Fokus Ramadhan untuk Membangun Karakter
Oleh: Ida S. Widayanti
Usai mengisi acara bedah buku di sebuah sekolah menengah, seorang penulis buku mendapat pesan singkat (SMS) dari salah seorang peserta.
“Bu, seharusnya buku ibu terbit 18 tahun lalu ketika kami baru menikah. Sekarang kami kebingungan mendidik ketiga anak kami yang sudah berangkat remaja.”
Masih terbayang di pelupuk matanya, seorang ibu mengejarnya dan dengan mata berkaca-kaca berkata, “Ibu, saya perlu bicara. Berapa saya harus bayar ibu perjam untuk konsultasi. Sepertinya saya sudah terlambat mendidik anak-anak.”
Dari konsultasi para orangtua banyak permasalahan terjadi pada anak yang kini tidak saja melanda usia remaja, namun juga anak pra baligh. Hal-hal yang sering dikeluhkan adalah perilaku berkata dan bersikap kasar, sikap tidak peduli, sulit diajak ibadah shalat, sering konflik, dan yang lainnya. Permasalahan lain yang juga terus meningkat adalah berbagai adiksi nonton TV, game, konten pornografi, juga narkotika.
Banyak orangtua yang terlambat menyadari bahwa membangun karakter positif anak perlu dilakukan sejak dini. Sahabat Nabi SAW, Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan, “Cetaklah tanah selama ia masih basah dan tanamlah kayu selama ia masih lunak.” Ini menyiratkan bahwa proses pembentukan karakter perlu dilakukan sedini mungkin.
Usia dini merupakan masa yang sangat menentukan bagi keberhasilan seseorang sepanjang hayatnya. Karena pada masa ini anak sedang membuat pola-pola pikir dan perilaku yang akan digunakan kelak saat dewasa. Pola-pola positif tidak bisa didapatkan secara instan, namun perlu proses panjang sejak usia dini.
Lalu bagaimana jika anak-anak sudah berangkat remaja atau dewasa, apakah sudah terlambat mendidik mereka?
Membangun karakter anak ibarat menanam sebatang pohon. Pada awalnya kecil lalu tumbuh makin tinggi. Setelah pohon itu besar akan terlihat apakah pohon itu subur atau tidak. Apakah berbatang dan berakar kuat, berdaun rimbun, dan berbunga serta berbuah lebat atau tidak. Orang berkarakter positif akan bisa memberi manfaat bagi dirinya sendiri dan juga orang lain, seperti pohon yang buahnya dapat dinikmati orang lain. Namun, jika pohon itu kering kerontang tentu tidak akan berbuah dan tidak memberi manfaat baik berupa keteduhan maupun memberikan buah.
Kita tidak bisa menebang pohon yang terlanjur tidak subur lalu seketika menumbuhkan pohon baru yang subur dan berbuah. Yang harus kita lakukan adalah terus menyirami pohon yang sudah tumbuh tersebut, memberi pupuk, dan membersihkan hama-hama penyakitnya. Dengan demikian akan tumbuh batang dan cabang baru yang subur dan lebat daunnya, sehingga dapat menghasilkan bunga dan buah. Artinya, tetap optimis dan terus membangun hal-hal positif pada anak di usia berapa pun. Karakter negatif jika tidak diperkuat akan berkurang dan hilang. Sedangkan karakter positif jika terus dibangun dan dipupuk akan terus tumbuh.
Tak pernah ada kata terlambat dalam mendidik anak. Orangtua tidak perlu berputus asa ketika melihat ada hal-hal atau kebiasaan negatif pada diri anak. Yang diperlukan adalah kesabaran, keikhlasan, kerjakeras, dan konsisten.
Sahabat Nabi SAW, Hudzaifah Ibnul Yaman berkata, ”Sesungguhnya tidaklah Allah menciptakan sesuatu melainkan bermula dari kecil kemudian membesar, kecuali musibah. Allah menciptakannya bermula dari besar kemudian mengecil.”
Bulan Ramadhan adalah momentum terbaik untuk membangun karakter anak-anak juga diri kita sebagai teladan bagi anak. Jauh sebelum Ramadhan kita persiapkan segala sesuatunya. Sosialisasikan bahwa kita akan menyambut bulan yang agung, bulan perbaikan diri ke arah positif.
Caranya? Pertama, orangtua membuat pemetaan problem pada masing-masing anak. Kedua, membuatkan program kegiatan baik yang bersifat pribadi maupun bersama.
Untuk menggairahkan kegiatan ibadah, orangtua bisa mengajak anak bersafari ke masjid-masjid indah, yang sudah dan yang belum pernah dikunjungi. Di tempat yang nyaman dan indah, shalat, tadarus, dan berbuka puasa akan terasa berbeda. Bertadarus dan membaca buku berkonten positif juga bisa dilakukan dengan menggelar tikar di taman berumput di samping kolam.
Banyak orangtua yang saat bulan puasa mengutamakan pada melatih anak menahan nafsu makan dan minum. Tetapi agar anak tidak terfokus pada rasa lapar dan haus justru diberikan perangkat game, sehingga waktu berpuasa menjadi tidak terasa. Sebaiknya jauhkan anak dari hal-hal yang membuat semakin ketagihan seperti perangkat game.
Untuk mengisi kekosongan waktu, orangtua bisa mengajak anak bermain edukatif yang melibatkan berbagai stimulasi indra, baik itu indra penglihatan, pendengaran, perabaan, maupun motorik. Permainan tradisional seperti congklak jauh lebih baik dari pada nonton sinetron atau main game. Tidak saja melatih bersosialisasi, dan motorik tangan, namun juga mengajarkan matematika karena di situ ada perhitungan tambah, kurang, juga kali, dan bagi.
Selain itu, bisa juga mempelajari berbagai keterampilan kreasi kerajinan tangan yang kelak bermanfaat untuk hidupnya di masa datang, seperti origami, menjahit, dan membuat kue, dan sebagainya.
Jika kita fokus, konsisten, dan khusyuk selama sebulan penuh menjalani ibadah-ibadah wajib dan sunnah, maka niscaya Allah akan mengampuni hal-hal buruk di masa lalu. Sebagaimana dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, “Barangsiapa puasa pada bulan Ramadhan atas dasar iman dan untuk mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.”
Kretivitas orangtua dalam membuat program kegiatan untuk anak-anak sangat diperlukan, sehingga mereka dapat mengurangi kebiasaan negatif, dan menumbuhkan kebiasaan baru yang baik. Jangan sampai anak-anak berpuasa namun hanya mendapatkan lapar dan dahaga, yang berarti bahwa puasanya gagal membangun karakter positif.*