Kamis, H / 28 Maret 2024

Persembahan Untuk Cinta

Sabtu 07 Oct 2023 08:53 WIB

Author :M. Nurroziqi

ilustrasi.

Foto: Ist


Oleh : M. Nurroziqi

ESQNews.id - Terdapat seorang yang menghidupi diri dan keluarganya dengan berdagang. Di satu waktu, sambil menjajakan dagangannya, datanglah salah seorang saudara. Atas nama saudara, maka saudara ini merasa berhak mendapatkan harga termurah. Kalau bisa, gratis malah. Sehingga, penawaran yang dilakukan di luar nalar. Murahnya Na’udzubillah.


"Dengan saudara sendiri, masa' tidak boleh kurang?" Rayu saudara tadi. "Sudah pas. Itu saja, harga sesuai kulak'an. Tidak ambil untung se-sen pun." Saudara tadi tetap saja merengek. Tetapi, malah tidak jadi membeli. Keduanya kecewa. Akhirnya, atas nama saudara, di kedua belah pihak terjadi ketidakharmonisan hubungan. Atau, biar pun terjadi jual-beli, salah satu jelas merasa tidak enak hati. Lebih-lebih di pihak penjual. Atas nama saudara, mau apa lagi? Sakit hati ditahan, sambil berharap jangan sampai ada pelanggan yang seperti ini lagi. Ada yang pernah mengalami?


Baca juga : Berbahasa dengan Cinta

Di lain waktu, terdapat seorang saudara lagi yang mendatangi dagangan saudaranya tadi. Tanpa membincangkan soal ikatan persaudaraan, saudara tadi langsung menyodorkan uang lebih dari harga sesuatu yang dijual saudaranya tadi. Tanpa menawar. Tanpa banyak kata atas sesuatu yang dibelinya. Saudara ini merasa bahwa memberi untung lebih kepada sesama saudara adalah kebaikan yang membahagiakan.


Sebab merasa bersaudara, akhirnya yang menjual justru mengembalikan uang saudaranya yang membeli tadi. Bukan uang kembalian. Tetapi semua uang yang diberikan. "Apa salahnya jika menghadiahkan sesuatu yang memang saya punya untuk saudara?". Akhirnya, keduanya bahagia. Tidak ada yang merasa dirugikan. Tidak ada sakit hati. Semua ikhlas Lillahi Ta'ala. Pernahkah juga mengalami peristiwa begini?


Baca juga : Membangun Kerukunan dengan Iman

Kedua peristiwa tadi, adalah kisah ringan dalam skala kecil di kehidupan yang kita jalani. Di dunia yang serba unik ini, tidak jarang terdapat orang-orang yang dengan ringan mengatasnamakan ini dan itu hanya demi kepentingannya sendiri, hanya ingin melampiaskan ambisi egonya sendiri. Hanya karena ada maunya saja datang mendekat. Ketika apa yang dinafsui diri tercapai, maka Wallahu a'lam bisshowab.


Lebih-lebih kini, detik-detik akhir kampanye. Begitu gaduh mereka membentang-bentangkan nama dan memajang foto di mana-mana. Kadang, ada yang "action" ringan tangan. Membagi-bagikan sedekah. Menyampaikan janji-janji manis akan menggenggam amanah melayani yang di bawah. Untuk apa semua? Tidak lain demi mendulang dukungan.


Yang tidak pernah kelihatan, tiba-tiba aktif menampang di hadapan banyak orang. Yang semula tidak pernah perlu merasa menjalin hubungan, tiba-tiba berbicara atas nama persaudaraan. Yang tidak pernah dikenal, tiba-tiba sok kenal sok akrab. Yang sebelumnya tidak pernah keluar uang, tiba-tiba jor-joran menjadi sangat dermawan.


Para pemilih yang baik hati, adakah yang lebih indah dari hubungan yang didasari cinta? Duhai penguasa suara, adakah yang lebih membahagiakan ketimbang kemesraan yang tumbuh dari hati ke hati? Layaknya kedua cerita di atas tadi, bahwa semua yang terjadi tidak semata soal jualbeli, tidak tentang berdagang untung dan rugi, bukan untuk menodai hubungan hanya demi kemapanan perseorangan. Tidak. Semua tentang ketulusan saling mencintai. Semua tentang keluasan hati untuk saling melayani. Sedang, soal siapa yang akan kita pilih nanti, pastikan mereka yang benar-benar bisa mewakili. Bisa membawa kebaikan dan semakin maju negeri ini. Jangan semata kepada siapa yang paling sering selfie.


"Bayangkan saja kalau hari kematian kalian sudah ditentukan. Kalian diberikan tiga pilihan. Bahwa, kalian bisa mati dengan tiga cara. Dengan gantung diri, terjatuh dari kereta atau meminum sianida. Kalian akan berpikir gantung diri itu susah. Jatuh dari kereta itu sakit. Minum sianida adalah pilihan terbaik. Tidak sakit dan bisa mati dengan mudah. Ini dilema yang kalian hadapi setiap lima tahun. Dalam bentuk pemilu.


Apa kalian akan memilih orang yang sudah korupsi 4 milyar? Atau yang mengkorupsi 2 milyar? Atau mengkorupsi 400 juta? Dibanding 4 dan 2 milyar, yang mengkorupsi 400 juta sepertinya jujur, kita memilihnya. Meskipun dia sudah merugikan kita, tidak sebanyak yang lain. Sama dengan orang yang sudah membunuh 15 orang dan 9 orang. Yang membunuh 9 orang sepertinya lebih baik. Ayo kita pilih dia.


Apa yang bisa kita lakukan? Kita tak punya pilihan? Ini masalah terbesar di negara kita. Kita harus memilih orang yang paling kita suka. Namun, kita dihadapkan pada orang yang tak kita sukai. Aku memberitahu kalian supaya menggunakan suara dengan bijak. Dalam demokrasi, suaramu adalah hakmu. Kalian bisa membuat negara mendengar kalian dengan pemilu."


Paragraf terakhir adalah cuplikan orasi Kailash Nath (diperankan Amitabh Bachchan) sesosok hantu (Bhootnath) yang datang kembali ke bumi untuk menebus dirinya. Ia bertemu Akhrot (diperankan Parth Bhalerao), yang meyakinkan dirinya untuk mengikuti pemilu dan melawan Bhau (diperankan Boman Irani) seorang penjahat berkedok politisi. Ini, ada di film Bhoothnath Returns (The Lord of Ghosts Returns). Film komedi supranatural India 2014 yang disutradarai oleh Nitesh Tiwari dan diproduksi oleh Bhushan Kumar. Sudah pernah menonton? Dan, jangan salah pilih ya?

 

*M. Nurroziqi. Penulis buku-buku Motivasi Islam. Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya.

Ingin tulisanmu dimuat di ESQNews.id? kirimkan ke email kami di [email protected]


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA