Jumat, H / 29 Maret 2024

Anda Guru? Taubatlah Selalu!

Rabu 25 Aug 2021 17:45 WIB

Reporter :Endah Diva Qaniaputri

Ilustrasi

Foto: shutterstock.com

Oleh: Ahmad Meilani (Guru Siroh di MTs MILBoS)


ESQNews.id, JAKARTA - 
Bersyukur kita atas kemurahan Rabb yang Maha Rahim dan Maha Ghafuur. Manusia diciptakan dengan settingan yang sudah dikabarkan dalam kitab suci yang diturunkan kepada teladan yang tak akan ada ruang untuk membuat kita kecewa, ia tiada duanya, Al Musthafa shallallahu’alaihiwasallam.

Manusia didesain tidak menjadi makhluk yang seperti malaikat, yang tugasnya beribadah namun ada challenge untuk ditaklukan. Berbeda dengan manusia, diciptakan dengan sebaik-baik penciptaan, namun dibersamai dengan challenge untuk dilewati dan diungguli, sebab misi utamanya adalah untuk ketaatan pada Rabbnya.



Selain itu, di planet bumi ini pun diamanahi tugas untuk menjaga dan memakmurkan bumi ini. Bocorannya sudah disampaikan, bahwa akan terjadi kerusakan dan ketidakseimbangan kala manusia berbuat tidak sesuai dengan guiden (pedoman) hidup yang diajarkan oleh sang teladan utama; Muhammad shallallahu’alaihiwasallam.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam adalah guru dan murobbi hakiki. Terbaik sepanjang masa dan tak ada yang menyamai apalagi mengunggulinya. Beliau kalau mengisyaratkan pada problem dan challenge di masa yang akan datang, baik dalam waktu dekat ataupun yang masih amat sangat jauh terjadinya, pasti tidak hanya menyodorkan itu dan membuat panik atau khawatir yang mendengarnya, tetapi biasa memberikan sepaket. Bagaimana maksudnya? Ya, Ketika dikabarkan akan sebuah problem yang akan di hadapai, sekaligus memberi solusi.

<more>

Betapa bingung dan frustrasinya kita sebagai manusia, hamba Allah yang tidak sempurna kemudian dikabarkan lagi bahwa salah satu sifat tambahannya adalah salah dan lupa. Betapa dosa dan kesalahan memenuhi tabungan dan memberatkan timbangan amal yang mendekatkan ke neraka. Betapa tidak nikmatya hidup, sebab kesalahan dan lupa akan aneka kenikmatan yang Allah anugerahkan terlalu sering dilakukan. Mungkin terjadi setiap detiknya, betapa sengasaranya hidup, dosa bertumpuk, sedangkan amal shaleh pun belum bisa diandallkan; ada riya, ada sum’ah, ada aneka macam motif yang bukan lillah, walaupun sama-sama membuat lelah.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam adalah guru terbaik, murobbi yang tak akan membiarkan murid-muridnya berkecil hati dan frustrasi. Saat ada problem dan challenge dihadapkan, beliau selalu datang dengan sesuatu yang menentramkan jiwa dan hati; solusi pasti.

Saat kita sadari bahwa kita tidak sempurna, sering salah dan lupa, beliau shallallahu’alaihiwasallam datang bersama itu juga istighfar, taubat yang tak dibatasi kuantitasnya, juga tidak dibatasi timing-nya. Selama hayat masih dikandung badan, solusi untuk tetap optimis dan mengimbangi kesalahan, kekurangan dan ketidaksempurnaan itu ada. Bertaubat setiap saat setiap kesempatan.



Kuncinya ada pada pesan Al Musthafa shallallahu’alaihiwasallam, “…wakhoiru khottooiina tawwabuun” kalau kita tahu kita banyak salah, kata Nabi shallallahu’alaihiwasallam solusinya, senantiasa bertaubat. Apa beratnya sih lisan digerakan untuk mengucap ISTIGHFAR? Tapi selain ucapan, setting hati baik-baik untuk merenungi betul, khusyu dalam memohon ampunan itu.

Kalau manusia secara umum pasti berbuat salah dan tak luput dari laku doa, lantas kira-kira siapa yang paling ditekankan untuk banyak bertaubat dan beristighfar? Menurut saya yang mestinya paling intens beristighfar dan bertaubat adalah guru atau murobbi (pendidik) dan orang tua.

Ya, Guru dan orang tua. Bagaimana tidak, sebab mereka mesti hadir dan memerankan menjadi sosok sempurna, tak ada aib dalam laku dan katanya. Walaupun sejatinya ia tak mungkin menjadi manusia sempurna seperti nabi, tapi ia mesti berperan mendekati kesempurnaan nabi. Berat? Pasti. Tapi itu kunci. Kalau seseorang , khususnya konteks ini guru dan orang tua, ingin dapat reward terbaik, khususnya pasca hidup di planet bumi ini, kuncinya mesti bisa diteladani.

Istilah populer di tengah masyarakat kita sering bilang, kenapa pendidik itu dinamakan guru, karena ia digugu dan ditiru. Nah, masalahnya kalau yang digugu dan ditiru itu kekeliruan, tanpa terasa investasinya tumbuh dalam buku dan timbangannya. Maka, tak ada jalan keluar kecuali mesti selalu mengoreksi setiap tindak tanduk dan kata terucapnya, tanpa kenal batasan waktu dan ruang. Selalu khawatir kalau yang keluar dari lisan dan yang dilakukannya adalah kemaksiatan atau sesuatu yang tak layak dilakukan oleh seorang hamba yang beradab.

Selain itu, karena kesalahan dan kekhilafan dalam kata dan laku tak seutuhnya bisa dikendalikan, pasti ada celah yang membuatnya terjatuh dalam kesalahan, maka memperbanyak TAUBAT dan ISTIGHFAR adalah solusi tepat dan menentramkan. Karena sekali lagi orang tua dan guru itu segala tindak ucap dan lakunya ditiru anak dan muridnya. Maka merekalah yang mesti paling banyak introspeksi diri, bertaubat dan beistighfar dengan penuh kesungguhan. Dan jangan salah, setiap orang tua adalah guru bagi sesiapa yang lebih belia darinya, bisa buah hatinya, atau pun adik kecil bahkan anak tetangganya. Jadi ini hal serius.

Siapa sih yang rela kalau tiba-tiba timbangan amalnya condong kepada kesalahan dan doa, sedangkan ia tak sadar, oh ternyata diikuti oleh anak dan muridnya dulu saat melakukan pelanggaran terhadap titah dan petunjuk Allah ta’ala dan Rasulullah shallallallahu’alaihiwasallam.

Semoga segala aktifitas kita menjadi jalan untuk bertambahnya kebaikan, dan semoga taubat dan istighfar menjadi nilai yang lekat di lisan dan hati kita. Selamat berjuang para guru, murobbi dan orang tua. Semoga lelahmu senantiasa ikhlas lillah. Karena Anda berstatus sebagai guru dan orang tua, bertaubatlah selalu, istighfar setiap waktu! Semoga dengan itu kebaikan Anda tetap terjaga. Jangan lupa ikhlas lillah semata sebagai motif setiap aktifitas kita, rewardnya pasti istimewa.

Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA