ESQNews.id, JAKARTA - Dari sahabat Anas: “Bahwa Nabi Saw mengumpulkan di antara shalat Zuhur dan Ashar di perjalanan,” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Sedangkan dalam riwayat lain: “Dari sahabat Mu’adz, ia berkata, kami keluar bersama Rasulullah saat perang Tabuk, Nabi mengumpulkan di antara shalat Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’,” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Berikut ini adalah penjelasannya:
1) Para ulama menegaskan bahwa secara umum, Jumat memiliki kedudukan yang sama dengan shalat Zuhur, termasuk di antaranya kebolehan mengumpulkannya dengan shalat Ashar dengan teori jamak taqdim;
2) Contoh niat shalat Jumat yang dijamak dengan shalat ashar dengan niat jamak taqdim: “Ushali fardhol jum’ati raka’taini majmu’an bil-ashri mustakbilal kiblati adaa’an ma’muuman Lillahi Ta’ala”
أُصَلِّيْ فَرْضَ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَيْنِ مَجْمُوْعًا بِالْعَصْرِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءُ مَأْمُوْمًا لِلهِ تَعَالَى
3) Setelah selesai salam, disyaratkan untuk bergegas melanjutkan shalat Ashar, sebab dalam jamak taqdim wajib sambung menyambung antara shalat pertama dan kedua, tanpa ada pemisah yang lama. Dalam konteks ini, shalat ba’diyyah Jumat dilakukan setelah shalat Ashar.
4) Sedangkan niat untuk shalat Ashar-nya yang dijamak taqdim dengan Jumat : “Ushali fardhol ashri arba’a raka’atin majmuu’an ilaihil jum’ati mustakbilal kiblati adaa’an ma’muuman Lillahi Ta’ala”
أُصَلِّيْ فَرْضَ الْعَصْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعًا إِلَيْهِ الْجُمُعَةُ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً لِلهِ تَعَالَى
5) Jika shalat Asharnya diqashar, maka redaksi “arba’a raka’atin” diganti dengan “maqshuratan”. Bila shalat Ashar dilakukan berjamaah, maka ditambahkan kata “jama’atan/ma’muman” sebelum redaksi “Lillahi Ta’ala”.
6) Untuk jamak ta’khir, tidak diperbolehkan dilakukan dalam permasalahan ini. Teori jamak ta’khir tidak berlaku dalam kasus mengumpulkan shalat Jumat dan Ashar, sebab Jumat wajib dikerjakan di waktu Zuhur.
7) Berkaitan dengan kebolehan menjama’ taqdim shalat Jumat dan Ashar, Syekh Khathib al-Syarbini mengatakan: “Boleh bagi musafir dalam jarak tempuh yang memperbolehkan qashar shalat, mengumpulkan di antara Shalat Zuhur dan Ashar di waktu yang ia kehendaki, baik jamak taqdim atau ta’khir.
Dan diperbolehkan mengumpulkan di antara shalat Maghrib dan Isya’, di waktu yang ia kehendaki, baik jamak taqdim atau ta’khir. Shalat Jumat hukumnya sama dengan shalat Zuhur dalam masalah jamak taqdim,” (Lihat Syekh Khathib As-Syarbini, Al-Iqna’ ‘ala Matni Abi Syuja’, juz I, halaman 174-175).
8) Mengomentari referensi di atas, Syekh Sulaiman Al-Bujairimi mengatakan: “Ucapan Syekh Khathib, Shalat Jumat hukumnya sama dengan shalat Zuhur dalam masalah jamak taqdim, seperti musafir memasuki desa di tengah perjalanannya saat hari Jumat, maka yang lebih utama baginya adalah melakukan Zuhur.
Namun, bila ia shalat Jumat bersama penduduk setempat, boleh baginya dalam kondisi demikian untuk menjamak taqdim shalat Jumat dengan shalat Ashar,”
9) Berdasarkan referensi tersebut, bagi musafir yang sebelum hari Jumat sudah bepergian, saat hari Jumat tiba, yang lebih lebih utama baginya adalah shalat Zuhur, bukan shalat Jumat. Namun bila ia menghendaki shalat Jumat, maka ia tetap diperbolehkan menjamak taqdim dengan shalat Ashar.