ESQNews.id, JAKARTA - Puasa Syawal adalah puasa sunnah yang dilakukan selama enam hari di bulan Syawal setelah Idul Fitri. Puasa ini memiliki keutamaan besar, di mana orang yang melaksanakannya diyakini mendapatkan pahala seperti puasa setahun penuh.
Puasa Syawal dilakukan selama enam hari di bulan Syawal, yang dimulai setelah Hari Raya Idul Fitri.
Namun, bagi orang yang memiliki utang puasa Ramadhan, apakah harus mendahulukan qadha puasa ataukah boleh puasa Syawal dulu?
<more>
Dari Aisyah RA berkata: "Dahulu di zaman Rasulullah SAW kami mendapat haid. Maka kami diperintah untuk mengganti puasa." (HR Muslim).
Penjelasan:
Ada tiga pendapat berbeda dari para ulama, sbb:
1) Pendapat pertama : Boleh mutlak mengerjakan puasa sunnah dahulu, termasuk puasa enam hari di bulan Syawal tanpa karahah (tanpa ada hal yang kurang disukai), mengingat kewajiban puasa qadha bersifat tarakhi, yakni boleh ditunda atau diakhirkan hingga menjelang masuknya bulan Ramadhan tahun berikutnya (Pendapat ini didukung oleh mazhab Al-Hanafiyah);
2) Pendapat kedua: Boleh tapi dengan karahah (kurang disukai/kurang afdhal)
Pendapat ini menekankan untuk membayarkan hutang puasa lebih dulu yang sifatnya wajib. Namun, tidak melarang jika seseorang ingin mendahulukan puasa sunnah dan menunda puasa wajib (didukung oleh mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah)
3) Pendapat ketiga (pendapat dari mazhab Al-Hanabilah) bahwa puasa qada wajib didahulukan dan mengharamkan puasa sunnah sebelum membayar kewajiban qadha puasa, dengan merujuk pada hadits:
"Tidaklah layak melakukannya (puasa sunnah) sampai mendahulukan mengqadha puasa Ramadhan." (HR. Bukhari).
"Siapa yang berpuasa sunnah padahal dia memiliki hutang qadha puasa Ramadhan yang belum dikerjakan, maka puasa sunnahnya itu tidak sah sampai dia bayarkan dulu puasa qadhanya" (HR Ahmad).
Sebagian ulama meragukan kekuatan hadits ini. Pasalnya, hadits itu dianggap memiliki idhthirab atau kegoncangan.
<more>
Pendapat ketiga ini didasarkan atas ketidakbolehan mendahulukan yang sunnah daripada yang wajib. Dikatakan, bahwa mengqadha puasa berkaitan dengan kewajiban (dzimmah) dan seseorang tidak mengetahui apakah ia masih lama hidup atau akan mati.
Pendapat ini diperkuat dengan perkataan Sa'id bin Al Musayyib mengenai puasa sepuluh hari di bulan Dzulhijjah;
Pendapat ini didukung juga oleh Ustadz Adi Hidayat, "Beliau secara pribadi lebih condong pada pendapat yang ketiga, dengan pertimbangan: hukum mengqadha itu sifatnya wajib," dan Beliau menyarankan untuk membayar hutang puasa terlebih dahulu, baru puasa Syawal.
ONE DAY ONE HADITS
Oleh: Ridwan S.