Kamis, H / 28 Maret 2024

Hidup Serindu Ini [Part 1]

Senin 10 Feb 2020 14:37 WIB

Author :M. Nurroziqi

ilustrasi

Foto: google pics

Oleh: M. Nurroziqi

 

"Menjadi dewasa bukan soal usia. Sebagaimana jauh bukan tentang jarak. Tetapi, tentang seberapa besar cinta yang bersemayam di hati manusia." (Kata D'Octa).

 

ESQNews.id - Berapa banyak orang yang saling berdekatan, tetapi tidak saling bertegur sapa, tidak mesra dalam bersaudara. Dan tidak sedikit yang hidup saling berjauhan, tetapi selalu dipertemukan. Karena, masing-masing dilanda rindu yang menggebu setiap kali jarak memisahkan. Tentu, semua kondisi itu, sama sekali bukan tentang kenyataan yang memang harus ada itu. Tetapi, lebih pada perasaan hati yang dibawa.


Sebagaimana juga, ketika adzan-adzan terdengar berkumandang saling bersautan. Tetapi diri begitu enggan untuk bergegas sujud memenuhi titah kehambaan. Sebaliknya, tidak jarang, iklan-iklan tentang beragam tempat rekreasi, mengenai jualan ini dan itu, sampai mahal sekali, tetapi diri ringan saja melangkahkan kaki untuk datang menikmati. Seberapapun tingginya tumpukan uang yang musti direlakan demi sebuah kepuasan, maka tidak akan pernah disebut-sebut menjadi sebuah kendala.


Lagi-lagi, semua bukan tentang kenyataan yang memang begitu adanya dan yang selalu mengitari kehidupan di dunia. Tetapi, lebih pada isi yang ada di hati. Sebagimana lagu yang dipopulerkan oleh Bimbo, "Berabad jarak darimu, Ya Rasul. Serasa dikau di sini. Cinta ikhlasmu pada manusia, bagai cahaya suwarga." Juga sama sekali bukan tentang keterpisahan jarak secara nyata. Tetapi, lebih pada perasaan. Kedekatan dengan cinta yang senantiasa bersemayam di hati. Boleh jadi, Rasulullah Saw secara nyata berada di lintasan generasi. Keberadaan beliau Saw jauh melintasi ruang dan waktu. Tetapi, sangat dekat. Begitu dekat. Sebagaimana setiap kali kita bertahiyyat dan saling bersapa. "Assalamu 'alaika ayyuhan nabiyyu warohmatullahi wa barokaatuh."


Kemudian, ditarik lebih meruhani lagi, di jalur Ilahiyyah. Maka, apa yang menjadikan kendala kita tidak bisa berdekatan mesra dengan Allah Swt? Bagaimana agar setiap ruang dan waktu adalah tentang kesadaran dan perasaan cinta yang mendalam hanya terhadap-Nya?

<more>

Rindu. Begitulah perasaan yang selalu hadir memotivasi untuk segera bertemu. Ini jika terhadap sesuatu yang disukai. Bisa tentang makanan atau minuman yang diminati. Bisa juga mengenai benda-benda yang ingin dimiliki. Bahkan, berupa kekasih-kekasih hati yang dicintai. Rindu, kerapkali menjadi dorongan kuat yang tidak terkalahkan. Rindu, menguatkan agar dalam kondisi apapun dan bagaimanapun, setiap yang diingini atau diminati itu segera saja didapat. Sehingga, sejauh apapun jarak akan menjadi sangat singkat. Serumit apapun langkah, akan selalu dirasa mudah. Begitulah, rindu jika bereaksi, memperjalankan pecinta untuk menemui setiap yang dicintainya. Jika kekasih, bukankah perjumpaan adalah pelampiasan rasa rindu yang paling ditunggu-tunggu?


Lantas, adakah rindu itu diletakkan di altar cinta-Nya? Ataukah ia hanya berisi nafsu tentang perhiasan dan kesementaraan dunia semata? Maka, penting sekali meletakkan rindu secara benar dan tepat. Agar hidup tidak merana karena berada di jalur yang tidak semestinya. Agar hidup semakin berbahagia dalam naungan cinta yang sesungguhnya.


Dan kita, harus belajar dari salah seorang sahabat Rasulullah Saw. Tentang rindu-rindu yang sejati itu. Agar diri tidak dilanda sesal di kemudian hari. Dan sahabat itu adalah Sya'ban r.a,. Seorang sahabat yang satu ketika tidak hadir untuk berjamaah Subuh. Kala itu, Rasulullah Saw sempat mengajak para sahabat lain menunggunya. Namun, sampai shalat Subuh selesai didirikan, Sya'ban r.a, pun tidak kunjung terlihat. Pagi harinya, Rasulullah Saw mengajak para sahabat untuk mendatangi rumahnya yang berjarak kira-kira tiga jam perjalanan.


Di rumah Sya'ban r.a, rombongan ditemui istrinya. Sembari menangis tidak kuasa menahan kesedihan, ia menanyakan sesuatu hal yang ganjil kepada Rasulullah Saw. Yakni, ketika saat-saat sakaratul maut, Sya'ban r.a, terus menerus meneriakkan tiga hal. "Kenapa tidak lebih jauh? Kenapa tidak yang baru? Kenapa tidak semua?" Memulai menjawab pertanyaan tersebut, Rasulullah Saw pun melantunkan Al-Qur'an Surat Qaaf ayat 22:

 

لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَٰذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ.

 

"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam."

>>> Selanjutnya: Hidup Serindu Ini [Part 2]


*M. Nurroziqi. Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya. Penulis buku-buku Motivasi Islam.

Ingin tulisan Anda dimuat di ESQNews.id? Segera kirimkan  pada email [email protected]!


BERITA LAINNYA