ESQNews.id, BOGOR - Kian banyak anak-anak Indonesia menderita gangguan jiwa karena kecanduan memakai gawai atau smartphone. Setidaknya ditunjukkan dari kasus di kota Bogor, Jawa Barat: jumlahnya mencapai 25 persen dari total pasien anak yang berkonsultasi di rumah sakit di Bogor.
Data itu diungkapkan oleh Ira Savitri Tanjung, spesialis kedokteran jiwa sekaligus psikiater anak dan remaja di Rumah Sakit Marzuki Mahdi (RSMM), Bogor, Jawa Barat, pekan lalu.
Jumlah pasien anak yang ditangani RS Marzuki Mahdi saat ini lebih dari 300 orang. Artinya ada sekitar 75 anak penderita gangguan jika karena adiksi gawai. "Setiap hari saya menangani sekitar 30 pasien. Dua puluh lima persen dari mereka terkait gawai," katanya seperti dikutip Anadolu Agency.
<more>
Ira menambahkan, saat ini adiksi atau kecanduan gawai telah masuk dalam kriteria diagnostik. "Jadi, adiksi gawai sudah termasuk gangguan kejiwaan," kata Ira menjelaskan.
Kata Ira, di antara ciri adiksi gawai adalah bermain gawai hingga 20 jam sehari, adanya perubahan perilaku, anak tidak mau sekolah, hingga tidak mau berinteraksi sosial. "Anak-anak yang kecanduan gawai akan marah jika gawainya diambil, atau kalau kuota internet mereka habis," kata Ira.
Salah satu orang tua pasien, Sujana bin Samhuri, warga di sekitar Bogor, mengaku putranya, Syamsul Arifin (12), selalu marah jika kehabisan kuota internet. "Kalau kuota habis dia marah, tidak mau sekolah, tidak mau mengaji. Bahkan dia pecahkan piring," ujar Sujana.
Kata Sujana, dia membelikan smartphone untuk putranya sebagai hadiah kenaikan kelas. Dari kelas 5 ke kelas 6. Tetapi sejak itu perilaku puteranya berubah. Syamsul bisa bermain gawai hingga pukul 12 malam. "Main game Mobile Legend. Kalau belum menang, dia tidak mau berhenti," ujar Sujana menjelaskan.
Setelah konsultasi ke Puskesmas, Sujana disarankan membawa Syamsul ke RS Marzuki Mahdi. Di RSMM, Syamsul direhabilitasi selama 21 hari. Setelah dirawat hampir sebulan tanpa gawai, perilaku Syamsul membaik. “Alhamdulillah normal. Tidak emosional lagi,” ujar Sujana.