Kamis, H / 28 Maret 2024

Pengabdian Kedua Sang Jenderal

Selasa 14 Aug 2018 10:28 WIB

Singgih Wiryono

Direktur Utama BULOG, Budi Waseso

Foto: Humas BULOG

Budi Waseso, Purnawirawan Komisaris Jenderal Polisi Republik Indonesia ini dikenal sebagai sosok penegak hukum yang tak kenal ampun, terlebih untuk kasus-kasus narkotika.


Pria kelahiran Pati, Jawa Timur 58 tahun silam ini mencuat namanya setelah berhasil membongkar kasus-kasus besar gembong narkoba, salah satunya yang paling akhir adalah menangkap penyelundupan Narkotika seberat 1,6 Ton. Kini Sang Jenderal kembali menerima mandat untuk mengabdi pada negara di bidang yang jauh berbeda. Dipilih menjadi Direktur Utama BULOG, Buwas siap berjuang untuk pengabdian keduanya dalam mewujudkan kedaulatan pangan.


Atas prestasinya di Kepolisian sebagai penegak hukum, dia menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia dalam menuntaskan salah satu kejahatan ekstra ordinari tersebut. Setelah memasuki masa pensiun, pria dengan sapaan akrab Buwas ini dipilih Presiden untuk memimpin salah satu BUMN, yakni BULOG.


Menjadi tantangan baru bagi Buwas yang sebelumnya berlatar belakang Polisi, dan karir tertinggi sebagai Komjen Polisi dan Kepala BNN, kini dia berstatus sebagai Direktur Utama BULOG yang jauh berbeda dari segi latarbelakang instansi dan pengerjaannya.


"Saya bilang pada Presiden Jokowi, saya ini nol soal pangan dan regulasi pangan, tapi kenapa saya?"


Tidak hanya itu, Buwas juga bercerita tentang karakter dibalik dirinya yang dibesarkan dari keluarga militer. Juga tentang cerita unik dirinya yang lebih memilih kavling kuburan ketimbang membeli rumah terlebih dahulu. 


Buwas terlahir di keluarga dengan seorang ayah tentara dengan pangkat terakhir sebagai Letnan Kolonel. Keluarganya memiliki kedisiplinan yang tinggi. Hal tersebut memberikan pendidikan pada dirinya untuk menjadi tangguh. Tapi itu justru yang memberikan pendidikan manusia itu menjadi manusia yang tangguh. Dengan segala keterbatasan manusia harus fight. Hal tersebut menjadikan menjadi manusia yang tangguh. dan keluarga saya itu dibentuk dari orang yang memang punya ketangguhan.


Buwas meniti karirnya di kepolisian dari awal hingga saat ini dia bergelar Komisaris Jenderal Polisi. 


Dirut BULOG, Mayjen Pol (Purn) Budi Waseso (kemeja putih), Bersama CEO ESQ Leadership Center, Ary Ginanjar Agustian (kemeja hitam). Dok Humas Bulog.


"Saya bisa mencapai itu karena dulu ayah saya memberikan motivasi dia pada saya. Manusia hidup manusia berkarya manusia bekerja harus memiliki pedoman hidup," ujar dia.


Ada petuah yang selalu dipegang seorang Buwas dari sang ayah. Dia menyebutnya 3K untuk Komitmen, Konsistensi dan Konsekuensi. Manusia-manusia harus punya komitmen, membangun komitmen untuk pedoman dan menjalankan komitmen. 


"Kata ayah saya, kamu kalau bekerja harus punya komitmen, apalagi kalau kamu berkeluarga, harus punya komitmen. Komitmen adalah kerja tim, kerja yang sama," jelas dia.


Kemudian kedua adalah Komitmen itu harus dikerjakan dengan Konsisten. Manusia itu konsisten termasuk hidup. Jika berprofesi sebagai polisi harus konsisten, karena di awal memang komitmen untuk menjadi polisi.


Ketiga adalah konsekuen. Jika kedua K diawal sudah dijalankan, maka akan ada tantangan dan hambatan yang dihadapi inilah yang disebut Konsekuen.


"Kamu harus konsekuen, dan terima segala konsekuensi dan resikonya, kamu harus ambil tidak boleh menyerah dan meranduk, tidak boleh cari kambing hitam. Kamu harus tanggung jawab," Buwas menjelaskan.


Saat ditemui, Buwas mengenakan kemeja putih yang dulu sering dia kenakan saat menjadi Kepala BNN. Ayah tiga anak ini melanjutkan, menjadi Dirut BULOG itu adalah sebuah perjalanan hidup. Buwas mengatakan, sedari dirinya memilih menjadi seorang perwira polisi, itu berarti sudah memegang komitmen sebagai abdi negara. 


"Saya sudah menjalankan pensiun 1 April lalu, tapi ternyata negara menunjuk saya, saya diberikan kesempatan kurang lebih satu bulan setelah masuk masa pensiun. Saya dipanggil untuk pengabdian kedua saya setelah pensiun, yaitu menjadi Dirut BULOG sampai hari ini, sampai mana (berakhir masa jabatan) kita tidak tahu," kelakar dia.


Memimpin dua instansi yang jauh berbeda tidak memberikan beban yang berarti bagi seorang Buwas. Bagi dia, yang terpenting adalah 3K tadi saat melaksanakan tugas pengabdian kepada negara. 


"Saya bersyukur, karena apa kepentingan saya untuk negara ini sangat besar. Sekarang saya berada di masalah pangan, isi perut, kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Kalau saya tidak bisa berbuat itu, maka yang menderita itu adalah seluruh manusia,"


Membenahi Kembali Organisasi BULOG.


Tugas pertama yang paling terasa adalah meneguhkan kembali integritas saat bekerja untuk seluruh pegawai BULOG. Bagi Buwas, saat ini ada banyak masalah kompleks, salah satunya adalah masalah organisasi BUMN yang saat ini dia pimpin.


"Saya berkonsultasi dengan pak Ary Ginanjar, ini salah satu upaya saya untuk melakukan pembenahan supaya organisasi ini, institusi ini bisa bermanfaat untuk banyak orang," jelas dia.


Menurut Buwas, Institusi bisa berjalan karena manusianya. Kalau manusianya tidak baik, jalannya pasti tidak baik. Sebaliknya. Saya tidak mau kerja asal-asalan, karena pasti hasilnya nanti tidak baik.


Buwas juga mengatakan, hal-hal kompleks lainnya yang menjadi tantangan dirinya sebagai Dirut BULOG harus dilihat dari akar masalah. Permasalahan seperti kestabilan harga dan kwalitas barang bahan pangan menjadi perhatiannya.


Contohnya, Indonesia adalah negara agraris dan seharusnya tidak boleh ada kekurangan pangan. 


"Saya hanya berpikir begini, satu negara apa pun negara itu kekuatannya diukur dari manusiannya.Manusia yang bagaimana yang mempengaruhi negara untuk maju dan kuat? itu dari manusia yang sehat, pandai dan cerdas. ORang yang sehat pandai dan cerdas berangkat dari makanan," jelas dia.


Sumber awal dari kuatnya bangsa adalah ketahanan pangan tadi. Buwas mengajak berpoikir jika pangan tak terpenuhi maka pertumbuhan generasi penerus akan terhambat. Jangankan cerdas, untuk sehat saja susah, kata dia.


Maka sangat naif jika negara yang begitu hebat dari agraris justru ketergantungan pangan. Hari ini, lanjut pria yang namanya diabadikan sebagai nama jalan di Aceh ini, Indonesia ketergantungan pangan dari negara lain.


"Ini sangat naif bagi saya, pertanian perikanan tapi kita tidak menghasilkan apa-apa Hari ini kita tergantung pada negara lain. Indonesia, jangankan kedaulatan pangan, swasembada pangan saja tidak, apalagi kita bicara kedaulatan, karena kita bicara kedaulatan pangan. Hari ini pun kedaulatan pangan tidak. Karena beras masih menjadi kegelisahan masyarakat.


Kita sangat rawan pangan. Karena apa, menurut saya Indonesia tidak perlu dihancurkan dengan pengiriman pasukan dengan teknologi yang canggih. Menghancurkan Indonesia cukup satu, stop impor pangan, embargo pangan! maka dalam waktu dua bulan, Indonesia selesai. Boleh dibuktikan, sekarang apa kebutuhan pokok kita yang tidak impor?," jelas dia.


Kemudian apa yang ditawarkan BULOG sebagai Solusi?


Buwas menegaskan tugas BULOG sebagai menyetabilkan harga, ketersediaan barang dan kualitas barang akan bekerja maksimal. Tidak hanya dengan jawaban normatif, Purnawirawan Jenderal Polisi ini mengatakan akan menghormati kerja keras petani dengan memasok stok bapok dari petani Indonesia dan dengan harga yang menghormati seorang petani.


"Hari ini kita lihat adakah petani yang sejahtera? adakah petani yang kaya di republik ini? tidak ada, untuk hidup saja susah, padah kita yang dihidupi oleh mereka. Siapa pun pejabat di republik ini, ketergantungan awal pasti dari petani. Tapi hari ini kita tidak menghormati petani. Nah, BULOG adalah salah satu yang harus menghormati petani. Maka kita harus berpihak pada petani," jelas dia.


Tegas, tidak boleh ada yang membeli hasil pertanian dengan harga yang merugikan petani. Harus ada yang menguntungkan petani. Dikala harga dibawah harga standar dan merugikan petani, maka BULOG harus membeli barang pertanian dengan harga standar, bukan harga yang paling bawah, itu adalah salah satu wujud BULOG berpihak pada petani.


BULOG juga punya peran untuk menstabilkan kualitas. Sehingga kita dorong ke konsumen yang tidak paham. Jadi konsumen mendapat barang berkualitas dengan harga murah. 


"Kita menjual tidak mencari keuntungan. ini fungsi stabilisasi," jelas dia.


Buwas mengatakan, kedua nilai ini harus dipahami orang-orang di dalam BULOG. Karena dengan tidak memegang nilai-nilai tersebut, kebijakan BULOG bisa jadi untuk mendapat keuntungan-keuntungan pribadi sangat besar. 

"kalau dia tidak memahami akan tanggungjawab dia dan keberadaan dia di BULOG untuk memegang amanat yang sangat besar. Untuk itulah sebabnya saya mulai membenahi dari dalam, memberikan pemahaman kepada seluruh personil saya dari mulai saya sampai ke bawah dengan pemahaman yang sama, dengan tugas yang diembat di dalam institusi BULOG itu,"


Sosok yang Religius.


Selain cerita tentang pekerjaannya, Buwas juga menyempatkan diri tentang pengalaman pribadinya yang lucu, seram bercampur dengan makna religiusitas yang tinggi. Adalah kisah lebih memilih membeli kavling kuburan ketimbang rumah.


"Waktu itu saya bilang sama istri saya, "mah, saya mau pesan kavling," belum selesai saya bicara, istri saya senang bukan main, mungkin disangka kavling rumah," ujar dia sambil tertawa geli pada ESQNews.id, Selasa (18/7).


Buwas kembali melanjutkan kisahnya, belum selesai bicara soal kavling tanah kuburan, sang istri memotong dengan kata-kata setuju. Setuju untuk yang dimaksud kavling rumah. Tapi mendengar tanggapan istri, Buwas diam saja dan memilih untuk merahasiakan kavling yang dimaksud adalah kavling kuburan.


"Singkat cerita, saya ditelfon sama pengurus kavling, kalau surat-surat sudah jadi dan akan mengurus serah terima. Tapi karena saya sibuk, akhrinya saya telfon ke rumah, telfon istri saya. Saya telfon "Mah, sibuk nggak, itu yang urus kavling mau ke rumah," nadanya senang betul istri saya bilang "Iya mamah ada di rumah," masih tertawa geli.


Sesampainya petugas kavling di rumah, sang istri bingung karena ternyata kavling yang dipesan sebuah kuburan. Bukan senang, justru istri Buwas lemas karena merasakan firasat yang aneh lantaran suaminya yang sehat walafiat memesan tanah kuburan sebanyak jumlah keluarganya.


"Jadi itu ada lima, tiga anak saya, satu saya, satu istri saya," kelakar dia.



Setelah kaget mengetahui kavlingan itu adalah sebuah tanah kuburan, sang istri mengadu ke ibunda Buwas. Keanehan itu merebak ke keluarga besar Buwas hingga dikumpulkan seluruh keluarga untuk membicarakan tingkah aneh Buwas yang saat itu masih berpangkat Kombes Pol.


"Jadi semua keluarga dikumpulkan, saya kaget, saya kira ibu ada apa-apa. Eh sesampainya saya di rumah, justru orang-orang melihat saya (dengan pandangan) aneh."


Mengingat kejadian tersebut, dia kembali tertawa dan melanjutkan ceritanya. Sang ibunda sedikit marah lantaran di tradisi Jawa, tidak diperbolehkan membeli tanah kuburan sebelum ajal memang datang.


"Jadi Ibu saya yang masih memegang tradisi Jawa melarang itu, tidak boleh. Tapi saya memberikan pengertian, sebenarnya itu adalah sebuah persiapan. Mungkin kita tidak tau kapan kita meninggalkan dunia ini, tapi kita tau, kematian itu pasti," ujar dia.


Bukan tanpa alasan Buwas lebih memilih mendahului kavling tanah kuburan ketimbang rumah. Ada latar belakang sehingga Purnawirawan Komjen Polisi ini menimbang membeli kavling tanah kuburan.



"Jadi ada dua kejadian, yang pertama adalah paman istri saya dari Padang yang berangkat ke Jakarta untuk menemui kedua anaknya. Di perjalanan di taksi dari Bandara itu, dia terkena serangan jantung dan meninggal," ujar Buwas mengingat-ngingat.


Setelah diketahui si penumpang tewas, supir taksi yang gelagapan hanya menyerahkan jenazah ke rumah sakit terdekat dan meninggalkan begitu saja. Jenazah yang tidak diketahui di mana keluarganya itu tergeletak hingga ditemukan sebuah ponsel dari tas milik jenazah.


"Dari situ keluarga tahu ada keluarga yang meninggal, dan saat itu kedua anak dari almarhum tidak memiliki biaya untuk mengantar pulang jenazah ayahnya ke Padang," jelas dia.


Memiliki karunia lebih, akhirnya Buwas yang menangani kepulangan jenazah ke kampung. Beberapa jejaring kepolisian di Padang juga dimintai tolong untuk mempermudah pemakaman almarhum ke desanya di Padang.


Setelah kejadian tersebut, tak berapa lama seorang keluarga Buwas meninggal dalam keadaan sendiri. Tante buwas tersebut meninggal sakit dan posisi anak-anaknya sedang di luar negeri.


"Akhirnya saya berpikir dan berbicara dalam hati saya, hai Buwas, semua ini bisa terjadi oleh siapa saja, kamu juga bisa," ujar dia.


Mendengar latar belakang kejadian Buwas memilih kavling tanah kuburan, ibunda Buwas kemudian setuju. Kini kavling tanah kuburan di Parung, Bogor sebagian menjadi kavling keluarga besar Buwas, termasuk kavling untuk ibunda dan keluarga saudara-saudara kandungnya.


*Wawancara ini juga dimuat di Majalah ESQ Magz edisi Agustus-Oktober 2018


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA