ESQNews.id, JAKARTA - CEO kini semakin menyadari bahwa lingkungan bisnis telah mengalami perubahan yang sangat dramatis dan signifikan. Di masa lalu, gangguan yang terjadi sering kali bersifat radikal, namun sporadis dan tidak terduga. Kondisi tersebut berbeda jauh dengan situasi saat ini, dimana dalam ekosistem bisnis yang saling terhubung secara digital, disrupsi sudah menjadi suatu norma yang diterima.
Namun, dalam ekosistem bisnis yang terhubung secara digital saat ini, disrupsi telah menjadi norma. Gelombang pemula tumbang di bawah ancaman kompetitif yang lebih baru. Perusahaan perlu mengevaluasi dan menyesuaikan strategi untuk tetap relevan di tengah perubahan yang cepat.
Mengadopsi budaya inovasi yang inklusif sangat penting, karena hal tersebut mendorong setiap individu untuk berkontribusi dengan ide-ide baru. Pemanfaatan teknologi terbaru dapat meningkatkan efisiensi dan memperluas jangkauan pasar.
Dalam konteks dunia yang terus berubah VUCA – TUNA – BANI – Economy GIG, kepemimpinan ambidextrous menjadi sangat penting. Pemimpin ambidextrous adalah mereka yang mampu menangani dua aspek yang berlawanan secara efektif: menjalankan operasi bisnis saat ini dengan efisien (exploitation) sambil juga secara proaktif mencari inovasi dan pertumbuhan (exploration).
Untuk itu, Pelatihan kepemimpinan ambidextrous dirancang untuk mengembangkan keterampilan pemimpin yang mampu menyeimbangkan aspek eksplorasi dan eksploitasi. Master trainer Ary Ginanjar Agustian (Founder ESQ) berkolaborasi dengan Rinaldi Agusyana (trainer) memandu serta memfasilitasi langsung program ambidextrous leadership.
Pertama kalinya ESQ menggelar Training Ambidextrous Leadership (Batch 1) pada Kamis, 18 Juli 2024 pukul 08.00 - 17.00 WIB di The Ritz Carlton Jakarta. Pesertanya dari berbagai macam profesi seperti Direktur Utama, Manager, ASN, Entrepreneur, CEO dan lainnya.
Ambidexterity adalah kemampuan untuk mengoptimalkan operasi model bisnis saat ini sambil mengeksplorasi peluang untuk mendefinisikan ulang model bisnis tersebut dengan mengambil risiko perintis.
Pemimpin yang proaktif dalam mengambil risiko dan berinovasi memiliki peran penting dalam mendefinisikan ulang nilai yang diciptakan oleh bisnis. Mereka berfokus tidak hanya pada inovasi, tetapi juga pada pengurangan inefisiensi operasional dan penerapan best practices. Hal ini menciptakan dinamika yang menantang, dimana pemimpin harus menyeimbangkan antara mengejar inovasi dan keberlanjutan efisiensi.
Situasi ini seringkali menghadirkan ketegangan, namun juga membuka peluang untuk transformasi yang dapat meningkatkan posisi kompetitif perusahaan di pasar.
Dikatakan oleh Ary Ginanjar berdasarkan pengalaman pribadi beliau yang telah dilakukan selama lebih dari 23 tahun mengembangkan bisnisnya, dengan mengadopsi pendekatan ambidextrous leadership. Beliau dapat menyeimbangkan antara memperkuat sumber daya dan kemampuan yang sudah ada dengan mengeksplorasi dan mengembangkan hal-hal baru.
"Ini memungkinkan organisasi untuk tetap relevan dan kompetitif dalam jangka panjang sambil tetap menjaga efisiensi operasional dalam jangka pendek," kata Ary.
Ditambahkan olehnya, "Dengan adanya economy GIG (yaitu sistem kerja di mana umumnya lembaga atau perusahaan lebih memilih untuk merekrut pekerja independen atau kontrak jangka pendek) dan revolusi industry 5.0, diperlukan strategi praktis untuk menghadapi gelombang perubahan besar yang tidak dapat dipastikan lagi."
Lebih lanjut Ary menyampaikan, “LEADER-SHIFT” yang menjadi kebutuhan sejalan dengan perubahan kondisi saat ini ; Transactional leadership – Transformational Leadership – Ambidextrous Leadership. "Bagaimana caranya? Dimulai dari pola pikir pribadi yang terdiri dari 3R (Reliable, Repeatable, Replicable.)
Duplikasi saja tidaklah cukup diperlukan juga 3S (Soulset: passion 4E (energy, energize, edge, execution). Hal utama yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin adalah “grand why“. Setiap pemimpin diharapkan memiliki pola pikir “grand why”: Berpikir dengan Visi dan Purpose yang sangat kuat.
CEO dengan keahlian ganda yang efektif tidak hanya memiliki pola pikir paradoks, tetapi juga mengartikulasikan dan memperkuatnya untuk membangun ambideksteritas sebagai visi dan nilai yang sama di seluruh unit organisasi yang bersifat eksploratif maupun eksploitatif.
Visi ini harus menjadi tujuan strategis yang menarik, yang jelas mendukung cerita bahwa eksplorasi dan eksploitasi merupakan pusat dari tujuan bisnis. Ketika berhasil dikomunikasikan, visi ini membantu menciptakan budaya organisasi bersama yang menyatukan berbagai subkultur bisnis, meningkatkan berbagi informasi dan sumber daya, serta membangun kepercayaan."
<more>
Ada 5 ciri ambidex: 1) visi yang jelas; 2) keberanian untuk melakukan eksperimen; 3) perhitungan logis dalam pengambilan risiko; 4) delegasi tugas agar dapat dipantau dari jauh atau secara digital; 5) pemindaian lingkungan.
"Dengan fondasi yang kuat, para leader dan tim bisa membangun tiangnya (melakukan eksploitasi dan eksplorasi). Kemampuan C.C.R.P (Content-Context- Relationship-Process), menunjang para leader dalam membangun development dialogue dengan timnya.
Ditambahkan untuk membangun “prilaku” kebiasaan first thing first + atomic habits menjadi kunci prilaku yang juga ditanamkan di ESQ group," ungkap Ary.
Beliau menambahkan setiap hari seluruh staff di ESQ group diwajibkan membuat Rencana Kerja Harian (RKH). Dengan Misi Indonesia Emas 2045, Universitas Ary Ginanjar (UAG University) didirikan guna melahirkan future leaders yang memiliki kompetensi “Ambidextrous Leadership”.
"Saya ajarkan konsep atau ilmu yang sekarang ini kepada para mahasiswa Universitas UAG," ujar master trainer tersebut.
Antusias peserta terlihat di setiap aktivitas-aktivitas seperti diskusi, membuat action plan, role play dan berbagi pengalaman. Dengan menggunakan pendekatan Experiential Learning, pelatihan ambidextrous menjadi sarana bagi para leader untuk menjadi diri sendiri dalam menemukan misi di organisasinya.
Banyak juga beberapa peserta merespon positif dan baik mengenai program ini sebagai sarana membangun relasi dan juga menambah spirit serta motivasi yang muncul dari dalam diri masing-masing untuk bertransformasi menjadi pemimpin yang ambidex.
Gilang Permana Putra (Business Development Labbaik Chicken sekaligus Mahasiswa Universitas Ary Ginanjar Program Second Generation), ia juga seorang leader muda berusia 28 tahun. Gilang sampaikan, "Saat ini karyawan kami banyaknya Gen Z, yang kita itu kadang tidak paham bagaimana cara men-treatment mereka, terkadang kita suka blaming kepada mereka. Namun kita pernah tidak berkaca pada diri sendiri sudah benar atau belum treatment yang kita lakukan kepada mereka? Jangan jangan ini adalah kesalahan kita tidak mengikuti zamannya.
