Jumat, H / 29 Maret 2024

Kendaraan Menuju Sang Khalik (1) - Kisah Trainer ESQ

Jumat 24 Jan 2020 16:14 WIB

Author :Rahma Hayati

Training ESQ bersama Muhlis Samsuddin.

Foto: dok.IST

ESQNews.id - “Berjuang di ESQ adalah kendaraan saya untuk menghadap Sang Khalik,” ujar Muhlis Samsuddin.

 

Lahir dari sebuah keluarga yang memiliki ekonomi pas-pasan, tidak menghalanginya untuk memiliki sebuah mimpi yang besar. Kondisi tersebut justru membuat Muhlis tumbuh menjadi anak laki-laki yang hidup mandiri dan serba bisa.

 

Muhlis lahir di sebuah kampong kecil di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, 4 Februari 1974. Rimbunan pohon-pohon di hutan, gemericik air Sungai Baliase, dan lenguh kerbau, adalah suasana hari-hari dari masa kecilnya. Ia kerap mencari kayu bakar di hutan untuk dijual, menjajakan ikan dan sayuran dengan menggunakan sepeda dari kampung ke kampung, menjual pisang goreng pagi hari sebelum berangkat ke sekolah, menyeberangkan orang di Sungai Baliase dengan menggunakan perahu getek, hingga bekerja sebagai seorang bengkel sepeda. Dengan itulah, anak keempat dari Sembilan bersaudara itu bisa mempunyai uang, bahkan dapat menutupi kebutuhan sekolahnya.


Meski hidup di kampung kecil, pendidikan dan nilai-nilai agama merupakan sesuatu yang sangat diperhatikan oleh Muhlis dan kedelapan saudaranya. Hal itu didorong oleh cita-cita dan semangat yang ditularkan oleh sang ayah kepada anak-anaknya. Berbagai upaya pun dilakukan sang ayah untuk menjadikan Muhlis dan kedelapan saudaranya menjadi sarjana dan mampu hidup mandiri.

 

Muhlis kecil kerap menjadi siswa berprestasi, selalu meraih peringkat dua besar di sekolahnya, prestasi yang selanjutnya mengantarkannya untuk mendapatkan beasiswa sehingga dapat membiayai sekolah hingga kuliahnya selama empat tahun di jurusan Kimia di Universitas Tadulako, Palu Sulawesi Tengah.

 <more>

Kejujuran, kesabaran, keikhlasan, tekun, rajin serta bersih adalah kunci terbesar yang dimilikinya selama merantau. Karena, ia harus beberapa kali tinggal bersama dengan orang lain sejak duduk di bangku kelas 3 SMU hingga menyelesaikan kuliahnya.

 

Menjelang lulus, keinginan untuk menjadi dosen menggelayuti pikiran dan hatinya. Tapi, kehidupan ini memang tak sepenuhnya berjalan seperti apa yang direncanakan. Kondisi ekonomi bangsa yang sedang memburuk akibat krisi moneter sejak Mei 1998, menyebabkan semakin banyaknya jumlah sarjana di Indonesia yang menganggur.

 

Berharap bisa memperoleh beasiswa S2 dan memiliki cita-cita yang kuat untuk bisa membahagiakan kedua orangtuanya, Muhlis bertekad untuk merantau ke Jakarta. Namun, nyatanya semua itu tak semudah seperti yang ia bayangkan, hingga kemudian ia harus rela kerja serabutan untuk menopang kehidupannya di tanah rantau. Menjadi seorang salesman hingga tenaga pemasar di sebuah perusahaan asuransi pun pernah ia lakoni.

 

Meski dadanya penuh dengan banyak ambisi untuk mencapai suatu keinginan dan cita-cita yang besar, Muhlis kerap memiliki kekosongan dalam hatinya, sehingga ia senantiasa ingin mencari jawaban tentang sesuatu yang ia sendiri tidak pernah mengerti. Hingga, di tengah kegalauannya, seorang teman mengajaknya untuk ikut dalam acara peluncuran buku ESQ, 6 Juni 2001, di Hotel Sahid.


>>> Selanjutnya: Kendaraan Menuju Sang Khalik (2)


*Artikel ini telah terbit di ESQ Magazine Januari 2009

Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA