ESQNews.id, BALIKPAPAN - “YAKIN? Kriteria calon yang diinginkan “cuma” ini saja yang ditulis?”
“Iya ustadz. Cukup itu saja. Yang penting shalehah dan mujahidah”
Penuh semangat, laki-laki asal Bojonegoro, Jawa Timur, itu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dalam interview peserta Pernikahan Mubarak Hidayatullah, baru-baru ini.
Anak muda bernama Muhammad Ibnu ini merupakan salah satu peserta Pernikahan Mubarak 40 Pasang yang diadakan oleh Kampus Ummulquro Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Teritip, Balikpapan, Kaltim, yang digelar Sabtu, 4 Jumadil Ula 1444 (18/11/2023).
Biasanya, pertanyaan “kriteria” pasangan adalah lumbung jawaban bagi peserta untuk mengisi “sepuas hati”. Mereka boleh menulis apa saja yang menjadi impian atau harapan selama ini. Mulai dari yang bersifat prinsip soal keshalehan agama hingga nasab keturunan, dan kecantikan, serta kemapanan ekonomi, dan sebagainya.
Uniknya, lajang yang diamanahi sebagai pengasuh santri di Pesantren Ashabul Kahfi, Bekasi, ini cukup mencantumkan dua hal di atas.
“Soal cantik bagaimana? Biasanya rata-rata orang menulis itu semua. Mau wanita yang cantik,” telisik yang mewawancara.
“Sebenarnya cantik itu relatif saja, Pak Ustadz. Artinya itu tergantung siapa yang memandangnya,”
Menurutnya, jadi kalaupun dianggap tidak cantik, itu biasa saja baginya.
“Malah itu jadi keistimewaan kalau kurang cantik. Biar cantiknya nanti di surga saja insya Allah,” jelasnya panjang lebar soal perspektif kecantikan wanita dambaannya.
“Lalu apa yang dibayangkan dengan perempuan mujahidah? Kenapa memilih kriteria tersebut?”
<more>
Makin ke sini rasanya dialog menjadi semakin berisi bahkan penuh semangat. Dalam Pernikahan Mubarak, urusan wawancara memang menjadi satu elemen penting untuk menggali seluasnya pemikiran dan karakter setiap peserta.
“Iya ustadz. Pernikahan ini kan untuk perjuangan dakwah. Jadi harus jadi mujahid dan mujahidah. Kalau bukan mujahidah, nanti malah tahan-tahan suaminya kalau mau berangkat tugas dakwah”
Ibarat roket yang diluncurkan oleh para Mujahid Gaza Palestina ke jantung pertahanan musuhnya. Ungkapan itu juga meluncur deras dari lisan pemuda tersebut. Seakan sukses menghantam dan meluluhlantakkan ego yang masih bercokol dalam diri.
Terima kasih atas nasihatnya sang pemuda. Benar! Hidup ini hanya bernilai jika diisi dengan perjuangan dan pengorbanan untuk dakwah dan agama tercinta.