Oleh: Ahmad Meilani
(Guru Siroh di MILBoS)
ESQNews.id, JAKARTA - Setiap kita punya kesibukan masing-masing, bahkan yang nganggur sekalipun begitu, sibuk dengan kekosongannya, atau lebih tepatnya disibukkan dengan kekosongannya sehingga tidak tahu apa yang akan dilakukan. Setelah berselang agak lama, yang tersisa hanya sesal yang tak berguna diratapi dan ada jalan lain untuk menggantinya dengan memilih pekerjaan yang bisa mengurangi penyesalannya di sisa waktu yang ada.
Betapa cepat waktu berlalu, sedangkan belum ada hasil yang bisa dibanggakan, atau minimal bisa diandalkan suatu hari nanti sebagai karya atau punya andil yang bernilai pahala. Kadang kita sibuk, tapi tidak tahu yang mana yang bisa dijadikan modal untuk nambah bekal setelah habis masa aktif hidup di muka bumi. Kadang sibuk, tapi tidak tahu nilai apa yang bisa dibawa sampai mati.
Dalam konteks sebagai orang tua atau pendidik dan murobbi, peluang kebaikan semakin banyak terbuka lebar, hanya saja tentu tak semua pintu itu mampu kita masuki semuanya, sebab kita hanya satu. Di situlah letaknya kemurahan illahi, di buka banyak pintu agar kita memilih jalan kebaikan yang banyak itu.
Mungkin ada baiknya kita renungkan dan maknai betul pesan sang teladan terbaik umat manusia, Muhammad al Musthafa shallallahu’alaihiwasallam yang menyabdakan sebuah formula kehidupan agar kita tak perlu iri, dengki dan galau dengan keadaan, sabdanya, “KULLUN MUYASSARUN LIMAA KHULIQO LAHU”, Setiap kita diciptakan sepaket dengan peran yang tepat untuk diambilnya.
Pertanyaannya, ada niatan untuk mengambil peran atau hanya diam saja? Hanya ‘meratapi’ kekurangan yang sejatinya adalah kelebihan itu, atau memilih mencoba mengambil peran untuk berbagi kebaikan sesuai dengan yang dia bisa? Pada akhirnya itu semua dikembalikan pada diri masing-masing, dan setiap upaya itu pasti ada rewardnya. Pasti. Entah nampak jelas sejak awal, atau mungkin berupa isyarat pada permulaannya. Tapi, bagi yang diam saja, atau tenggelam dalam khayalan kosong tanpa ada aksi, sekecil apapun, ya rewardnya pasti sesal dan kecewa saja.
Dalam konteks sebagai pendidik, orang tua, guru, murobbi atau istilah lainnya yang mewakili aktifitas mulia ini, yaitu mengembangkan manusia mencapai potensi tertingginya perlu upaya mengambil peran.
<more>
Dalam hal ini tak perlu muluk-muluk, sederhana saja, dan singkat saja, tidak perlu membuat perencanaan yang rumit-rumit. Cukup ambil 10 menit setiap hari, potensi apa yang kira-kira bisa kita tumbuhkan dari anak kita, atau anak didik yang ada bersama kita. Ya, hanya 10 menit setiap hari, dengan syarat sepakati saja dengan anak didik yang ingin kita kembangkan potensinya itu, terlebih bila anak didik yang kita ‘bidik’ itu memiliki antusias yang luar biasa. Klop sudah, tinggal konsistensi dari keduanya agar tidak terputus di pertengahan jalan, sebab kalau setengah-setengah hasilnya juga akan setengah, atau nihil sama sekali.
Niatkan untuk menambah bekal setelah mati nanti, kita numpang tambahan bekal di pundi-pundi amal kita. Amalan yang mungkin kita lakukan rentan sekali dengan penggugur hasil akhirnya, entah itu ada riya, sum’ah, ‘uzub dan penyakit perusak niat lillah lainnya. Maka segera bertindak cerdik, ada ladang subur di sekitar kita dan itu hadiah berharga dari Rabb yang Maha Kariim, dengan itu kesempatan untuk menambah bekal di buka untuk kita. Mungkin itu spesial untuk kita, sebab tidak semua orang diberi karuniai anak, tidak juga dikaruniai ilmu untuk diajarkan kepada anak didik, tidak semua juga diberi harta berlimpah untuk bersedekah sebanyak-banyaknya. Intinya semua Allah mudahkan untuk mengambil peran apa yang bisa dilakukan. Mulailah berpikir, peran apa yang akan Anda ambil di tengah kesibukan yang menyita kehidupan yang setiap harinya tergerus ini?
Kalau Anda dapati ada bibit-bibit kebaikan dalam anak didik Anda, segera ambil dan deklarasikan dalam diri Anda untuk mengembang tumbuhkan dia sampai mencapai puncaknya. Jangan ditunda, sebab kehidupan dunia selalu saling tarik menarik, seteru quwwatul haq (kekuatan kebenaran) dan quwwatul bhaatil (kekuatan kebhatilan) tak pernah usai, selama hayat masih dikandung badan.
Maka segera ambil dan komitmen untuk memberikan apa yang bisa diberikan, walau di tengah kesibukan. Kalau sekedar 10 menit, pasti bisa. Segera deklarasikan, “just 10 minutes for you."
Seperti yang dilakukan oleh seorang guru di sebuah sekolah yang bertekad mendidik para calon leader masa depan, Milbos, Bogor. Di tengah kesibukannya, dia melihat ada potensi keulamaan yang nampak dari salah satu santri yang sebenarnya bukan binaannya secara langsung, tapi sang guru tak mau kehilangan peluang, didatangilah si santri tersebut, lalu ditawarkan untuk belajar baca kitab grammar Bahasa Arab yang sebagai salah satu dasar grammar Bahasa Arab yang masyhur, dan itu dilakukan di luar belajar formal kelas.
Setelah keduanya bersepakat, dan antusias sang santri pun luar biasa, hal ini mendorong sang guru untuk bersemangat dan berkomitmen juga, walau hanya 10 menit setiap harinnya; setiap antara adzan dan iqomah waktu shalat Isya. Walau nampak sederhana, tapi harapan tetap besar agar bernilai pahala dalam waktu lama.
Walau 10 menit, jika dilakukan setiap hari dan berkesinambungan dengan istiqomah, pasti rewardnya akan nampak nanti. Terlebih sang santri ini bercita-cita menjadi ulama, dan yang membuat hati gembira saat ditanya siapa idolanya, jawabannya pasti, “Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam."
Sobat, mari di tengah kesibukan kita, kalau memang jadwal sudah sangat padat, setidaknya 10 menit antara adzan dan iqomah atau waktu lainnya pasti ada dan bisa. Kita tak pernah tahu amal mana yang Allah taqdirkan jadi ‘tiket’ untuk masuk ke Jannah-Nya. Bisa jadi yang 10 menit itulah yang menjadi modal perjalanan jauh kita.
Nak, “Just 10 minutes for you, for your future!”
Semoga Allah berikan keikhlasan dan keistiqomahan dalam menjembatani buah hati atau anak-anak didik kita dalam menggapai ridho ilahi. Selamat berjuang.