“Kakak, tahu nggak, tadi
tiba-tiba ada bocah yang waktu itu ikut acara dongeng nyamperin aku,
terus bilang, ‘Kak, kapan banjir lagi ya? Aku pengen dengar dongeng lagi
nih’.”
Demikian sebuah pesan singkat yang
diterima oleh seorang pendongeng, yang beberapa waktu lalu aktif memberikan
hiburan edukatif pada anak-anak korban banjir di pengungsian. Ia tidak
menyangka hal kecil yang dilakukannya sangat berkesan di hati anak-anak korban
banjir. Yang membuat ia takjub yaitu pernyataan anak yang “berharap banjir
lagi” hanya karena ingin mendengarkan dongeng.
Kisah di atas sepertinya sebuah
lelucon. Namun itu nyata terjadi. Sebuah fakta yang sulit dipungkiri bahwa
semua anak suka cerita, dongeng atau kisah. Sejak dahulu kala, di seluruh
dunia, anak-anak bahkan orang dewasa sekalipun menyukai cerita. Di Inggris
suatu kali pernah diadakan jajak pendapat pada orang-orang dewasa.
Pertanyaannya mengenai saat apakah mereka merasa bahagia di masa kecilnya dulu.
Jawaban terbanyak mereka, “Pada saat orangtua mereka membacakan buku atau
cerita.”
Mendiang Steve Jobs, pendiri Apple,
pernah membocorkan rahasia kehebatannya dalam membuat materi presentasinya yang
sangat menarik. Ia menyebutkan tips pertamanya adalah ‘buatlah kisah yang
menarik hati dan pikiran’. Alasannya menurut Jobs: “Human have been telling
stories for thousands of years.” Ya, manusia sudah bercerita sejak ribuan
tahun lalu. Terlihat ukiran di gua-gua atau candi-candi yang menunjukkan bahwa
mereka sesungguhnya sedang mengungkapkan kisah melalui gambar.
Cerita, diyakini merupakan metode
komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia. Al-Qur`an pun
banyak berisi kisah atau cerita. Allah Ta’ala mengajak umatnya untuk
berpikir dan menyentuh jiwanya melalui kisah-kisah dalam kitab suci. Kekuatan
cerita mampu masuk ke alam bawah sadar manusia, sehingga terekam lebih kuat
dalam memori. Cerita juga memungkinkan seseorang mendapat hikmah tanpa merasa
digurui.
Para ahli pendidikan sangat meyakini
bahwa bercerita menguatkan hubungan antara anak-anak dengan orangtua. Terlebih
jika yang diceritakan adalah kisah-kisah teladan yang bersumber dari al-Qur`an
dan Hadits yang disampaikan dengan cara menarik.
Sebagian ulama terdahulu berpendapat
bahwa cerita merupakan salah satu senjata Allah yang dapat meneguhkan hati para
wali-Nya. Cerita memiliki keindahan yang mengandung kenikmatan tersendiri. Imam
Abu Hanifah berkata, “Kisah-kisah tentang para ulama dan perbuatan baik mereka
lebih saya sukai daripada ilmu fiqih. Sebab, kisah itu merupakan adab suatu
kaum yang mempunyai pengaruh yang besar dalam menarik perhatian dan
meningkatkan kecerdasan berpikir seorang anak.”
Namun, mengapa lebih banyak orangtua
khususnya ayah yang memilih menghabiskan waktu di dunia pekerjaannya. Banyak
yang berpikir itulah yang akan
membahagiakan dan lebih penting untuk diberikan kepada anak-anaknya. Wahai para
ayah, ketahuilah bahwa jiwa anak-anak sesungguhnya haus akan sentuhan jiwa yang
disampaikan melalui kisah-kisah penghantar tidur.
Simak apa yang disampaikan Obama,
“Surga kecil yang saya nanti-nantikan
ialah saat saya bisa duduk-duduk dengan putri saya yang berusia enam dan tiga
tahun, lantas malamnya membacakan buku untuk mereka, kemudian membaringkan
mereka ke ranjang. (American Libraries, Agustus 2005).
Sumber:
Sebuah Pekerjaan Bernama Ayah, Arga
Tilanta-2018