Kamis, H / 28 Maret 2024

Berbahagia Menyambut Ujian-Nya

Selasa 12 Sep 2023 10:47 WIB

Author :M. Nurroziqi

ilustrasi.

Foto: dok. ESQ/Leo M. Arief


Oleh: M  Nurroziqi

 

ESQNews.id - "Hadapi dengan senyuman. Semua yang terjadi biar terjadi. Hadapi dengan tenang jiwa. Semua 'kan baik-baik saja. Relakanlah saja ini. Bahwa semua yang terbaik. Terbaik untuk kita semua. Menyerahlah untuk menang." (Hadapi Dengan Senyuman, Dewa 19).


Ujian, jika di sekolah, adalah bagian dari sarana untuk menentukan kelayakan para pelajar berada di tingkatan yang mana. Bisa juga, dijadikan tolok ukur mengelompokkan siapa saja yang memiliki kemampuan yang setara. Selebihnya, adalah bagian dari memudahkan para guru di dalam memberikan materi-materi belajar. Jadi, ujian semata untuk menggali seberapa tinggi kualitas para pelajar.


Itu jika hidup di sekolahan. Sedang, kenyataan hidup ini jauh lebih luas dari itu. Meski ada yang berpendapat tiap jengkal tanah adalah sekolah, dan segala rupa yang dijumpa adalah guru, namun tidak serta merta menjadikan seluruh kehidupan ini serupa sekolah tadi. Dan ujian demi ujian yang terus menerus menerjang, bisa jadi tidak sekadar untuk menunjukkan kualitas diri manusia, tidak semata untuk mengelompokkan di antara manusia yang pantas ke surga dan yang musti menetap di neraka. Bukankah untuk hal-hal yang sepele itu, Allah Swt tidak butuh menguji manusia? Jelas Allah Swt sudah Mahatahu siapa dan kemana arah jalan yang pas untuk semua?


Lantas, apa yang sesungguhnya terkandung di balik setiap ujian kehidupan?


Mungkin, kita sudah sangat akrab dengan ungkapan "pengalaman adalah guru yang terbaik". Atau yang serupa itu, di dalam khazanah kearifan budaya Jawa terdapat istilah "ilmu iku tinemu kanthi laku" (Ilmu ditemukan berdasar proses bertingkah laku dalam kehidupan). Kedua istilah tersebut, terkait sangat erat dengan bagaimana manusia mencercap ilmu dalam kehidupan ini. Pengalaman atau laku adalah metode terbaik yang sangat memudahkan manusia mendapatkan ilmu. Di sekolah saja, kerja langsung yang melibatkan seluruh indera dan rasa, jauh lebih mengena dan memahamkan para pelajar di dalam proses belajarnya, dibandingkan dengan yang bermetode full teori hanya mengandalkan akal pikir tanpa praktek.


Jadi, hidup ini membangun ilmu melalui pengalaman-pengalaman. Hidup ini mengajarkan banyak hal lewat laku-laku hidup yang nyata. Dan wujudnya, adalah ujian-ujian yang terus datang bergantian. Sehingga, semakin banyak ujian, semakin penuh pengalaman, semakin banyak ilmu yang didapatkan. Sebaliknya, jika tidak banyak ujian, dari mana akan berpengalaman? Tanpa pengalaman, kapan mencercap ilmu dalam kehidupan? Sebab itulah, manusia tidak akan pernah sekali pun bisa lepas dari yang namanya ujian. Lebih-lebih, manusia memiliki kewajiban belajar di sepanjang hidupnya.


Sudah diuji-uji setiap hela nafas diri, jelas menjadikan diri semakin pintar penuh pengalaman. Tetapi, tidak sedikit yang cuma plonga-plongo, tidak kunjung belajar, jangankan jalan pulang kemana harus kembali, siapa dirinya saja sama sekali tidak disadari. Tipe manusia yang kedua ini, pastinya celaka, tersesat di tempat yang tidak semestinya, neraka. Na'udzubillah.


Lebih jauh lagi, mengenai ujian yang silih berganti datang bertubi-tubi, tidaklah menjadikan diri terpenjara oleh semua yang dialami tadi. Tetapi, seharusnyalah menggerakkan diri untuk menjadi semakin dekat dengan Allah Swt Yang Maha Menguji. Dari itu, tidak mengherankan jika dalam khazanah Jawa terdapat satu nasehat, "Ojo matur Gustimu yen ono masalah. Tapi, maturo masalahmu yen awakmu nduwe Gusti." Jangan menyampaikan ujian apa pun kepada Allah Swt. Tetapi, hadapilah setiap ujian dalam keadaan diri yang benar-benar ber-Tuhan, memiliki Allah Swt.


"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S. Al-Baqarah: 155-157). Inilah, betapa pentingnya ujian-ujian bagi setiap umat manusia. Yakni, semakin mempertebal ketauhidan diri. Berpasrah. Menyerah total kepada Allah Swt sebagai satu-satunya tempat bergantung. "Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu." (Q.S. Al-Ikhlas: 2).


Dengan demikian, setiap ujian yang datang mendera tanpa sekali pun ada jeda, adalah salah satu bentuk kecintaan dan pemuliaan Allah Swt terhadap umat manusia. Dari itu, ujian tidak akan pernah ada habis-habisnya selagi nyawa masih dikandung badan. "Alhayatu silsilatul masail" (hidup adalah serangkaian ujian). Sehingga, atas setiap diterimakan-Nya ujian, tidak seharusnya ditampung dengan kesedihan yang tidak karu-karuan. Tetapi, dihadapi dengan senyum kemenyarahan yang tulus kepada Allah Swt. Dan bonusnya, setiap kesabaran atas setiap ujian, sekecil apa pun akan menjadi sarana penghapusan dosa-dosa. "Tidaklah dari seorang Muslim yang tertusuk duri hingga apa-apa yang lebih berat darinya, kecuali dicatat baginya derajat dan dihapus darinya dengan hal itu kesalahan." (H.R. Muslim).


*M. Nurroziqi. Penulis buku-buku Motivasi Islam. Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya.

Ingin tulisanmu dimuat di ESQNews.id? kirimkan ke email kami di [email protected]


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA