edisi 15 November - 15 Desember 2013
(Human Capital Journal/Ratri Suyani)




Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA