Jumat, H / 29 Maret 2024

Pentingnya Menertibkan Kenangan

Selasa 19 Sep 2023 10:27 WIB

Author :M. Nurroziqi

ilustrasi.

Foto: google pics


Oleh : M. Nurroziqi

ESQNews.id - Manusia yang sedang dilanda kepenatan di dalam hidupnya, galau, sedih, stres, juga frustrasi, mencari hiburan adalah bagian dari cara yang ditempuh untuk membuang kepenatan itu. Hiburan, haruslah sesuatu yang benar-benar membahagiakan, yang bisa meringankan, bahkan membuang beban kesedihan di hati. Tetapi, adakah yang bisa dengan mudah menemukan hiburan itu? Jangan-jangan, yang aktif mengumbar "bahagia itu sederhana" di media sosial, malah dilanda kesulitan luar biasa untuk menempuh jalan kebahagiaan?


Entah sudah berapa duit yang dihabiskan? Entah sampai di belahan dunia mana kaki dijejakkan? Entah ambisi dan keinginan mana saja yang sudah dilampiaskan? Tetapi nyatanya, kerapkali bahagia hanya singgah sebentar, diri terbuai kenikmatan cuma sekejap saja. Setelah itu, kembali pada rutinitas keseharian, disibukkan oleh aktivitas diri sehari-hari, penat lagi, stres kembali, susahnya makin banyak lagi, keluhan nan penuh kegelisahan yang menunjukkan diri semakin jauh dari kebahagiaan.


Baca juga : Menjadi Pribadi yang Selalu Baru


Dunia ini permainan. Dunia ini perhiasan. Jadi, bermain 'kan tentunya asyik, diliputi kegembiraan yang tiada tara. Dan siapa yang tidak berbahagia dengan perhiasan? Lah kok ya bisa-bisanya sampai kesulitan untuk bisa berbahagia?


Semua yang di atas tadi, dasarnya ada di luar diri. Bahagia, dipahami bersumber dari apa dan siapa. Bahagia dikiranya terdapat dalam segala rupa yang terhampar di dunia. Tetapi, sesungguhnya bahagia terletak di hati, di kedalaman diri. Ini yang kerapkali tidak disadari. Sehingga, yang utama harus diupayakan adalah mengkondisikan hati agar senantiasa cocok dengan kondisi di luar diri. Mengatur suasana diri agar senantiasa selaras dengan beragam hidup yang musti dijalani. Jika sejak awal hati sudah tidak cocok dengan yang di luar diri, jelas yang muncul cuma derita, hanya kesusahan hidup yang menyiksa.


Hati yang senantiasa cocok dengan berbagai keadaan inilah, maka bahagia akan terus membuncah. Hati yang terus menerus cocok dengan segenap pemberian dan takdir-Nya inilah, sebenarnya sikap dari rasa syukur. Kondisi diri yang penuh syukur, yang dijanjikan akan ditambah dan ditambah lagi dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang jauh lebih bahagia. Kok bisa? Sering memberikan jajanan kepada anak-anak? Jika anak merasa cocok dengan jajanan itu, tentu sebagai orangtua akan dengan senang hati memberikannya lagi, bahkan dalam jumlah yang lebih. Tetapi, jika belum apa-apa anak tidak suka, tidak cocok sama sekali, orangtua pun akan menghentikan pemberian itu. Insya Allah begitu.


Baca Juga : Membuang Beban Masa Lalu


Merasa cocok. Sanggup bersyukur. Ini semua, sama sekali bukan sebab tingginya pendidikan seseorang. Bukan juga lantaran melimpah ruahnya kekayaan. Tidak sebab pangkat-pangkat dunia yang bergelantungan di pundak. Melainkan, semua bermula dari kebeningan hati yang di dada. Hati yang selesai dengan kenangan. Hati yang merelakan. Masalahnya, tidak sedikit diri yang menggantungkan kebahagiaan pada apa dan siapa. Terlampau banyak yang menaruh bahagianya terhadap semua yang di luar dirinya. Akhirnya, diri menjadi semakin terpojok. Ruang bahagianya semakin sempit dan lambat laun menjadi hilang.


Lantas, langkah apa yang diambil untuk bisa senantiasa berbahagia?


Pernah melihat kisah bagaimana manusia menjadi trauma? Atau merasa alergi dengan sesuatu? Sesungguhnya, rasa sakit yang begitu, sebab ketidakmerdekaan diri dari kenangan. Sepanjang masa yang dilalui, kenangan-kenangan tidak baik selalu menghantui. Jelas, yang begini, sulit menemukan bahagia. Kenangan ini, tidak semata dengan apa, tetapi juga tentang siapa. Terhadap apa saja, jika sudah terdapat kenangan yang tidak menyenangkan, maka sekuat diri pasti ingin menjauh, jangan sampai menyentuh. Kepada sesama manusia pun begitu, jika yang diingat-ingat hanya yang tidak baik, yang masuk pertama di dalam diri adalah kesan yang tidak menyenangkan, jangankan akrab dalam persaudaraan, saling bertatap muka saja enggan. Dari itu, menertibkan kenangan menjadi langkah yang musti segera diambil.


Nah, bangunan kenangan ketidakbaikan inilah yang hari-hari ini banyak menjangkiti manusia. Setiap ketidakbaikan yang terdapat dalam apa dan siapa, dipungut, disimpan, diabadikan di dalam diri. Sehingga, menjadi penyakit dan mengotori hati. Tidak sanggup move on. Cacian, saling menyalahkan dan menjatuhkan, mudah marah, gampang tersulut pertengkaran, adalah sikap-sikap yang menjadi ekspresi diri. Kalau sudah begini, dunia semakin sempit, untuk selalu bahagia menjadi sulit. Bandingkan dengan yang selalu ingat kebaikan seseorang. Bandingkan dengan kesadaran diri bahwa segala sesuatu tidak tercipta sia-sia. Maka, hidup ini, asyik aja. Banyak 'kan yang sudah berniat baik, begitu ingat ketidakbaikan sesuatu, menjadikan niatan baik itu tidak mewujud?


Kalau sudah bisa menertibkan kenangan. Hanya tentang kebaikan yang menancap di hati dan pikiran. Hanya prasangka-prasangka baik yang menghiasi penglihatan di dalam memandang segala. Jika langkah ini sudah terlalui, maka dengan sendirinya hati menjadi mudah merelakan. Hati yang sudah begini, mau apa pun saja yang terjadi, ada manusia model bagaimana pun juga di hadapan diri, nuansa hati akan semakin indah dan sangat bahagia. Apa dan siapa yang dihampirkan Allah Swt di takdir kehidupan ini, senantiasa termaknai sebagai selaksa hadiah dari-Nya. Dan tentunya, pasti ternikmati sebagai bahagia yang tiada tara.

 

*M. Nurroziqi. Penulis buku-buku Motivasi Islam. Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya.

Ingin tulisanmu dimuat di ESQNews.id? kirimkan ke email kami di [email protected]


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA