NEW YORK - Amerika Serikat. Kesehatan mental, terdiri dari komponen Self Acceptance (penerimaan
diri) dan Self Awareness (rasa mawas diri). Demikian menurut ahli Psikologi Perkembangan dari Amerika Serikat, Elizabeth B Hurlock (1981). Tanpa kehadiran salah satunya,
respon seseorang tidak akan kongruen (selaras) dengan situasi dan sekeliling
dimana seseorang berada.
Namun, kondisi dari Kate sendiri, tidak sejalan dengan imaji
brand-nya. Ini sangat disadarinya (kate aware tentang itu), namun tidak bisa
menerima kondisinya tersebut, dan tidak berusaha mencari jalan keluar dari
depresi yang dideritanya.
Materi, memang bukan sumber kebahagiaan. Perempuan masa
kini, yang senang membeli berbagai barang bermerk, menyangka bahwa
kebahagiaannya datang dari itu. Memiliki item fashion bermerk, menjadi impian
banyak kaum perempuan kosmopolitan. Bahkan
banyak dari mereka yang mau melakukan apapun, agar keinginan materi tersebut
dapat terpenuhi. Hal yang akan makin menjauhkan mereka dari kebahagiaan.
Pakaian yang kita kenakan, mendatangkan penilaian sosial
orang. Banyak orang yang menyadari ini, dan bahkan terlalu aware/peduli dengan
hal ini, karena mereka tidak dapat menerima (self acceptance) terhadap kondisi
real dirinya. Hingga tidak memikirkan apakah mereka mampu atau tidak.
Banyak karyawati yang menggunakan kartu kredit mereka, untuk
membayar beragam pakaian dan aksesori yang diinginkan. Agar terlihat lebih
baik. agar tampak lebih keren. Agar terlihat mapan, kaya dan lain sebagainya. Banyak
orang tertipu dengan ilusi self image-nya sendiri. Banyak orang terperangkap
dalam upaya untuk membangun imaji yang tidak mencerminkan keadaan dirinya yang
sebenarnya, hingga rela terjebak dalam hutang berjumlah puluhan hingga ratusan
juta.
Kondisi kesehatan mental Anda, bagaimanakah? Dengan membaca
artikel ini, dapatkah menemukan cerminan akan diri? Untuk mengatasi kehampaan
eksistensial yang menyebabkan Kate sampai bunuh diri inilah, kita harus kembali
pada kecerdasan spiritual.
Dalam kecerdasan spiritual, kita tidak menjadikan penilaian
orang lain sebagai patokan. Tapi kita jadikan penilaian Tuhan, sebagai tempat
bersandar yang akan selalu membuat kita nyaman. Merasa nyaman dengan diri
sendiri, adalah salah satu kunci kebahagiaan. Mampu menerima keadaan diri
sendiri, adalah kunci bagi kesehatan mental.
Kita juga harus memiliki pemahaman yang lurus tentang
hal-hal apa yang kita harus mawas diri. Tentunya bukan tentang penampilan, tapi
lebih tentang perilaku kita pada orang lain. Bagaimana kita diharapkan untuk
selalu bersikap baik pada orang lain. Bagaimana kita bisa menebarkan kebaikan
dan menolong lebih banyak orang.
Tak apa bila kita tidak selalu tampil sempurna, namun di
hati, kita memiliki kebaikan. Memiliki hati yang utuh dan sempurna, jauh lebih
dibanding memiliki hati yang sepotong, yang tercabik-cabik karena memikirkan
penilaian orang lain pada diri kita. (Gina Al ilmi)