Kamis, H / 28 Maret 2024

Mengenang Jejak Sunan Bonang

Rabu 05 Feb 2020 16:53 WIB

Author :M. Nurroziqi

Mengenang jejak Sunan Bonang.

Foto: dok.IST


Oleh: M. Nurroziqi

 

ESQNews.id - "Aku mencintai orang-orang sholeh meskipun aku bukan termasuk di antara mereka. Semoga  bersama mereka aku bisa mendapatkan syafa’at kelak." (Imam Syafi'i)

 

177 anak tangga. Sesuai hitungan saya. Kalau tidak salah. Tingkatan demi tingkatan tangga ini harus ditempuh untuk bisa mencapai tempat Pesujudan Sunan Bonang. Sekaligus tempat disemayamkan Nyai Putri Campa. Keduanya berada di satu lokasi. Tetapi berbeda Cungkup. Tepatnya, di desa Bonang, kecamatan Lasem, kabupaten Rembang, Jawa Tengah.


Ada empat batu yang menjadi situs peninggalan Sunan Bonang. Batu-batu tersebut diyakini sebagai alas yang dijadikan Sunan Bonang menjalani laku tirakat. Dari keempat batu itu, ada satu yang paling nampak sekali bekas yang ditinggalkan Sunan Bonang. Yakni, bekas telapak kaki Sunan Bonang.


Menurut Juru Kunci, dahulu Sunan Bonang di tempat itu menjalani Topo Ngunthul. Yakni, bertapa dengan cara berdiri satu kaki. Penyebutan istilah ini, disesuaikan dengan yang menjadi kebiasaan burung jenis Kunthul. Berdiri diam dan lama di atas satu kakinya. Dari itu, bekas telapak kaki yang satu itu nampak jelas sekali pada salah satu batu dan menjadi tanda bahwa di situlah Sunan Bonang menjalani laku tirakatnya yang dikenal dengan istilah Topo Ngunthul. Bahwa sampai membekas seperti itu, menandakan betapa lama sekali tirakat yang dijalani oleh Sunan Bonang. Sebelumnya, penemuan keempat batu berada di lokasi yang terpisah. Kemudian, demi menjaga dan melestarikan jejak sejarah Sunan Bonang, maka keempat batu itu dikumpulkan di satu tempat. Dan dibikinkan Cungkup seperti sekarang ini.


Kini, banyak sekali orang yang datang ngalap berkah di tempat pesujudan Sunan Bonang itu. Tidak sekadar berziarah dan berwisata religi. Tempatnya yang sangat eksotis. Di atas ketinggian bukit. Sekaligus terletak di dekat bibir pantai. Ini juga menjadi alasan untuk nyaman sebagai tempat berwisata menghibur diri. Tetapi, yang lebih inti dari semua itu, adalah di Pesujudan Sunan Bonang, tidak sedikit yang turut bertirakat dan memanjatkan doa-doa agar segala apa yang menjadi hajat lebih cepat terkabulkan. Tidak jarang pula, ada yang sampai tinggal bermalam di tempat itu. Bahkan sampai berhari-hari. Tentu, yang ini dilakukan oleh mereka yang bertempat tinggal jauh. Ada yang dari luar kota. Tidak jarang dari luar pulau. Mereka datang bertirakat. Demi hajat yang ingin dikabulkan. Dan ada juga yang memang stres duluan karena didera banyak masalah hidup. Yang terakhir ini, hanya satu-dua saja.


Berdoa di tempat-tempat orang suci bertirakat ini, sudah menjadi bagian dari tradisi masyarakat Jawa. Bukan tanpa dasar. Tetapi, semua adalah cara yang ditempuh untuk ngalap berkah. Sekaligus, keyakinan yang kuat bahwa di tempat-tempat yang dijadikan tirakat orang-orang suci itu memiliki energi-energi positif yang dapat memantul kepada diri orang yang juga ikut bertirakat di tempat itu. Cara ini pun, pernah dicontohkan oleh Nabi Zakaria A.s. Yakni, ketika Beliau A.s berdoa di mihrab yang dijadikan Siti Maryam berkhalwat dan beribadah kepada Allah Swt. Kisah itu diabadikan di dalam Q.S. Ali Imran: 35-40.


(Ingatlah), ketika istri Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nadzar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (35)

Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syetan yang terkutuk." (36)


Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nadzar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya. Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah." Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (37)

Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa". (38)

<more>

Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab, (katanya): "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi panutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh." (39)

Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat tua dan istriku pun seorang yang mandul?" Berfirman Allah: "Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya". (40)


Kisah tersebut bisa menjadi teladan bahwa berdoa di tempat-tempat yang pernah digunakan orang-orang suci beribadah adalah sesuatu yang baik. Dan bisa jadi, mudah terkabulkan doa-doa yang dihaturkan kepada Allah Swt. Ini, adalah bagian dari upaya ngalap berkah kepada orang-orang suci tersebut. Sehingga, berdoa di tempat-tempat yang memang dikeramatkan itu, tidaklah serta merta bisa dikatakan sebagai menyembah segala apa yang dikeramatkan itu. Apalagi sampai melakukan kesyirikan. Tetapi, yang terjadi adalah upaya memosisikan diri agar berada dalam satu frekuensi dengan orang-orang suci terdahulu yang pernah bermunajat dan beribadah di tempat tersebut.

Selain itu, bermunajat di tempat-tempat yang pernah dijadikan tempat bermunajatnya orang-orang suci itu, adalah juga menjadikan diri memahami sejarah dan kisah hidup orang-orang suci tersebut. Ini, adalah cara mengenal pribadi untuk kemudian diteladani setiap akhlak baiknya. Terlebih laku tirakatnya dalam menjalani kehidupan ini. Serta yang tidak kalah mulia, adalah peran pentingnya dalam hidup bermasyarakat.

Atas setiap makam dan situs peninggalan para Waliyullah, para kekasih Allah Swt, semoga kita semua mendapatkan keberkahan hidup. Turut meneladani setiap laku kehidupannya. Menjadi manusia baik dan penuh manfaat.

 

*M. Nurroziqi. Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya. Penulis buku-buku Motivasi Islam.



Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA