Jumat, H / 29 Maret 2024

Muhasabah dan Introspeksi Peningkatan Iman di Awal Tahun

Jumat 03 Jan 2020 16:41 WIB

Author :Redaksi

ilustrasi

Foto: drise


ESQNews.id - Fenomena akhir tahun seringkali ditandai dengan hura-hura, begadang, kumpul-kumpul dengan berbaurnya laki-laki dan perempuan di sebuah tempat yang luas dan lapang sambil diiringi tiupan terompet, nyala kembang api warna warni dan sambutan histeris manusia pada detik-detik pergantian tahun saat waktu menunjukkan pukul 00.00. Lalu seperti inikah kita akan merayakan tahun baru masehi. 

 

Secara akidah, ikut merayakan perayaan Tahun Baru Masehi adalah hal yang keliru. Karena secara empiris, tidak relevan jika pergantian tahun dihadapi dengan pesta dan hura-hura. Meski demikian, setidaknya, karena tradisi itu terjadi di sekitar kita, maka sebaiknya kita bisa mensikapinya dengan bijak atau mengajak yang lain untuk memanfaatkannya dengan cara yang baik.

 

Cara yang baik dari adanya pergantian tahun adalah dengan cara muhasabah atau introspeksi diri. Muhasabah adalah melakukan evaluasi, dan bersikap kritis kepada diri sendiri. Bermuhasabah berarti mencoba mengenali kelebihan dan kekurangan yang ada. Kelebihan yang diberikan Allah akan dimanfaatkan untuk menambah raihan kebaikan. Sementara kekurangan yang ada dijadikan sebagai momentum memperbaiki diri agar lebih baik dari waktu ke waktu.


Demikian keadaan orang yang aktif melakukan muhasabah. Introspeksi dengan melakukan renungan tentang umur, harta, kesempatan, dan waktu yang ada. Untuk apa umur kita selama ini? Dari mana kita memperoleh harta dan ke mana harta tersebut kita keluarkan ? Bagaimana kita memanfaatkan kesempatan yang ada ? Dan dengan apa kita mengisi waktu hidup ini?


Nabi mengajarkan kepada kita untuk muhasabah lewat sabdanya;  “Orang yang beruntung adalah orang yang menghisab dirinya serta beramal untuk kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsu serta berangan-angan terhadap Allah Swt.” (HR. Turmudzi).

 

Karenanya sungguh menyedihkan jika kita ikut merayakan pergantian tahun apalagi dengan cara karaokean, plesiran, begadang semalam suntuk laki dan perempuan bercampur. Karena itu berarti telah mensia-siakan waktu dan kesempatan yang ada.

 

Berbicara mengenai waktu, menarik apa yang disampaikan oleh Malik Bennabi dalam bukunya ‘Syurutu al-Nahdhah’. Ia mengatakan, “Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali dia berseru. “wahai manusia, aku adalah waktu, aku ciptaan baru, yang menjadi saksi usahamu. Gunakan aku karena aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat.” Ia diam seribu bahasa, sampai-sampai manusia sering tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya, walaupun segala sesuatu –selain Tuhan– tidak akan mampu melepaskan diri darinya. Jadi, jangan sepelekan waktu, apalagi dengan melakukan hal-hal yang kita tidak mengerti apa alasan dan manfaat melakukan sesuatu. Berhati-hatilah, waktu adalah penentu. Dan, kelak setiap perbuatan pasti akan dimintai pertanggungjawaban. Allah berfirman,  “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” (Al-Hijr: 92-93).

 

Sekarang saatnya umat Islam berpikir dan terus-menerus menggali apa sebenarnya makna kehidupan ini. Dan, dalam konteks sekarang, apa urgensi dan argumentasinya umat Islam ikut-ikutan bergembira merayakan Tahun Baru. Kaji sejarahnya, dan pelajari mengapa umat Islam juga punya kalender sendiri. Apakah itu sekedar hanya berbeda atau justru bentuk pengabdian sebuah keyakinan ? Jika itu ternyata bentuk keyakinan, maka jelas, umat Islam terlarang mengikuti perayaan agama lain.

 <more>

Dengan demikian, setelah jelas apa itu Masehi dan bagaimana sejarahnya, akan sangat baik jika semua umat Islam, keluarga Muslim, generasi muda Muslim memprioritaskan program peningkatan iman, yang nyata lebih dibutuhkan, daripada sekedar ikut-ikutan orang merayakan sesuatu yang sebenarnya tidak dikenal dalam ajaran Islam. Berbicara tahun, berarti membahas waktu. Al-Qur’an (Al-Ashr : 1 – 3)  1. demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

 

Ayat tersebut mengingatkan kita tentang urgensi waktu. Disebutkan bahwa semua manusia itu merugi, melainkan yang beriman (hidup sehari-harinya; pikiran, ucapan, dan aktivitasnya hanyalah untuk menguatkan dan menyempurnakan iman dengan senantiasa beramal sholeh, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran). Jadi, sangat baik jika kita semua senantiasa menghias diri dengan hal-hal yang dapat meningkatkan iman. Allah Swt. mengingatkan kita agar senantiasa sigap dalam mempersiapkan hari esok (akhirat) dengan ketakwaan.

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

 

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS: Al-Hasyr [59]: 18).

 

Oleh karena itu, perbanyaklah membaca al-Qur’an, menghadiri majelis ilmu, bersilaturrahim dengan keluarga jauh, atau menyantuni saudara kita yang membutuhkan. Hal itu akan sangat baik bagi kehidupan dunia akhirat kita, daripada mengeluarkan uang beli terompet, bakar petasan dan kembang api, atau aktivitas-aktivitas mubadzir lainnya.


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA