Jumat, H / 29 Maret 2024

Perjalanan Dwiki Dharmawan di Dunia Musik, Pernah Menerima Kritikan Pedas dari Mahasiswa

Rabu 26 Aug 2020 15:22 WIB

Reporter :Endah Diva Qaniaputri

Dwiki Dharmawan

Foto: dok. Pribadi

ESQNews.id, JAKARTA - Saat meletus tahun 1883, abu Krakatau menguasai langit Eropa Utara. Hampir menyebar ke seluruh dunia. 

Kisah yang sangat melegenda itu, ternyata menimbulkan inspirasi bagi Dwiki Dharmawan dan teman-temannya saat mendirikan sebuah grup band.

“Jadi filosofi yang sederhana bagi anak-anak muda pada saat itu. Suatu saat Krakatau Band juga bisa terbang ke seluruh dunia,” papar Dwiki menceritakan mimpinya yang mulai ia rintis saat berumur 17 tahun. “Cita-cita mendirikan sebuah band itu sederhana sekali namun bermakna bagi kami,” terangnya.

Lagu bertemakan tentang rasa semangat, menjadi ciri khas band tersebut. Seperti masalah jiwa anak muda meraih dunia. Salah satu lagu yang diciptakan pada tahun 1985 dikenal dan disukai para remaja pada masanya. Lagunya berjudul Gemilang. Berisi tentang mencapai kegemilangan.

<more>

Hampir 10 tahun bermusik. Ternyata impian berkelana keliling dunia itu belum tercapai juga.

“Karena itu, kita semua vakum dan merenung. Apa gerangan yang membuat kita berkutat di Indonesia saja?” kenangnya. 

Ada pengalaman unik yang menjadi benang merah perjalanan Dwiki dan Krakatau kemudian. Pada saat balita Dwiki, sering diajak oleh sang Ibunda untuk bermain ke belakang rumahnya. Di sana ada sebuah kampus Institut Seni Budaya Indonesia Bandung (ISBI). ISBI adalah perguruan tinggi negeri yang menyelenggarakan pendidikan program Vokasi, Sarjana dan Pascasarjana dalam bidang seni dan budaya.

Di tempat itulah, ia sering mendengarkan irama angklung, gamelan. Serta melihat berbagai tarian nasional yang diperagakan oleh mahasiswa ISBI. 

Awal Dwiki mengenal seni atau tradisi khususnya di Bandung yaitu karawitan sunda. Ia merasakan perubahan musik yang luar biasa. “Saat sunatan saya diberikan sebuah piano. Kemudian jadi pianis sejak muda.” 

Ternyata beberapa tahun kemudian, tahun 1993 awal. Krakatau diundang oleh ISBI. Di sinilah perubahan itu bermula. Dwiki dan tim percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan jawaban kepada mereka.

Krakatau Band diminta oleh para mahasiswa untuk memberikan workshop dan sharing tentang pengalaman mereka di dunia musik. Karena saat itu di ISBI ada fakultas baru di bidang musik, yang tentu mahasiswanya pun baru. 

Ada pertanyaan sekaligus kritikan pedas dari seorang mahasiswa terhadap musik Kraktau Band. Ucapannya masih diingat jelas oleh Dwiki.

“Menyimak musik-musik Anda, ini tidak ada bedanya dengan saya mendengar sebuah musik Barat, lagu pop musik Barat. Tapi musik pop Barat yang berbahasa Indonseia. Saya tidak tahu khasnya apa musik Anda ini apa sehingga bisa menjadi nge-top. Makannya saya tidak heran kalau Anda dan tim Anda tidak pernah kemana-mana selain di Indonesia,” kata mahasiswa baru.

Pertanyaan itu terngiang-ngiang. Mahasiswa baru mengkritisi mereka. Uniknya Dwiki dan kawan-kawan waktu itu tidak merasa kesal atau ingin marah. Tapi mereka memahaminya itu sebagai kritikan yang membangun sekaligus sebagai pemberitahuan dan jawaban dari semua doa.

Dwiki menyikapi kritikan mahasiswa baru itu dengan positif. Baginya itu merupakan usulan tentang eksplorasi musik karawitan Sunda dengan musik Indonesia yang sangat luar biasa beragam ini ke dalam musik di Krakatau Band.

 “Setelah workshop, mahasiswa itu bersama dosennya saya ajak untuk berkolaborasi, mempraktekkan usulan mahasiswa itu,” ucap pria kelahiran Bandung itu.

Keenam orang tersebut bereksplorasi, antara musik tradisional sunda dengan jazz atau fusion. Pertama kali mereka tampilkan pada event Nasional Jakarta Jazz Festival tahun 1993. 

Dwiki mengatakan, “Responnya sangat luar biasa, dimana kami menggunakan gendang, gamelan, rebab, saron, tarawangsa, sinden Sunda digabungkan dengan jazz. Banyak promotor dari luar negeri saat itu, banyak musisi yang langsung mengabarkan musik kami.”

Tahun berikutnya mereka diundang ke Benua Australia. Sejak saat itulah cita-citanya mulai tampak.

20 tahun berlalu, dengan musik Hybrid ini mereka sudah mengelilingi lebih dari 40 negara atas nama grup Krakatau Etnik.

15 tahun berikutnya dibuat Dwiki Dharmawan World Peace Orchestra. “Alhamdulillah, sudah 70 negara lebih yang sudah dikunjungi,” jelas Dwiki.

Demikian perjalanan Dwiki dan tim yang dalam kiprahnya itu menjadi Duta Budaya Indonesia. Ia banyak melakukan diplomasi budaya dalam musik yang memberi citra positif dan mengharumkan nama Indonesia berkat racikan unsur tradisional.

Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA