MENARA 165 - JAKARTA. DR (HC) Ary Ginanjar Agustian, dalam Kultum bada shalat Dzuhur hari Kamis, 7 Juni 2018, di Masjid Ar Rohim di puncak Menara 165, Cilandak - Jakarta Selatan, menyampaikan bahwa kini umat muslim memasuki fase Final Ramadhan. Dimana kini sudah menginjak hari ke 20. Hal ini bila diibaratkan sebagai pertandingan sepakbola. Sebelumnya kita sudah melewati babak penyisihan dan babak semi final di waktu awal dan tengah. Kini kita semua tengah berlomba untuk memperoleh Medali Emas Lailatul Qadar, Medali Perak keselamatan dari Api Neraka, dan Medali Perunggunya berupa ampunan (maghfirah dan rahmat) dari Allah untuk dosa-dosanya.
Peraihan medali emas ini, akan nampak dari perilaku
seseorang yang berubah secara drastis menjadi jauh lebih baik dan konsisten
beribadah dan baik dalam bermuamalah, dibanding dengan sebelumnya. Jadi, DR Ary
Ginanjar Agustian menekankan bahwa, seseorang tidak dapat mengatakan bila ia
telah meraih Lailatul Qadar dengan mengatakan bahwa pepohonan merunduk padanya,
tanpa adanya perubahan yang konsisten tersebut.
DR Ary Ginanjar, yang telah mendalami bidang Spiritual
Quotient sejak 30 tahun yang lalu, menyampaikan bahwa perubahan Lailatul Qadar
dapat secara total merubah pola perilaku seseorang, karena pengaruh quantum
field yang merubah lobus frontalis di otak. Lobus frontalis adalah rumah bagi
pemikiran seseorang. Terletak di belakang mata, dan berperan dalam
mengintegrasikan pemikiran dan membentuk pola pikir dan perilaku seseorang.
Sementara, pusat kecerdasan spiritual, yang aktif saat kita
mendengarkan ceramah agama, dan melakukan aktivitas seperti berdzikir (menyebut
nama suci Tuhan), beribadah (bermeditasi), terletak pada Lobus Temporal,
menurut hasil temuan dari VS Ramachandran (1990) dan diperbaharui oleh Michael
Persinger (1997).
Sesuai dengan hasil penelitian terbaru yang disampaikan oleh
Ernest Lawrence Rossi dan Kathryn Lawrence Rossi (2016) yang dimuat oleh
International Journal of Neuropsychotherapy, menyatakan bahwa Quantum Field (medan
kuantum) di alam semesta, berkomunikasi dengan otak kita melalui bagian tubular
di sel syaraf otak yang mengantarkan vibrasi aktif ke seluruh bagian otak, dan
mengintegrasikan seluruh pemikiran, perasaan dan spiritualitas dalam satu koherensi.
Penghantaran gelombang otak yang terjadi pada malam Lailatul
Qadar pada manusia yang terpilih ini, mereset otak para manusia yang
dipilihNya, seperti yang terjadi pada reset sebuah komputer. Hingga dapat
merubah orang tersebut secara menyeluruh dan konsisten hingga hitungan seribu
bulan ke depannya.
Sejalan dengan ayat Allah dalam Al Quran di surat Al Qadar
tentang Lailatul Qadar yang menyatakan bahwa Lailatul Qadr (Malam Kemuliaan)
itu lebih baik daripada seribu bulan. Dimana pada malam itu turun para malaikat
dan Roh (Jibril) dengan izin Allah untuk mengatur semua urusan. Bahwa malam
kemuliaan (lailatul qadar) tersebut mencurahkan kesejahteraan hingga terbit
fajar.
Brain state yang telah koheren dengan eksitasi quantum field
pada seluruh bagian otak ini, memampukan manusia untuk memproses seluruh
informasi inderawi dan non inderawi yang masuk ke dalam otak dengan lebih baik.
Tidak hanya orang tersebut akan lebih baik dalam berpikir dan berperilaku, tapi
juga dalam penilaian (judgement) dan pengambilan keputusan (decision making). Membentuk
pola pikir dan perilaku yang mulia dan mengarahkannya pada kesuksesan yang
lestari dan berdampak baik pada dirinya dan orang disekitarnya.
Namun, malam kemuliaan ini diraih dengan beribadah malam di
masjid-masjid, dalam aktivitas hening. Melakukan ibadah seperti membaca quran, dzikir, dan doa-doa panjang. Maka lailatul qadar tidak dapat diisi dengan
memainkan media sosial atau games saat beriktikaf, karena akan menjauhkan dari
esensi keheningan dan ibadah yang dapat mendatangkan kemuliaan tersebut.
DR (HC) Ary Ginanjar Agustian juga menyampaikan pada jamaah
shalat Dzuhur di Masjid Ar Rohim yang terletak di puncak menara 165 untuk
mengoptimalkan waktu 10 malam terakhir ini, jauh dari riuh rendah persiapan
lebaran seperti memasak ketupat, berburu baju lebaran dan sebagainya yang ramai
akan urusan dunia. Untuk memfokuskan diri di 10 hari terakhir ini untuk
beribadah secara khusyuk, ikhlas dan tanpa pretensi dunia. Dari situ barulah
akan terbentuk pribadi yang memiliki kecerdasan spiritual dan kecerdasan
emosional yang tinggi, yang dapat terlepas dari belenggu material di dunia.
Akan terikat kokoh dua hal yang memperbudaknya di dunia
yaitu nafs amarah (nafsu untuk menguasai materi di dunia), dan nafs lawwamah
(nafsu untuk menyenangkan hati manusia, dan bukan Tuhan). Hingga tujuan hidup
seseorang yang telah mencapai Lailatul Qadar akan terfokus hanya pada
pengabdian untuk Tuhan, dan beramal shalih dalam bermuamalah dengan seimbang. (GINA AL ILMI)