Oleh: Ahmad Meilani (Guru Siroh di MTs MILBoS)
ESQNews.id, JAKARTA - Bersyukur kita atas
kemurahan Rabb yang Maha Rahim dan Maha Ghafuur. Manusia diciptakan dengan
settingan yang sudah dikabarkan dalam kitab suci yang diturunkan kepada
teladan yang tak akan ada ruang untuk membuat kita kecewa, ia tiada duanya, Al
Musthafa shallallahu’alaihiwasallam.
Manusia didesain tidak menjadi makhluk yang
seperti malaikat, yang tugasnya beribadah namun ada challenge untuk
ditaklukan. Berbeda dengan manusia, diciptakan dengan sebaik-baik penciptaan,
namun dibersamai dengan challenge untuk dilewati dan diungguli, sebab
misi utamanya adalah untuk ketaatan pada Rabbnya.
Selain itu, di planet bumi ini pun diamanahi tugas untuk menjaga dan memakmurkan bumi ini. Bocorannya sudah
disampaikan, bahwa akan terjadi kerusakan dan ketidakseimbangan kala manusia
berbuat tidak sesuai dengan guiden (pedoman) hidup yang diajarkan oleh sang
teladan utama; Muhammad shallallahu’alaihiwasallam.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam
adalah guru dan murobbi hakiki. Terbaik sepanjang masa dan tak ada yang
menyamai apalagi mengunggulinya. Beliau kalau mengisyaratkan pada problem dan
challenge di masa yang akan datang, baik dalam waktu dekat ataupun yang masih
amat sangat jauh terjadinya, pasti tidak hanya menyodorkan itu dan membuat
panik atau khawatir yang mendengarnya, tetapi biasa memberikan sepaket.
Bagaimana maksudnya? Ya, Ketika dikabarkan akan sebuah problem yang akan di
hadapai, sekaligus memberi solusi.
<more>
Betapa bingung dan frustrasinya kita
sebagai manusia, hamba Allah yang tidak sempurna kemudian dikabarkan lagi bahwa
salah satu sifat tambahannya adalah salah dan lupa. Betapa dosa dan kesalahan
memenuhi tabungan dan memberatkan timbangan amal yang mendekatkan ke neraka.
Betapa tidak nikmatya hidup, sebab kesalahan dan lupa akan aneka kenikmatan
yang Allah anugerahkan terlalu sering dilakukan. Mungkin terjadi setiap
detiknya, betapa sengasaranya hidup, dosa bertumpuk, sedangkan amal shaleh pun
belum bisa diandallkan; ada riya, ada sum’ah, ada aneka macam motif yang bukan lillah,
walaupun sama-sama membuat lelah.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam
adalah guru terbaik, murobbi yang tak akan membiarkan murid-muridnya berkecil
hati dan frustrasi. Saat ada problem dan challenge dihadapkan, beliau selalu
datang dengan sesuatu yang menentramkan jiwa dan hati; solusi pasti.
Saat kita sadari bahwa kita tidak sempurna,
sering salah dan lupa, beliau shallallahu’alaihiwasallam datang bersama
itu juga istighfar, taubat yang tak dibatasi kuantitasnya, juga tidak dibatasi timing-nya.
Selama hayat masih dikandung badan, solusi untuk tetap optimis dan mengimbangi
kesalahan, kekurangan dan ketidaksempurnaan itu ada. Bertaubat setiap saat
setiap kesempatan.
Kuncinya ada pada pesan Al Musthafa shallallahu’alaihiwasallam,
“…wakhoiru khottooiina tawwabuun” kalau kita tahu kita
banyak salah, kata Nabi shallallahu’alaihiwasallam solusinya, senantiasa
bertaubat. Apa beratnya sih lisan digerakan untuk mengucap ISTIGHFAR? Tapi
selain ucapan, setting hati baik-baik untuk merenungi betul, khusyu
dalam memohon ampunan itu.
Kalau manusia secara umum pasti berbuat
salah dan tak luput dari laku doa, lantas kira-kira siapa yang paling
ditekankan untuk banyak bertaubat dan beristighfar? Menurut saya yang mestinya
paling intens beristighfar dan bertaubat adalah guru atau murobbi (pendidik)
dan orang tua.
Ya, Guru dan orang tua. Bagaimana tidak,
sebab mereka mesti hadir dan memerankan menjadi sosok sempurna, tak ada aib
dalam laku dan katanya. Walaupun sejatinya ia tak mungkin menjadi manusia
sempurna seperti nabi, tapi ia mesti berperan mendekati kesempurnaan nabi.
Berat? Pasti. Tapi itu kunci. Kalau seseorang , khususnya konteks ini guru dan
orang tua, ingin dapat reward terbaik, khususnya pasca hidup di planet bumi ini,
kuncinya mesti bisa diteladani.
Istilah populer di tengah masyarakat kita
sering bilang, kenapa pendidik itu dinamakan guru, karena ia digugu dan ditiru.
Nah, masalahnya kalau yang digugu dan ditiru itu kekeliruan, tanpa terasa
investasinya tumbuh dalam buku dan timbangannya. Maka, tak ada jalan keluar
kecuali mesti selalu mengoreksi setiap tindak tanduk dan kata terucapnya, tanpa
kenal batasan waktu dan ruang. Selalu khawatir kalau yang keluar dari lisan dan
yang dilakukannya adalah kemaksiatan atau sesuatu yang tak layak dilakukan oleh
seorang hamba yang beradab.
Selain itu, karena kesalahan dan kekhilafan
dalam kata dan laku tak seutuhnya bisa dikendalikan, pasti ada celah yang
membuatnya terjatuh dalam kesalahan, maka memperbanyak TAUBAT dan ISTIGHFAR
adalah solusi tepat dan menentramkan. Karena sekali lagi orang tua dan guru itu
segala tindak ucap dan lakunya ditiru anak dan muridnya. Maka merekalah yang
mesti paling banyak introspeksi diri, bertaubat dan beistighfar dengan penuh
kesungguhan. Dan jangan salah, setiap orang tua adalah guru bagi sesiapa yang
lebih belia darinya, bisa buah hatinya, atau pun adik kecil bahkan anak
tetangganya. Jadi ini hal serius.
Siapa sih yang rela kalau tiba-tiba
timbangan amalnya condong kepada kesalahan dan doa, sedangkan ia tak sadar, oh
ternyata diikuti oleh anak dan muridnya dulu saat melakukan pelanggaran
terhadap titah dan petunjuk Allah ta’ala dan Rasulullah shallallallahu’alaihiwasallam.
Semoga segala aktifitas kita menjadi jalan
untuk bertambahnya kebaikan, dan semoga taubat dan istighfar menjadi nilai yang
lekat di lisan dan hati kita. Selamat berjuang para guru, murobbi dan orang
tua. Semoga lelahmu senantiasa ikhlas lillah. Karena Anda berstatus sebagai guru dan orang tua, bertaubatlah selalu, istighfar
setiap waktu! Semoga dengan itu kebaikan Anda tetap terjaga. Jangan lupa ikhlas
lillah semata sebagai motif setiap aktifitas kita, rewardnya pasti
istimewa.