ESQNews.id,
JAKARTA – Motivasi bukan lagi semata pada materi melainkan motivasi yang
bersandar pada nilai-nilai yang bersifat spiritual. Seperti motivasi Bob Galvin
yang menunjukan cintanya yang tulus kepada karyawannya. Nurhayati Subakat,
dengan kasih murni dan tanggung jawabnya. Matsushita dengan kepedulian sosialnya.
Dan perusahaan
farmasi Jepang dengan keinginan menolong dan menyelamatkan. Semua itu adalah
motivasi murni yang berlandaskan nilai-nilai spiritual yang tulus. Inilah
esensi ihsan dalam kacamata dunia yang tentu harus digali lebih dalam lagi.
Pendapat ini
diperkuat oleh Jack Welch dari GE (General Electric), dalam sebuah pidatonya: “Yang
dibutuhkan saat ini adalah pemimpin-pemimpin yang memiliki landasan spiritual
untuk memimpin sebuah perusahaan.” Lebih lanjut, menurut Gay Hendricks dan Kate
Ludeman konsultan manajemen senior yang telah mengadakan sebuah penelitian
terhadap 800-an manajer perusahaan yang mereka tangani selama 20 tahun, membuat
sebuah kesimpulan yang mengejutkan, “Apabila Anda hendak mencari orang-orang
yang memiliki nilai-nilai spiritual sejati, Anda tidak akan menemukannya di
tempat-tempat ibadah, tetapi justru di korporasi-korporasi yang sukses.”
Hasil interview
menunjukan pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaan ke puncak
kesuksesan adalah orang-orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima
kritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh
visi, mengenal diri sendiri dengan baik, yang memiliki spiritual yang
non-dogmatis, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri sendiri atau orang
lain. Pemimpin yang sukses lebih mengamalkan nilai-nilai spiritual.”
Arie De Geuss
dalam bukunya yang terkenal “The Living Company” mencatat beberapa perusahaan
yang bisa bertahan lebih dari satu abad. Di Jepang ada Mitsui dan Matsushita,
di Belanda atau Unilever dan Shell, di Amerika ada General Electric (GE).
Mereka umumnya
tidak melakukan kegiatan usaha yang berlawanan dengan hukum alam, tapi
senantiasa menyesuaikan diri dengan garis alam, dan responsif terhadap
sinyal-sinyal alam semesta yang berosilasi pada gelombang 40 Hz.
Kecuali orang-orang
yang bertaubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah
dan dengan tulus ikhlas mengerjakan agama karena Allah. (QS. An-Nisaa’
(Perempuan) 4:146)
Pernah diterbitkan di ESQ Magazine No. 02/V Januari 2009