Jumat, H / 29 Maret 2024

Semua Akan Berujung Bahagia

Minggu 27 Aug 2023 09:20 WIB

M. Nurroziqi

ilustrasi.

Foto: google image


Oleh : M. Nurroziqi

ESQNews.id - "Seng disenengi, iku bakal dadi cubane", kata orang-orang Jawa. Justru, pada sesuatu yang sangat dicintai, terletak cobaan dan ujian yang sangat berat. Jika kita membaca kembali peristiwa-peristiwa hidup yang sudah terlewati, berulangkali rasa yang ada di dalam diri ini dilatih, diuji dan selalu dicoba oleh Allah Swt. Adalah segala sesuatu yang mati-matian dicintai itulah yang sejatinya menjadi ujian dan cobaan hidup. Pastinya, ujian dan cobaan tidaklah melulu dengan sesuatu yang tidak disukai atau lebih sering menyakiti. Melainkan, juga dalam bentuk sesuatu yang sangat dicintai. Buktinya, bukankah harta, pangkat, status, bahkan istri, anak, semua adalah ujian dari Allah Swt? Dan bukankah semua itu sangat dicintai oleh siapa pun? Bahkan, didamba dalam kondisi apapun.


"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (Q.S. Ali Imran: 14).


Terdapat pasangan hidup di sisi kita. Anak-anak di kehidupan orangtua. Harta, pangkat dan status dunia termiliki. Siapa yang tidak mencintai? Tetapi, kecintaan atas semua itu justru terdapat ujian yang luar biasa hebat. Saking cintanya, seringkali membelenggu diri dari langkah-langkah untuk berbuat baik. Contoh sederhana, ada seseorang mau gemar bersedekah, pasangannya menggerutu sambil sibuk memperhitungkan akal. Ada anak ingin ringan tangan membantu meringankan beban sesama, orangtua justru tidak suka. Enggan berbagi atas kelebihan harta. Tinggi hati sebab status dan pangkat dunia  yang terlampau dicintai. Lebih sering lagi, segala sesuatu yang dicintai itu tidak lagi sebagaimana harapan tinggi yang dimiliki. Pasangan tidak sayang, anak-anak yang kurang baik, harta yang ditumpuk-tumpuk justru semakin berkurang. Semua itu, pasti menjadi hati semakin sedih. Pikiran makin tidak karu-karuan.


Kecintaan yang terlalu, malah menjerumuskan pada hidup yang sama sekali tidak tenang. Lebih-lebih jika seluruh cinta itu mengungguli rasa cinta kepada Allah Swt. Maka, semua akan sirna tiada guna. Sama sekali tidak memberi manfaat keselamatan dan kebahagiaan di kehidupan "nanti". "Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (Q.S. Attaubah: 24).


"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat dhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)." (Q.S. Al-Baqarah: 165).


Adanya ujian dan cobaan dalam berbagai jenis dan bentuknya itu, sejatinya hanyalah sarana untuk membawa manusia pada tujuan hidup yang semestinya. Yakni, kembali pada Allah Swt. Dan kesemuanya, hanyalah siklus "inna lillahi wa inna ilaihi raji'un". Semua milik Allah Swt, dan hanya akan kembali kepada-Nya. "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'uun". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S. Al-Baqarah: 155-157).


Jika yang dicintai adalah ujian dan cobaan, layaknya sesuatu yang dibenci. Jika kelebihan juga ujian dan cobaan sebagaimana kekurangan. Jika seluruh yang dijalani manusia dalam hidupnya hanyalah rangkaian ujian dan cobaan, yang kesemuanya memiliki tujuan yang sama untuk sampai kepada Allah Swt, maka bagaimana setiap diri tidak bisa senantiasa berbahagia dalam menjalani setiap ujian dan cobaan itu? Bagaimana bisa-bisanya membedakan dengan bahagia dan duka dalam menjalani ujian dan cobaan itu? Toh, asal dan tujuannya adalah sama. Ini, tidak lain disebabkan manusia mudah sekali terlena oleh kecintaan-kecintaan dunia.


Manusia, sudah tertipu oleh perhiasan-perhiasan yang dihamparkan Allah Swt yang ada di dunia. Merasa sudah menguasai dan memiliki semua. Hati, sudah terlanjur sangat mencintai. Maka, ketika terjadi sesuatu atas segala yang dicintai tadi, diri menjadi susah penuh duka. Dari itu, setiap diri harus benar-benar paham bahwa dunia, semua, adalah kesenangan yang menipu. "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (Q.S. Al-Hadid: 20).


Senada dengan itu, Malaikat Jibril pernah menasehati Rasulullah Saw. Sebagaimana diriwayatkan dari Sahl bin Sa’id, ia berkata : Jibril a.s datang kepada Nabi Saw, lalu berkata : “Wahai Muhammad, hiduplah sesuka hatimu, maka sesungguhnya engkau akan mati. Dan cintailah apa saja yang engkau kehendaki, maka sesungguhnya engkau pasti akan berpisah dengannya. Dan berbuatlah apa saja yang engkau kehendaki, maka sesungguhnya engkau pasti akan mendapat balasan dari amal itu. Dan ketahuilah, sesungguhnya kemuliaan seorang mukmin terletak pada shalat malamnya (qiyamullail) dan kehormatannya bergantung pada ketidakbutuhannya kepada manusia.” (H.R.Thabrani : 4429).


Dengan demikian, apa pun saja yang dicapai di dunia, mau bagaimana pun juga kondisi diri ketika hidup di dunia, seharusnya dijadikan untuk semakin mendekat kepada Allah Swt. Sakit ingat Allah Swt. Begitu pun ketika senang. Harus semakin ingat Allah Swt. Tidak tercapai semua angan dan cinta, segera kembali kepada Allah Swt. Demikian juga ketika setiap niat terkabulkan. Maka, harus semakin cepat kembali kepada Allah Swt. Begitu seterusnya. Jangan sampai ada rongga di dalam diri yang memberikan akses untuk melupakan Allah Swt. Jadi, kehebatan seseorang ada pada kemampuan untuk selalu bisa menikmati dalam bahagia setiap ujian dan cobaan yang menyakitkan itu, layaknya ujian dan cobaan-Nya yang berupa sesuatu yang dicintai? Tidak ada beda. Semua sama. Sebab, yang dipandang dan dituju tidak ada yang lain kecuali Allah Swt. Jika sudah begini, semua yang dilalui dan dijalani dalam kehidupan ini, ujung-ujungnya hanya akan mengantarkan diri pada kebahagiaan sejati. Damai di surga-Nya kelak.

 

M. Nurroziqi. Penulis buku-buku Motivasi Islam. Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya.

Ingin tulisanmu dimuat di ESQNews.id? kirimkan ke email kami di [email protected]


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA