ESQNews.id, JAKARTA - Rasa sakit kerap mengundang derita dan nestapa. Manusia melakukan berbagai upaya agar terhindar dari terjangkitnya penyakit. Namun kadang orang justru berharap sakit atau berpura-pura sakit untuk mengundang simpati sehingga terhindar dari tugas dan tanggung jawab.
Sakit, sering menjadi dalih orang untuk
terlepas dari persoalan baik di rumah, sekolah, maupun tempat kerja. Dalam
istilah psikologi gejala tersebut dinamakan sebagai munchausen
syndrome.
Sebuah istilah yang diperkenalkan oleh seorang dokter Inggris pada tahun 1951
untuk orang yang membuat penyakit dalam diri mereka sendiri agar mendapatkan
perhatian dan kendali atas orang lain. Sindrom ini diambil dari nama
seorang tentara bernama Baron
von Munchausen yang lahir tahun 1720 di Jerman. Namanya melejit karena
kepiawaiannya dalam membual. Ia menulis cerita peperangan dahsyat yang menempatkan dirinya
sebagai hero dalam setiap peristiwa.
Selama kurun waktu yang
cukup panjang, orang beranggapan bahwa karya Munchausen tersebut merupakan
kisah nyata. Kepiawaianya menjadikan fantasi seolah fakta, membuat banyak orang
yang menyanjungnya. Namun kemudian kebenaran pun terkuak setelah sang istri
meninggal. Munchausen terlilit hutang dan terlibat berbagai skandal. Iapun
akhirnya meninggal bersama segala fantasi, kepura-puraan, dan kebohongannya.
Sifatnya yang suka
membual ini kemudian dijadikan label salah satu bentuk gangguan
psikologis. Munchausen syndrome menurut Feldman dan Armstrong
adalah: “Suatu jenis gangguan psikologis dimana seseorang memiliki kecenderungan
untuk berbohong yang ditimbulkan oleh khayalan atau fantasi-fantasinya”. Munchausen
syndrome erat
kaitannya dengan factitious disorder dan malingering. Factitiousdisorder merupakan
prilaku pura-pura sakit untuk menghindari tanggung jawab, sedangkan malingering adalah
prilaku kepura-puraan dengan maksud memperoleh reward, imbalan atau
kompensasi tertentu.
Dalam sumber lain munchausen
syndrom juga
merujuk pada prilaku seseorang yang merasa dirinya sebagai seorang
pahlawan namun sesungguhnya dialah sumber penderitaan orang lain. Prilaku
penderita gangguan ini sering kali melakukan tindakan membahayakan keselamatan
orang lain, namun ia berpura-pura menjadi dewa penyelamat dengan motivasi untuk
memperoleh simpati dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Khalayak perlu
mewaspadai gejala penyakit ini karena para penderita sering membahayakan
keselamatan anggota keluarga atau lingkungan dekatnya.
Baca juga: Munchausen Syndrome: Pura-pura Sakit untuk Meraih Simpati (2)
Gejala munchausen syndrome berkaitan dengan masalah kepribadian
seperti kontrol impulse lemah atau prilaku merusak diri. Untuk
meyakinkan orang lain bahwa dirinya sakit, biasanya dia melakukan berbagai hal
agar tampak benar-benar sakit.
Jika perlu bahkan bisa melukai diri sendiri, menunjukkan gejala-gejala palsu,
atau mengkontaminasi sampel uji laboratorium.
Tanda-tanda munchausen syndrome:
- Cenderung dramatis dan menyampaikan sejarah medis yang tidak konsisten.
- Gejala tidak jelas, sulit dikontrol, dan tampak menjadi makin menderita ketika pengobatan dimulai.
- Munculnya gejala baru jika tes menunjukkan hasil negatif.
- Tidak adanya keinginan atau usaha untuk melakukan tests medis, tindakan operasi, atau prosedur lain.
- Jika melakukan pengobatan sering berpindah rumah sakit, klinik, tempat praktek dokter yang berbeda-beda bahkan jika perlu ke kota yang berlainan.
- Malas mengikuti petunjuk kesehatan atau saran baik dari saudara maupun teman yang peduli.
- Umumnya kurang percaya diri.