Jumat, H / 29 Maret 2024

Ayo Membaca

Jumat 11 Aug 2023 11:04 WIB

M. Husnaini

ilustrasi membaca buku

Foto: learn.-surbitonhigh.-com


Oleh: M Husnaini*

ESQNews.id - "Jangan sekali-kali Anda katakan tidak ada waktu untuk membaca. Sebab, itu adalah ucapan nafsu yang menipu Anda," tutur M Quraish Shihab. "Kita belajar untuk pandai membaca, dan kita membaca untuk belajar sampai pandai."

Sungguh, manusia tidak dapat hidup tanpa pengetahuan. Mengatasi urusan perut saja, kita perlu tahu dulu apa itu lapar, untuk kemudian kita bergerak mencari makanan. Tidak tahu apa pun, mustahil kita dapat berbuat apa pun. Dan, membaca adalah pintu menuju tahu.

Tidak heran, perintah Al-Quran yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad adalah membaca. Perintah tersebut tidak menyebut objek bacaan, tetapi menyebut motivasi dan tujuan membaca, yaitu dengan atau demi karena Tuhanmu.

Membaca itu bahasa Arabnya terdiri dari qaf, ra', dan hamzah (qara-a). Ketiga huruf itu menakjubkan. Sebab, betapa pun kita otak-atik susunannya, ia tetap punya makna. Dibaca "ariqa", maknanya gelisah atau sulit tidur. Kalau kita baca "aqarra", artinya mantap atau tenang.

Semua itu mengisyaratkan bahwa kalau kita tidak membaca, kita akan gelisah, dan ketika gelisah dan tidak dapat tidur, kita tidak akan merasa tenang. Sebaliknya, jika kita membaca, kita akan memperoleh pengetahuan, dan dengan demikian, hidup kita menjadi tenang.

Dunia membuktikan, banyak orang-orang yang hidup sejahtera dan bahagia karena membaca. Abbas Mahmud Al-Aqqad (1889-1964 M) itu hanya tamatan SD, namun dia adalah cendekiawan Mesir terkemuka. Ditanya perihal ketekunannya membaca, Al-Aqqad menjawab, "Aku malu jika orang berbicara tentang suatu persoalan, lalu aku tidak berpartisipasi secara positif."

Di Indonesia sendiri banyak sekali tokoh-tokoh yang hanya lulusan sekolah rendah, namun punya karya dan reputasi ternama, karena luar biasa tekun membaca. Sebutlah, antara lain, Adam Malik, Ali Audah, Ajib Rosidi, D Zawawi Imron, dan seterusnya.

Kendati demikian, perlu ditegaskan di sini, membaca butuh kesabaran ekstra. Yang tidak terbiasa membaca, dan baru memulai, awal-awal pasti tidak langsung menikmati. Kadang malah pusing, karena tidak paham apa yang sedang dibaca.

Kondisi begitu adalah wajar. Jangan menyerah, lantas istirahat membaca. Yang sudah sering membaca saja, untuk bacaan-bacaan tertentu, masih kesulitan mencerna. Di situlah tantangannya. Kita jangan buru-buru menyalahkan bacaan itu atau penulisnya.

Bahkan, sebuah buku kita beli, sering pula tidak langsung mampu kita pahami. Saya sudah mengalami. Buku-buku karya Emha Ainun Nadjib, Abdurrahman Wahid, atau M Amin Abdullah, termasuk yang dulu sukar saya pahami. Namun, kini justru karya-karya mereka, bagi saya, sangat menginspirasi.

Untuk memahami sebuah buku juga kerap butuh diantarkan oleh buku lain. Saya baru menikmati buku "Lentera Kehidupan" karya Mulyadhi Kartanegara setelah saya mengkhatamkan buku "Logika Agama" karya M Quraish Shihab.

Lagi, tetralogi novel biografi "Muhammad" karya Tasaro GK yang mengagumkan itu baru saya nikmati di buku kedua sampai keempat. Menamatkan serial pertama setebal 550 halaman itu, saya belum memahami betul ke mana arah isi buku.

Sekarang adalah era digital yang menjadikan semua lebih mudah. Tidak sedikit pakar dan pemikir yang mudah kita hubungi lewat media sosial. Sekiranya kita kurang atau tidak paham tentang tulisan mereka, bisa langsung berkonsultasi atau berdiskusi secara pribadi.

Saya sendiri merasa sangat terbantu memahami konflik politik era pascakenabian yang cukup rumit dan menegangkan itu setelah saya rajin mengikuti, misalnya, status-status Facebook Muhammad Machasin dan Nadirsyah Hosen. Selamat memulai kebiasaan membaca.


*Penulis adalah Kandidat Doktor di International Islamic University Malaysia (IIUM)

Ingin tulisanmu dimuat di ESQNews.id? kirimkan ke email kami di [email protected]


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA