Senin, H / 27 Oktober 2025

Mewujudkan Sinergi Antar RS BUMN

Selasa 25 Sep 2018 15:39 WIB

Singgih Wiryono

dr Kamelia Faisal

Foto: ESQ Media

ESQNews.id, JAKARTA - Kamelia Faisal, merupakan salah satu sosok di balik perjuangan Pertamedika IHC mensinergikan Rumah Sakit BUMN di seluruh Indonesia. Setelah mengemban amanat menjadi Direktur Operasi dan Transformasi Pertamina Bina Medika IHC, wanita yang akrab disapa Lia ini memberikan banyak kemajuan terutama bergabungnya beberapa Rumah Sakit BUMN untuk bersinergi bersama di bawah naungan IHC.



“Saat ini dilupakan adalah rumah sakit jejaring, itulah yang bisa hidup. Karena kita tidak bisa bekerja sendiri, harus bekerja sama. Kami ingin penyadaran itu, bahwa kalau kita berdiri sendiri, lama-lama kita akan tidak sehat dan itu tantangan yang terus kami sadarkan ke semua,” ujar dia saat ditemui ESQMagz di RS Pertamedika IHC, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.



Kamelia mendapat gelar dokter dari Universitas Trisakti di tahun 1987, kemudian melanjutkan studinya ke bagian Administrasi. Titel Magister Administrasi Rumah Sakit (MARS) di belakang namanya dia dapatkan dari almamater kuning Universitas Indonesia. Kamelia memulai karir di Pertamedika sejak tahun 2003 sebagai Asman Pengembangan Bisnis dan berlanjut sebagai Manajer Pengembangan Bisnis Pertamedika sejak tahun 2008 sampai dengan 2013.



Kamelia juga pernah mengemban amanah sebagai Direktur RS Pertamedika Sentul City pada tahun 2013 selanjutnya di tahun 2017 menduduki jabatan sebagai Direktur Operasi & Transformasi PT Pertamina Bina Medika IHC.



Sederet jabatan penting sebelum duduk di bangku Direksi Pertamedika IHC, Kamelia adalah sosok yang penuh dengan pelayanan. Sedari kecil, kata dia, ada kisah unik yaitu harus mengurusi empat adiknya. Berjibaku dengan tugas sekolah sekaligus tugas seorang kakak.

 

Profil:

dr. Kamelia Faisal, MARS, Lulusan S2 Administrasi Rumah Sakit Universitas Indonesia, memulai karir di Pertamedika sejak tahun 2003 sebagai Asman Pengembangan Bisnis dan berlanjut sebagai Manajer Pengembangan Bisnis Pertamedika sejak tahun 2008 sd 2013. Memegang amanah sebagai Direktur RS Pertamedika Sentul City pada tahun 2013 sd 2016. Saat ini beliau menduduki jabatan sebagai Direktur Operasi & Transformasi PT Pertamina Bina Medika IHC.


“Kebiasaan itu melekat pada diri saya, karena saya juga memutuskan ingin menjadi dokter. Karena ternyata moment hidup saya diarahkan sepenuhnya oleh Allah itu untuk menjadi orang yang bermakna di dalam proses melayani,” jelas dia.



Lahir sebagai anak ketiga dari tujuh bersaudara dengan jarak kelahiran yang berdekatan. Kelas 6 Sekolah Dasar, Kamelia sudah mengurus empat adik, dan adiknya yang terakhir masih dalam buaian.


“Jadi saya punya satu kamar itu 5 tempat tidur, dan itu membuat saya harus punya empati yang besar. Pada saat kenapa adik saya yang bayi tinggal satu kamar dengan adik saya karena kebetulan ibu saya setelah melahirkan adik saya yang bayi terkena sakit keras,”



Sadar atau tidak, pelatihan langsung dari kondisi keluarganya itu menumbuh suburkan sisi empati Kamelia. Berbagi dan melayani itu sudah terbawa dari kecil.

Lahirnya Indonesian Healthcare Corporation


Lahirnya Pertamedika IHC tidak lain juga dibidani oleh Kamelia bersama Direktur Utama Pertamedika IHC, Dany Amrul Ichdan. Ide menggabungkan Rumah Sakit BUMN menjadi satu standarisasi dan satu naungan IHC tercetus di tahun 2012. Prosesnya memang tertatih. Tiga kali menteri BUMN berganti hingga di kepemimpinan Menteri BUMN, Rini Soemarno IHC mendapat restu menjalankan program sinergi antar BUMN.


“Akhirnya kami sampaikan apa yang dulu kami ingin gagas. Bu Rini tertarik untuk menjadi holding itu. Tujuannya adalah untuk membuat standarisasi BUMN supaya bisa memberikan layanan berkualitas, dan ingin mencegah orang kita yang lari keluar negeri hanya untuk merasakan pelayanan yang standar dan kembali mempercayai RS milik negara sendiri,” jelas Kamelia yang saat itu mengenakan batik dengan jilbab hijau. Pertamedika IHC sendiri memiliki corporate values yang disingkat dengan kata “TRUST” yaitu Trust, Reliable, Uniqnes SpeedUp, dan Tactical.


Jalan terseok penuh tantangan memulai IHC bukan dari mana melahirkan ide tersebut. Akan tetapi, tantangan terberat justru pada implementasi. Bagaimana agar ide menyatukan RS BUMN menjadi satu standarisasi yang sama adalah yang terberat. Melahirkan gagasan mungkin mudah, tapi membuat semua orang setuju dengan satu gagasan adalah hal lain lagi.


“Terkadang saya harus mengambil posisi yang lebih rendah dari mereka. Harus seperti itu kadang-kadang pendekatannya,” kata dia.


Ketika mengingat perjuangan bagaimana meyakinkan pimpinan-pimpinan RS BUMN lainnya untuk satu tujuan dengan Pertamedika IHC, Kamelia mengingat bagaimana dia mengurusi adik-adiknya.


“Saya mengurus adik saya lebih muda, tapi karena saya tau anak kecil ini bisa ngambek dan lain-lain. Kadang karakter itu kan harus saya yang mengalah, jadi bahasanya itu saya dididik dari kecil untuk menjadi orang yang ngalahan, ikhlas kalau nasehat kita nggak didengerin, tapi kita yakin beberapa bulan ke depan akan ingat nasehat kita,” kata dia.


Kebiasaan mengalah dan ikhlas itu ternyata bekerja untuk komunitas dan komunikasi yang saat ini dia asuh. Belum lagi tambahan sebagai wanita sering ada anggapan lemah. Akan tetapi Kamelia tidak mengartikan sebagai sebuah kelemahan atau kata lemah, tetapi dia mengubah menjadi kata lembut.


“Saya gunakan kelembutan sebagai kekuatan komunikasi,” jelas dia.



Masalah yang sering dia temui ketika pimpinan-pimpinan RS BUMN tidak ingin bergabung justru lebih pada ego. Tidak ingin merasa di bawah IHC dan merasa bisa maju sendiri tanpa bekerja sama.


Oleh karena itu, Kamelia menjelaskan ada tiga cara yang akan dilakukan Pertamedika IHC untuk mendekati RS BUMN yang belum melakukan sinergi dengan IHC. Pertama adalah  pendekatan hati.


“Pendekatan dengan hati ini saya terpikir kita bisa bekerjasama dengan ESQ,” jelas dia.


Kemudian pendekatan kedua adalah bentuk pendekatan otoriter. Otoriter tersebut dalam artian tangan besi yang legal. Ada Surat Keputusan dari Menteri yang langsung mengatakan sinergi antar RS BUMN harus dijalankan.



“Kalau tidak harus ada ukuran sanksinya. Kalau pendekatan otoriternya itu kita sedang pendekatan ke atas supaya bu Menteri mau memberikan itu, walaupun sebenarnya SK menteri sudah mendapat surat yang menunjuk kami sebagai IHC. Tapi itu tidak cukup kuat, itu harus didukung apa sih sanksinya, resikonya kalau mereka minta. Ke atas kita perlu sanksi-sanksi. ke bawahnya kita berikan pendekatan hati tadi bersama dengan pak Ary dan tim,” jelas dia.



Kemudian, pendekatan ketiga perlu ada penyadaran ke RS BUMN ada dalam tanda kutip “musuh bersama” yang harus dihadapi. Jika RS BUMN tidak mau disatukan maka cepat atau lambat RS milik negara ini akan tergilas oleh rumah sakit swasta.


“Penyadaran itu kita lakukan dua tiga bulan ini, penyadaran lewat video dan pidato,” jelas dia.


*wawancara juga dimuat di ESQ Magz edisi 6.


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA