Oleh : M. Nurroziqi
ESQNews.id - Kadang-kadang, Allah Swt menjadikan berdosa seseorang itu supaya terhindar dari kesombongan dan rasa takjub terhadap diri sendiri. Bukankah penyesalan mendalam seorang yang penuh dosa itu lebih baik dibanding sombongnya ahli ibadah? Kadang-kadang lho yaaa? .Sebab, tidak sedikit pula seorang yang aktif berdosa, tetapi sedikit pun tidak tumbuh rasa sesal. Malahan, sombong dan bangga dirinya luar biasa.
Dari itu, terkait upaya mensucikan hati dan membersihkan ruhani, maka memandang cela nan penuh dosa itu haruslah ke dalam diri sendiri. Merasa hina tanpa daya apa-apa, akan melancarkan langkah diri untuk segera mendekat kepada Allah Swt. Dalam ketundukan pasrah sekaligus diliputi rasa syukur, betapa diri yang penuh dosa dan tidak tahu diri ini, Allah Swt masih berkenan menganugerahi nikmat yang tiada terhingga, lebih-lebih kenikmatan untuk taat dan beribadah hanya kepada-Nya.
Ketika memandang ke dalam diri sendiri, merasa sebagai yang jauh dari kata sempurna, penuh cela dan noda. Maka, kepada manusia lain, haruslah pandangan yang berbeda yang digunakan. Yakni, pandai-pandailah diri untuk menemukan kebaikan-kebaikan yang ada pada manusia lain. Dengan demikian, diri semakin bisa berendah hati untuk saling menjaga, tidak saling mencela, apalagi menghina dan saling menjatuhkan.
Temukan hanya sisi-sisi baiknya. Tutupi semua jenis cela, jika ada. Jika pun ternyata benar-benar sempurna, tiada cela yang tampak, maka jangan pernah sekali pun terbersit hati untuk mencari-cari cela dan kekurangannya. Sungguh prilaku dosa yang begitu. Apalagi, sampai berani menfitnah, menyampaikan sesuatu yang memberi kesan tidak baik kepada orang yang memandang.
Dengan demikian, memandang hina dan penuh kekurangan kepada diri sendiri, akan menjadikan mudah menempuh jalan untuk beribadah dan bersimpuh sujud kepada Allah Swt. Sedang, senantiasa memandang baik kepada setiap manusia, akan mengantarkan diri sanggup berakhlak baik kepada siapa pun. Inilah yang dalam bahasa agama disebut sebagai upaya menjalin kemesraan dalam jalur hablun minallah dan hablun minannas.
Menjaga keselarasan antara hablun minallah dan hablun minannas ini yang tidak mudah. Di tengah perjalanan kehidupan, selalu saja ada bibit-bibit kotoran di hati yang dapat merusak amal. Dari itu, setiap saat, haruslah mawas diri dan sangat berhati-hati di dalam menjalankan amal kebaikan apa pun. Jangan sampai, semua yang dijalani tanpa ada hasil sama sekali. Untuk itu, perlu sekali kita mengingat-ingat pesan Rasulullah Saw kepada sahabat Muadz bin Jabal. Tentang kisah tujuh malaikat penjaga langit. Saking pentingnya, sampai-sampai sering membaca hadits ini sebagaimana seringnya ia membaca Al-Qur'an, dan mempelajari hadits ini sebagaimana ia mempelajari Al-Qur'an dalam mejelisnya.
Rasulullah Saw bercerita kepada Mu’adz bin Jabal bahwa Allah Swt menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Pada setiap langit ada satu malaikat yang menjaga pintu. Dan tiap-tiap pintu langit itu dijaga oleh malaikat penjaga pintu sesuai kadar pintu dan keagungannya.
Maka, Malaikat hafazhoh (malaikat yang memelihara dan mencatat amal seseorang) naik ke langit dengan membawa amal seseorang yang cahayanya bersinar-sinar bagaikan cahaya matahari. Ia yang menganggap amal orang tersebut banyak, memuji amal-amal orang itu. Tapi, sampai di pintu langit pertama, berkata malaikat penjaga pintu langit itu kepada malaikat hafazhoh, "tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, aku ini penjaga tukang pengumpat, aku diperintahkan untuk tidak menerima masuk tukang mengumpat orang lain. Jangan sampai amal ini melewatiku untuk mencapai langit berikutnya."
Keesokan harinya ada lagi malaikat hafazhoh yang naik ke langit dengan membawa amal shalih seorang lainnya yang cahayanya berkilauan. Ia juga memujinya lantaran begitu banyaknya amal tersebut. Namun, malaikat di langit kedua mengatakan, "berhentilah, dan tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, sebab dengan amalnya itu dia mengharap keduniaan. Allah Swt memerintahkanku untuk menahan amal seperti ini, jangan samapi lewat hingga hari berikutnya." Maka, seluruh malaikat pun melaknat orang tersebut sampai sore hari.
Kemudian, ada lagi malaikat hafazhoh yang naik ke langit dengan membawa amal hamba yang sangat memuaskan, dipenuhi amal sedekah, puasa, dan bermacam-macam kebaikan yang oleh malaikat hafazhoh dianggap demikian banyak dan terpuji. Namun, saat sampai ke langit ketiga, malaikat penjaga berkata, "tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, aku malaikat penjaga orang yang sombong. Allah Swt memerintahkanku untuk tidak menerima orang sombong masuk. Jangan sampai amal ini melewatiku untuk mencapai langit berikutnya. Salahnya sendiri ia menyombongkan dirinya di tengah-tengah orang lain."
Berlanjut ke artikel selanjutnya >>>
*M. Nurroziqi. Penulis buku-buku Motivasi Islam. Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya
Ingin tulisanmu dimuat di ESQNews.id? kirimkan ke email kami di [email protected]