Konferensi ini jadi kesempatan untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah masyarakat dan mematangkan industri halal
ESQNews.id, JAKARTA - Indonesia menjadi tuan rumah sidang tahunan Islamic Chamber of Commerce, Industry and Agriculture, 22-23 Oktober mendatang. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani mengatakan acara ini menjadi titik awal untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah.
Menurut Rosan, acara ini tepat karena Indonesia saat ini sedang mengejar tingkat inklusi keuangan syariah warganya yang tertinggal jauh dibanding negara-negara Muslim lain ataupun negara tetangganya.
Konferensi bertema “Inclusion in Sharia Economy: A New Paradigm” ini akan membahas beberapa tema, yaitu “Peran ICCIA dalam Pembangunan Ekonomi Halal, Ekonomi Pemberdayaan Pebisnis Perempuan, hingga Kesempatan Berinvestasi di Negara-negara Organisasi Kerja sama Islam (OKI).
“Ini event cukup besar, melibatkan 700 peserta dan rombongan pengusaha dari negara-negara OKI,” ujar Rosan saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Menurut Rosan, inklusi keuangan syariah merupakan mekanisme yang tepat untuk membantu mengurangi kemiskinan dan ketimpangan. Indonesia, sebagai negara yang mempunyai penduduk Muslim terbesar di dunia memiliki modal yang kuat untuk memanfaatkan ekonomi syariah sebagai alat untuk mengatasi berbagai isu pembangunan.
Selain itu, Indonesia juga mempunyai posisi sebagai negara dengan perekonomian yang tergolong kuat di antara negara-negara OKI dan bisa memimpin pengembangan usaha serta pendanaan syariah. ICCIA adalah kamar dagang yang berafiliasi dengan OKI yang beranggotakan 57 badan atau federasi kamar dagang masing-masing negara OKI, yang didirikan oleh menteri-menteri luar negeri OKI di Istanbul, Turki pada 1976.
Menurut Rosan, sebagai tuan rumah Indonesia mendapat kesempatan menawarkan investasi pada tiga proyek. Pilihannya ada pada keuangan syariah, infrastruktur dan pariwisata. Saat ini, Kadin akan berkoordinasi dengan pemerintah agar proyek yang ditawarkan siap untuk berjalan, tidak terbentur masalah perizinan atau peraturan yang berlaku. Bentuk investasinya, kata Rosan, bisa berbentuk public privat partnership (PPP) syariah.
“Kita sudah bicara dengan Kementerian Luar Negeri, Otoritas Jasa Keuangan. Kita selaraskan dengan aturan yang ada,” ujar dia.
Menurut Rosan, penyelenggaraan konferensi ICCIA ini berdekatan dengan pelaksanaan Trade Expo Indonesia yang dimulai 24 Oktober. Dengan demikian, para peserta juga diajak mengunjungi pameran dagang Indonesia terbesar itu dan dilanjutkan dengan transaksi bisnis. Ketua Kadin Komite Timur Tengah dan OKI Fachri Thaib mengatakan pembahasan tema industri halal pada konferensi ICCIA ini akan mendorong Indonesia menyelesaikan aturan-aturan turunan UU Jaminan Produk Halal yang sedang dibahas. UU ini akan berlaku mulai Oktober 2019.
Dengan demikian, industri di Indonesia mendapatkan kepastian tentang langkah apa saja yang harus diambil untuk menghadapi era produk halal tahun depan.
“Dengan putusan konferensi ICCIA itu nanti semuanya bisa jelas,” ujar dia.
Ketua Pelaksana ICCIA Muhammad Bawazeer mengatakan tiga tema dalam konferensi, yaitu infrastruktur, perbankan islam dan pariwisata selalu dibahas saat kunjungan kepala negara-negara Timur Tengah ke Indonesia. Namun, belum ada realisasi konkret dari proyek yang dirancang.
"Konferensi ini bisa mengingatkan kembali agar ada realisasi proyek," ujar dia.
Konferensi ini juga akan mengagendakan pertemuan business to business antara 20 pengusaha Indonesia dengan mitranya dari negara OKI dengan berbagai komoditas.
Source: Anadolu