Nah di sinilah, di program ambidextrous leadership ini saya banyak belajar memahami antar generasi, tentang bagaimana cara kita men-treatment mereka dengan baik, menyesuaikan peran kita dengan kebutuhan mereka, membiarkan mereka agar berinovasi. Dan kita juga tahu mereka banyak sekali ide kreatif dan inovasinya. Sehingga bisnis kami growth. Dan ini jadi modal saya untuk meneruskan bisnis keluarga saya agar lebih eksponensial.
Saya banyak mempelajari hal baru yang berhubungan dengan ilmu kehidupan. Saya juga belajar banyak bahwa leader ini bukan hanya sekedar memimpin, tetapi bagaimana kita bisa memahami masing masing SDM nya. Dan membuat mereka semua berhasil sesuai dengan talentanya."
Johan Arifin (Direktur Utama PT. Adhi Persada Beton) sampaikan, "Saya senang belajar langsung dari Pak Ary Ginanjar untuk sesuatu hal yang baru ini, kiat kiat untuk bisa menghadapi tantangan perusahaan ke depan. Saya akan tularkan ini ke semua ke tim, BoD yang lain, bahkan ke Adhi grup.
Saya akan sampaikan bahwa kegiatan ini sangat penting untuk dimiliki oleh para leader, para manager, agar bisa diimplementasikan, disosialisasikan dengan baik.
Luar biasa sekali kegiatan ini, karena saya jadi melihat sebagai pelaku kontruksi dan melihat konsep ambidextrous leadership terinspirasi dengan konsep bangunan (rumah) yang dibuat oleh Pak Ary.
Benar bahwa ketika kita membangun gedung atau rumah yang utamanya adalah memperkokoh fondasi. Konteks di dalam pelatihan ini, fondasinya yaitu the why's (ada 3 niat dalam bekerja yaitu strong why, big why dan grand why). Namun itu semua harus ditopang juga oleh SDM yang mempunyai pemikiran growth mindset serta tahu potensinya melalui life tools talentDNA.
Sehingga para leader bisa menempatkan pegawai atau SDMnya di tempat yang tepat, membuat pegawainya berkembang. Setelah itu, kami para leader terlebih dahulu harus memiliki konsep eksplorasi dan eksploitasi. Untuk bisnis yang sedang berjalan kita harus eksploitasi, apa keunggulan, apa yang sudah dijalankan. Tetapi kita juga perlu untuk mengeksplor suatu hal yang baru, yang bisa sustain ke depan.
Semisal konsepnya sudah ada, strukturnya jelas, tinggal eksekusi melalui C.C.R.P coaching. Lalu dikuatkan oleh misi atau kebiasaan kebiasaan yang harus selalu dikembangkan di perusahaan, untuk mengejar 1 visi yang besar."
Daniel Setyo Budi (Senior Auditor 1 General Audit di PT. Kereta Api Indonesia) katakan, "Ambidextrous leadership dari ESQ sangat bagus sekali, karena di sini kita diberikan wawasan tak sekedar pembelajaran secara teori tapi sharing langsung dari Dr. Ary Ginanjar Agustian tentang apa yang dilakukannya selama 25 tahun menjalankan segala profesinya sebagai motivator, author, pengusaha, ustadz modern, dan lain-lain.
Itu menurut saya bukan sekedar teori namun bukti nyata keberhasilan beliau hingga kini. Karena apa yang disampaikan oleh beliau bisa menjadi pelajaran buat kita. Maka dari itu, definisi ambidextrous leadership adalah bagaimana kita bisa mengoptimalkan tangan kanan dan kiri kita (aktivitas yang bersamaan bahasa lain dari eksploitasi dan eksplorasi) secara paralel.
Sehingga artinya, kita bukan saja me-riset tapi juga bersamaan bagaimana kita bisa mengeksekusinya. Apalagi kita dihadapkan dengan beragam kondisi perkembangan dunia atau ekonomi politik di era VUCA, TUNA, Gig Economy, diharapkan di sini kita sebagai leader bisa menyeimbangkan eksploitasi dan eksplorasi, agar kita bisa menjalankan peran yang multitasking sekaligus.
Saya harapkan teman-teman KAI juga bisa mengadopsi pemikiran, ide, gagasan, dari program yang diselenggarakan oleh ESQ ini."
Dahrizal (Wakil Direktur atau ASN di Politeknik Kemenkes Bengkulu) sampaikan, "Ambidex ini menjadi suatu hal yang baru buat saya, tentang mengkombinasikan eksplorasi dan eksploitasi secara bersamaan. Ini yang sedang terjadi di tempat kerja saya, dan di sini saya jadi tahu solusinya. Karena kita selalu di challenge untuk melakukan hal yang baru di kampus (inovatif).
Bukan hal yang mudah, akan tetapi setelah mengikuti sesi dari Pak Ary bahwa sebenarnya segala sesuatunya itu kita adalah ambidex namun perlu diasah, dibiasakan. Sehingga harapannya ke depan kampus saya bisa survive di era ini. Nantinya setelah mengikuti acara ini, saya sudah bisa memulai tentunya dengan pola mapping atau pemetaan. Dari ESQ ini saya jadi mengetahui bagaimana cara memetakan potensi karyawan saya yakni dengan life tools TalentDNA. Lalu mereka di coaching.
Saya ingin belajar lebih dalam soal coaching, karena bisa mengembangkan staff saya. Satu hal lagi yang tadi memotivasi kami semua khususnya saya adalah kita harus ada leadership digital, mengembangkan budaya digital, membuat suatu sistem yang mengarahkan kepada seluruh karyawan untuk terus berkinerja yang dilakukan setiap hari melalui Rencana Kerja Harian (RKH), seperti yang dilakukan oleh Pak Ary Ginanjar kepada timnya. Sangat menginspirasi saya, dan saya jadi ingin segera menerapkan ini."
Faizal Rachman (Deputi layanan Digital & Customer Care di BPJS Ketenagakerjaan) katakan, "Untuk para leader saya pikir ambidextrous leadership ini sangat cocok untuk diterapkan. Terutama apabila para pimpinan memiliki tim-tim yang notabennya generasi milenial dan zelenial. Kita jadi tahu cara menghandle, mengapresiasi mereka sesuai dengan apa yang mereka butuhkan, dengan baik dan benar, lebih flexible, lebih agile.
Sebelumnya saya mengetahui informasi terkait pelatihan ambidextrous leadership ini dari flyer di email dan ada video dari Pak Ary Ginanjar yang menyampaikan sekilas tentang ambidextrous leadership. Seketika saya jadi penasaran dan langsung saya daftar untuk program ini.
Setelah saya mengikuti segala rangkaian acaranya, dan ternyata lebih dari yang saya ekspektasikan, ambidextrous merupakan suatu bentuk leadership style yang baru, mengkombinasikan dari beberapa leadership style yang sudah ada. Tentu kalau ini diimplementasikan di lingkup pekerjaan saya, terutama perkuat fondasi melalui the why's agar tim saya bekerja lebih maksimal lagi. Dan tentunya memberikan visi yang jelas ke depannya dan dikembangkan lebih baik lagi."
Sepasang suami istri Annisa Sajdah dan Bayu Ariwibowo (Founder dan Owner Sentra Mesjid, Marbot Surau BMC) katakan, "Di sini saya juga berperan sebagai ibu rumah tangga dan sebagai leader di perusahaan central mesjid yang bergerak di bidang jasa dan perlengkapan mesjid. Tentunya menjadi suatu challenging untuk saya bagaimana bisa membagi waktu dan membagi peran antara di rumah dan perusahaan.
Maka dengan adanya program ambidextrous leadership dari ESQ tadi menjadikan saya lebih terbuka, saya jadi tahu dan bisa memposisikan secara eksplorasi dan eksploitasi sekaligus. Nextnya, saya akan bawa tim-tim saya juga untuk sama sama bertumbuh. Karena saya rasa tidak cukup untuk memintarkan diri sendiri ataupun leader, namun timnya juga harus pintar, growth mindset melalui program dari ESQ ini."