Gosip tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari baik di dalam rumah-rumah, tempat belanja, arisan, bahkan di kantor. Di Indonesia, bahkan gosip bisa jadi sebuah acara yang menarik.
Semua orang tentu tidak suka apabila dijadikan bahan gosip, namun seringkali ia terbawa lingkungan saat bergosip. Mereka secara tidak sadar terseret pada budaya gosip. Gosip bahkan kadang diplesetkan digosok makin sip. Awalnya mungkin secara tidak sengaja menadi menjadi pendengar, namun akhirnya terbawa.
Gosip bukan hanya tidak bermanfaat namun juga sangat membahayakan, merusak persaudaraan, berpotensi fitnah. Namun tidak mudah untuk menghentikan kebiasaan bergunjing di masyarakat.
Ada yang unik dalam mengatasi masalah sosial tersebut. Di sebuah kota, bergunjing, bergosip atau membicarakan orang lain termasuk sesuatu yang dilarang secara hukum. Kota apakah itu? Binalonan merupakan kota kecil sekitar 200 km di utara Manila, Filipina. Di sana pemerintahnya menetapkan peraturan yang melarang warganya bergosip saat berkumpul. Konsekuensi dari menggunjing di kota Binalonan adalah hukuman denda dan kerja sosial.
Wali Kota Binalonan, Ramon Guico III mensahkan Undang-undang anti-gosip ini, disusun setelah mencuatnya konflik yang dipicu adanya gosip yang memanas. Larangan pertama kali diberlakukan di lingkungan Capas di kotamadya Binalonan, tetapi terbukti sangat berhasil sehingga telah diperluas ke tujuh desa di distrik tersebut.
Di lansir dari The Guardian bahwa Walikota mengkonfirmasi beberapa
warga telah ditangkap dan dihukum berdasarkan undang-undang baru dan telah
berhasil mengurangi perselisihan lokal.
"Melarang gosip
adalah cara kami meningkatkan kualitas hidup di kota kami," kata Guico.
"Kota tanpa gosip lebih bermanfaat karena saya percaya orang memiliki
hal-hal yang lebih baik untuk dilakukan daripada berbicara negatif tentang
orang lain."
Gucio mengatakan bahwa orang-orang
di Binalonan sangat mendukung tujuan agar kota yang bebas dari kegiatan pergunjingan
karena dapat memberikan perlindungan.
"Tata cara ini tidak
melanggar kebebasan berbicara atau berekspresi tetapi merupakan perlindungan
dari fitnah dan sejenisnya."
Apakah Indonesia berminat
menerapkan undangan sejenis?