Jumat, H / 29 Maret 2024

18 Tahun ESQ, Merajut Persatuan Bangsa, Mewujudkan Cita-cita Indonesia Emas

Kamis 01 Nov 2018 10:41 WIB

Singgih Wiryono

Menara 165 menjadi simbol perjuangan Ary Ginanjar bersama ESQ untuk menegakan nilai-nilai 165.

Foto: Leo M Arief

Memiliki visi membangun peradaban emas, ESQ konsisten menjadi oksigen dan menebar salam perdamaian. 


Menoleh ke belakang 15 tahun yang lalu, Ary Ginanjar dengan keteguhan hatinya berangkat menuju Kabupaten Aceh Utara untuk menggelar training pertama di Serambi Mekah. Kenekatan pendiri ESQ Group ini melakukan training ESQ di Daerah Operasi Militer (DOM) cukup menjadi dialog panjang antara pasukan TNI yang bertugas di sana terkait kedatangan Ary.


“Waktu itu saya ingat, saya dilarang untuk ke sana, tapi saya terus pergi,” kata pria berusia 56 tahun ini.


Mengingat alasan kenekatannya, seorang pemimpin dan ayah yang bersahaja ini tertawa sendiri. Betapa nyawa menjadi taruhan saat dia melakukan training di tanah Rencong ini. Tertawa, karena mengingat betapa menegangkannya melakukan training di daerah dengan gerakan separatis yang aktif.



“Saya ingat waktu itu, saya turun ke bandara menuju lokasi menggunakan mobil anti peluru. Kemudian ketika istirahat di sela-sela kegiatan training saya jalan-jalan menggunakan tank,” kisah Ary sambil tertawa.


Rasa mencekam semakin mendalam setelah di waktu malam, tidak jauh di lokasi training terjadi baku tembak antara pasukan GAM dan TNI yang menewaskan satu warga sipil. Nyawa adalah taruhannya, kata peraih gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Negeri Yogyakarta ini.



Walaupun sudah mengetahui konsekuensi dari melaksanakan training ESQ di lokasi konflik, Ary tetap mempertahankan prinsipnya untuk menggelar training pembangunan karakter itu. Sambil mengingat, Ary menceritakan saat itu salah satu petinggi Kabupaten Aceh Utara mengatakan jangan pernah menginjakkan kaki di Tanah Rencong kalau batal mengisi training di tempat itu.


“Akhirnya walaupun nyawa menjadi taruhannya, saya berangkat. Warga Aceh sedang menunggu dan menanti perdamaian di sana,” kata dia.


Dua tahun kemudian, pasca training dan pasca Tsunami Aceh,  tepatnya 15 Agustus 2005 percaya atau tidak, terjadilah peristiwa penting yang menjadi perekat kembali persatuan Bangsa Indonesia. Adalah perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia. Perjanjian tersebut dinamakan perjanjian Helsinki yang berisi Memorandum of Understanding antara kedua GAM dan Pemerintah RI.



Cita-cita damai yang dulunya menjadi mimpi masyarakat Aceh akhirnya terwujud. Namun, titik terang tersebut masih menimbulkan curiga antara kedua pihak di masa awal perdamaian. Saat itulah, ESQ mengambil peran kembali untuk menciptakan suasana persaudaraan dan persatuan antara GAM dan Militer Indonesia. ESQ memberikan training Kecerdasan Emosional dan Spiritual. Turut mencairkan suasana yang sebelumnya kaku penuh curiga, memberikan ruang kedamaian dan memudahkan kata maaf dan memaafkan.


Suasana training 15 tahun lalu ini masih terekam di jejak digital hingga saat ini. Bagaimana training ESQ Eksekutif Nasional ke-45 itu memberikan moment mantan Panglima GAM, Sofyan Dawood dan Kopassus TNI, Brigjen Sutopo berpelukan satu sama lain. Bahkan dalam training tersebut, Sofyan berikrar akan menjaga keutuhan Aceh dan Republik Indonesia.


“Saya masih ingat betul, saya panggil beliau (Dawood) dengan sebutan Adun, kakak tersayang dalam bahasa Aceh,” kisah Ary.



Tahun ke tahun, sedikitnya ada enam peristiwa penting dan peran ESQ yang terekam dalam jejak digital untuk mempererat bangsa ini Indnesia. Ketika bentrokan terjadi di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, antara Kampong Sandiang Bakar dan Muaro Pingai, ESQ turut ambil bagian menjadi air yang menyejukan dan memadamkan api amarah warga.


Tidak hanya itu, peran ESQ dalam menjemput masa keemasan Indonesia juga dilakukan di ranah pendidikan karakter. Dua belas tahun silam, ESQ memberikan ilmu pendidikan karakter di hadapan pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Training yang diikuti ratusan anggota HMI dan pengurus besar PB HMI. Salah satu yang hadir saat itu adalah PB HMI Fajar Zulkarnaen dan Ketua Umum HMI Syahrul Efendi Dasopang.


Keprihatinan moral generasi muda yang 'doyan' tawuran juga menjadi perhatian ESQ. Tahun 2012, tawuran antara SMA 6 Jakarta dengan SMA 70 Jakarta yang menewaskan seorang siswa menjadi catatan merah pendidikan Indonesia saat itu. ESQ turun tangan, memberikan pendidikan karakter melalui Training ESQ untuk 800 siswa kedua sekolah yang tawuran.


Perkembangan training untuk mencetak generasi emas terus berkembang. Tahun 2015, ESQ mencatat training "Pelatihan Pelopor Pembangunan Karakter Bangsa dengan kerjasama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan" yang dilakukan di 10 privinsi di Indonesia untuk seribu pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP).



Demikian juga pembentukan pasukan Asmaul Husna untuk Kepolisian Republik Indonesia. Adalah buah pikiran dari pendiri ESQ Group, Ary Ginanjar yang menginginkan tidak terjadinya kekerasan dan bentrokan saat pengamanan Aksi Bela Islam yang menuntut proses hukum kasus penistaan agama di tahun 2016 silam.


Tahun ini, genap 18 tahun ESQ berjuang untuk Indonesia emas. Tidak terasa kontribusi ESQ untuk memberikan ilmu pembangunan karakter terdengar hingga ke benua biru -Eropa-. Memiliki alumni 1,6 juta dan Forum Komunikasi Alumni yang tersebar di seluruh penjuru dunia, ESQ berusaha memberikan setapak demi setapak anak tangga untuk bangsa Indonesia, melangkah menuju kejayaan.


Kini, di tengah-tengah tahun politik yang memanas, ESQ kembali siap mengawal menjadi oksigen dan pengawal kedamaian di Indonesia. ESQ menyatakan selalu siap jika diminta untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.



Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA