Selasa, H / 25 Maret 2025

Menjaga Semangat Belajar

Jumat 25 Aug 2023 15:00 WIB

M. Nurroziqi

ilustrasi.

Foto: shutterstock


Oleh : M. Nurroziqi

ESQNews.id - Darah itu mengalir. Jika tersumbat, pastilah timbul sakit. Apalagi berhenti, mati. Jantung pun berdetak. Terus bergerak. Jika tidak, jelas mati. Nafas itu masuk di hidung. Terproses cermat di saluran pernafasan. Dan keluar lagi. Begitu terus. Jika berhenti?


Itu semua, perangkat kasar di dalam diri. Tentu, terprogram untuk tidak berhenti bergerak sebagai tanda hidup. Bahkan apa pun di dunia ini, dari yang paling kecil, hingga yang besarnya tak terhingga, semua bergerak. Terus. Coba bayangkan, jika ada satu saja dari benda di semesta ini yang tiba-tiba berhenti. Kiamat, pasti.


Dan di dalam setiap diri manusia, terdapat perangkat lunak. Pikiran, juga hati. Jika tidak disikluskan untuk senantiasa "bergerak", pastinya turut mandeg, dan akhirnya mati. Sebab, kedua perangkat itulah yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Jadi, harus dimaksimalkan.


Jangan merasa sudah bisa. Merasa paling tahu, paling top, paling yes, paling jos, dan semua yang semacamnya adalah awal tersumbatnya geliat pikiran dan hati untuk "bergerak". Sebab, yang sudah merasa "paling-paling" itu tidak akan pernah bisa menerima kekurangan diri. Akhirnya, tidak mungkin ada greget untuk belajar. Di sinilah letak penting diperintahkannya senantiasa belajar semenjak dari buaian sampai liang lahat. "Uthlubul 'ilma minal mahdi ilallahdi."


Jadi, membuang rasa "paling" di antara yang lain, menjadi pintu pertama yang musti dibuka supaya diri memiliki kerendahan hati untuk mau belajar. Senantiasa merasa tidak tahu, belum paham, jauh dari kata mengerti, sebab sedemikian luar biasanya ilmu yang terhampar luas di kehidupan ini.


Selanjutnya, belajar sendiri bisa diibaratkan seumpama bertanam dengan media tanam berupa tanah. Beragam tipe tanah, adalah gambaran kondisi kesiapan diri seseorang menampung bibit ilmu dan kebaikan. Jika jenis tanah, ada yang subur, ada yang tandus. Ada juga yang gembur, tidak jarang ada yang keras membatu. Maka, setiap diri pun, pastinya macam-macam kepribadian. Yang pikirannya subur, yang hatinya gembur, akan mudah menampung ilmu, menerima setiap kebaikan yang masuk ke dalam diri. Lantas, menumbuh suburkannya menjadi ilmu-ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang istikamah diamalkan di setiap lini kehidupan.


Sedang, yang tandus, bahkan yang keras membatu, ditanami apa pun akan terpental. Jangankan ditanami, untuk diproses pratanam saja sudah sulit. Hati dan pikiran pun begitu. Kalau sudah keras kepala, jika hatinya keras pula, sudah gelap gulita semua, maka membutuhkan proses yang panjang. Harus ada proses pratanam, digemburkan dulu tanahnya. Tanpa proses penggemburan dulu, pikiran dan hati tidak mungkin bisa ditanami. Dan, setiap proses penggemburan itu, tidak jarang melalui proses-proses yang "menyakitkan". Kadang melalui kesengsaraan, kadang celaka, tidak jarang luka-luka yang menyakitkan. Sehingga, di saat diri berada dalam posisi paling lemah, tanpa daya dan kekuatan apa pun, manusia cenderung kembali dan pasrah kepada Allah SWT.


Dan, kenapa sih pikiran dan hati menjadi keras begitu? Salah satunya, adalah terbiasa dengan ketidak baikan. Kalau sudah terbiasa tidak baik, kesulitan yang luar biasa adalah ketika akan memperbaiki. Lebih-lebih, ketidak baikan ini tersistem rapi yang menjadikan diri merasa nyaman dengannya. Ada 'kan? Sebenarnya berkeinginan baik, berhubung tradisi atau kebiasaan yang berlaku di lingkungannya adalah yang tidak baik, diri menjadi mati, tidak berani membebaskan diri. Selalu dicarikan alasan-alasan ketidak beranian untuk beranjak meninggalkan kebiasaan tidak baik tadi.


Dengan demikian, sibuk dengan kekurangan diri, merasa tidak bisa, adalah jalan indah untuk menjaga semangat belajar. Dan, seorang yang aktif belajar, sibuk dengan dunia ilmu, adalah tanda kebaikan Allah Swt, "Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan padanya, maka Allah akan membuat dia paham dalam agama." (H.R. Bukhari dan Muslim). Juga, belajar sendiri merupakan jalan menuju surga, "Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga." (H.R. Muslim)


Semoga, kita menjadi manusia merdeka. Tidak terpengaruh apa pun saja yang di luar diri. Sehingga, langkah menjadi ringan untuk terus menerus belajar. Pikiran dan hati menjadi semakin hidup. Dengan begitu, diri akan penuh semangat berbuat sebanyak mungkin kebaikan yang semata Lillahi Ta'ala.


*M. Nurroziqi, Penulis buku-buku motivasi Islam. Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya.
Ingin tulisanmu dimuat di ESQNews.id? kirimkan ke email kami di [email protected]


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA