Jumat, H / 29 Maret 2024

Teguhkan Hati Kami Di Atas Agama-Mu

Sabtu 30 Sep 2023 10:19 WIB

Author :M. Nurroziqi

berdoa

Foto: shutterstock

Oleh : M. Nurroziqi

ESQNews.id - "Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup." (Q.S. Al-Alaq: 6-7).

 

Hidup ini selalu berubah. Mau disadari atau tidak, saat ke saat adalah perubahan-perubahan yang tidak pernah bisa terelakkan. Semua. Tidak hanya soal diri ini yang terus mengarah ke tua. Tetapi juga segala yang musti dihadapi dan dialami juga senantiasa berbeda. Jadi, tidak mengherankan jika sekali waktu ada kalanya terjal, ada juga yang landai. Ibarat jalan, tidak selamanya lurus dan mulus. Jika di satu waktu mendapat untung, di waktu yang lain bisa jadi merugi. Jika saat ini miskin, boleh jadi esok kaya. Begitu pun ketika di kala ini sehat, lusa-lusa bisa makin sehat dan berlimpah harta.


Begitu seterusnya. Perubahan demi perubahan pasti ada dan terus ada sepanjang nyawa masih dikandung badan. Lantas, adakah yang tidak berubah? Atau, yang bisa dijaga untuk tetap dan tidak tersentuh perubahan?

 

Akhlak. Sikap baik dari manusialah yang musti dijaga demi terselamatkannya diri. Menjaga diri agar tetap dalam kebaikan inilah yang dikenal dengan istilah istiqamah. Apapun dan bagaimanapun perubahan diri dengan beragam situasi di luar diri, kebaikan haruslah dijaga, dipertahankan betul. Jangan sampai berubah. Memang, ada kalanya diri yang manusiawi, yang dasarnya bisa salah dan lupa, sedikit tersesat dalam ketidakbaikan. Maka, alangkah nikmatnya jika diri segera menyadari. Bertaubat. Kemudian, meniti jalan kebaikan lagi.


"Yaa muqollibal quluub, tsabbit qolbii 'alaa diinik" adalah doa yang setiap waktu dimohonkan kepada Allah SWT agar diri memiliki keteguhan sikap dan ketetapan hati hanya dalam kebaikan, hanya dalam lajur lurus yang telah Allah SWT aturkan.


Kenapa musti berdoa begitu?

Manusia, sejatinya mudah sekali terpesona oleh segala rupa yang mengasyikkan nafsu. Manusia, senang sekali dengan hiruk pikuk dunia yang sementara. Ingin ini, berharap begitu. Semuanya, dicita-citakan supaya terpenuhi. Bahkan, saking ngebetnya, tidak jarang cara-cara yang menyimpang dari jalur-Nya ringan saja untuk ditempuh. Tidak cuma tujuan-tujuan buruk, terkadang untuk tujuan-tujuan yang katanya baik pun, mau saja menempuhnya dengan cara-cara yang kurang baik. Begitulah diri jika sudah diliputi nafsu. Sudah bebal hatinya, sehingga ketika ada yang memperingatkan jika jalan yang dipilihnya salah, malah marah-marah. Bukankah tidak ada tujuan yang baik jika ditempuh dengan cara-cara yang tidak baik?


Hanya demi gaji tinggi, berani sogok kanan-kiri. "Mau bagaimana lagi? 'Kan sudah tradisi?" Begitulah dalihnya. Mau pangkat meningkat, semua yang di sekelilingnya disikat. Mau menjabat? Menjadi wakil-wakil rakyat? Bukan tulus dari hati untuk mengabdi. Tetapi, seperti berjudi. Bemodal yang lumayan banyak demi nanti bisa meraup keuntungan dan peluang beroleh yang jauh lebih banyak. Berapa isi amplopnya? Berapa karung sembako yang dibagi-bagikan? Itu bibit tanaman. Panennya pas duduk di kursi wakil rakyat.


Dan yang jelas, masih banyak lagi sikap plin-plan, bagi yang tidak kuat hatinya, yang tidak kukuh akhlaknya, yang tidak tatag imannya, yang sama sekali tidak istiqamah dalam kebaikan. Na'udzubillah. Demikian itulah, budak-budak dunia. Segalanya, digantungkan pada kesementaraan dunia. Tujuannya, menuruti nafsu atas kemewahan dunia yang tidak akan ada habis-habisnya. Ada yang lebih parah lagi. Ketika sedang tidak berpunya, menangis meronta-ronta. Rajin sekali beribadah seakan esok mau meninggal dunia saja. Tetapi, begitu diganjar ini dan itu, bertolak pinggang setinggi dada setiap waktu. Ketika dianugerahi sedikit kelebihan, merasa tinggi hati, sombongnya luar biasa sekali, dan yang lain dianggap tidak memiliki arti. Dipandangnya penuh hina, direndah-rendahkan, dicaci-maki. Bukankah kelebihan juga seperti halnya kekurangan? Semuanya ujian, bukan? Menjadikan diri tetap rajin bersimpuh luruh menyembah Allah SWT? Ataukah lalai sembari merendahkan dan menghinakan makhluk-makhluk-Nya?


"Andaikata seorang anak Adam (manusia) mempunyai satu lembah emas, pasti ia ingin mempunyai dua lembah. Dan tiada yang dapat menutup mulutnya (tidak ada yang dapat menghentikan kerakusannya kepada dunia) kecuali tanah (maut). Dan Allah berkenan memberi taubat pada siapa saja yang bertaubat." (H.R. Bukhari dan Muslim).


"Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal." (Q.S. Thaha: 131).


Demikian itu, Allah SWT melalui teladan mulia Rasulullah Saw, memerintahkan untuk berhati-hati dengan segala hiruk pikuk dunia. Jangan sampai, semua menarik diri untuk tidak istiqamah dalam berakhlak karimah.


Sudah berapa ribu kali "ihdinasshirotol mustaqiim. Ihdinasahirotol mustaqiim."? Sehari semalam berulang kali. Namun, tidak jarang cuma basah di lisan. Sadar sedang berdoa memohon kepada Allah SWT pun, kadang tidak. Sehingga, jangankan sampai membekas dalam akhlak, merasuk ke hati saja tidak. Inilah, gaya beribadah manusia bermatakan dunia. Tidak lain hanya membekaskan rasa sombong dan tinggi hati nan paling suci di antara yang lainnya. Na'udzubillah.


Membenahi diri, meningkatkan kualitas akhlak diri, pastilah dimulai dari kuatnya hati, kukuh dan tetapnya iman di dada. Barulah ketika menghadapi apa pun saja, menyikapi kondisi yang bagaimanapun juga, hati tidak bergeming. Tetap istiqamah dalam kebaikan. Ibaratkan gunung emas di hadapan, jabatan setinggi langit menanti, jika menjadikan iman terjual, akhlak diri terkotori, haruslah berani berpaling. Bukankah seperti itu yang diteladankan baginda tercinta, Rasulullah SAW? Begitu pun ketika dianugerahi keberuntungan dengan beragam kelebihan, jangan merasa lebih dari yang lain, kemudian bermata picik, memandang yang tidak selevel dengannya rendah dan terhina.


Semoga hidup kita dihiasi-Nya dengan akhlak mulia. Berbudi pekerti yang luhur kepada Allah SWT, berakhlak penuh kasih dan sayang terhadap semua ciptaan-Nya.

Ihdinasshirootol mustaqiim.

 

*M. Nurroziqi. Penulis buku-buku Motivasi Islam. Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya.



Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA