ESQNews.id, MALAYSIA - Pada tanggal 15 November 2023 Ary Ginanjar Agustian (Founder ESQ Group) menghadiri 18th Biennial International Conference on Media & Communication 2023 yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Media dan Komunikasi di Universiti Kebangsaan Malaysia.
Di tahun ini, Pusat Penelitian Media dan Komunikasi menyelidiki hal-hal kritis dalam bidang media dan komunikasi yang terus berkembang khususnya berkaitan dengan VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity), sehingga hal ini dijadikan dalam tema sentral konferens dengan judul “Media dan Transformasi Komunikasi Menghadapi Era VUCA: Dampak dan Tantangannya”.
Pada sesi konferens, Ary Ginanjar turut mengisi sesi dengan membawakan materi berjudul Realization of Back To Basic of Human Technology and Communication Technology in Facing VUCA.
“Kesibukan saya selama dua minggu terakhir mulai dari pagi sampai malam, yang banyak perubahaan, kepadatan, dan juga tetap mengusahakan untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan melalui WhatsApp, instagram, tiktok, dan berbagai sosial media lainnya.” Ujar Ary Ginanjar.
Menghadapi VUCA era ini, melalui sosial media yang hadir kini menimbulkan dampak negatif dan banyak orang lebih senang mencari berita negatif demi mencari follower, sehingga berakibat dengan timbulnya masalah dimana-mana, hoaks menjadi mudah tersebar, sehingga turunnya nilai moral, akhlak, dan perubahan nilai perilaku budaya, dan batas-batas mulai kabur.
“Dalam tiap berita itu ada energi baik yang bersifat destruktif atau konstruktif akan saya sampaikan. Dan ESQ berusaha untuk memberikan nilai positif pada setiap media yang disebarkan.”
Sosok Ary Ginanjar yang menjadi public figure sebagai seorang motivator, tentu setiap hal yang disebarkan akan berpengaruh besar di media sosial. Hal tersebut dibuktikan ketika menyebarkan pesan di WhatsApp akan menyebar luas, banyaknya komentar yang turut bergabung di postingan Instagram, bahkan di Tiktok juga ditonton lebih dari 3 juta orang sehingga masyarakat tentu banyak yang terpengaruh dan ikut dengan apa yang Ary Ginanjar katakan.
“Sebuah riset menunjukkan bahwa apabila satu orang memiliki level energi 700 atau positif, maka dia dapat memberikan impact kepada tujuh puluh juta individu.
Sehingga, perlu untuk terus menyebarkan berita yang positif di era sosial media ini.” Sambung Ary.
Maka menjadi penting untuk bijak bersosial media, hal ini bisa didapati dari 3 niat. Yang pertama adalah strong why yang berfokus pada dunia materialistik, dimana stroller yang menjadi pusat orbit, dan Ary Ginanjar katakan ini perlu diselesaikan.
“Kemudian yang tentu harus kita perbaiki niatnya adalah big why yang hanya mencari popularitas, sehingga segala cara akan dicari untuk mendapatkan popularitas.
Maka, kita perlu menemukan grand why. Lebih dari sekedar materi dan popularitas.”
Grand why didapati dari apa yang menjadi fokus untuk menyebarkan kebaikan, memberikan kebermanfaatan, bukan hanya kebahagiaan seorang diri, namun untuk lingkungan pula. Dan berikutnya juga harus memahami apa yang disebarkan di sosial media melalui kompetensi yang dimiliki.
Tentu dalam VUCA era yang dimana sosial media dapat menjadi boomerang bagi banyak orang, maka terus menerus untuk menyebarkan kebaikan dengan dorongan grand why. Memberikan solusi kepada banyak orang melalui apa yang kita sebarkan di sosial media.
“Kita tidak hanya bermain, namun masuk ke dalam pola pikir. Dan tetap menggunakan hati,
Kita tahu bahwa manusia ini memiliki drive (dorongan), network (hubungan), dan action (tindakan). Dan ini akan saya kenalkan, dalam bentuk TalentDNA yang diluncurkan oleh ESQ Group.”
<more>
TalentDNA merupakan sebuah metode untuk mengidentifikasikan kecenderungan pola perilaku yang terus berulang secara alami, natural, dan spontan. Sehingga akan mempengaruhi bagaimana cara kita mersepon dan mengambil keputusan dalam kehidupan secara otomotasi. TalentDNA mengungkap algoritma perilaku manusia yang membuat setiap orang unik dan berbeda.
Ada 45 TalentDNA yang terbagi dalam tiga bagian yaitu drive, network, action. Dengan perbedaan tersebut, tentu diketahui bahwasannya komunikasi itu dapat berbeda-beda, bagaimana menghadapi satu orang dengan yang lainnya tentu berbeda. Dalam sosial media juga tentu penyampaian akan berbeda, bisa jadi menjadi bias.
Namun, disatukan dengan grand why, meletakkan Allah di atas segalanya menjadikan dunia kembali netral.
“Hal ini kita buktikan bukan sekedar teori, bukan sekedar ucapan, namun kita buktikan dengan membangun Menara 165 dimana puncaknya adalah Allah.”