Kamis, H / 28 Maret 2024

Sejarah Peringatan Hari Pemberontakan G30S/PKI

Rabu 30 Sep 2020 13:18 WIB

Reporter :Endah Diva Qaniaputri

Potret Pemberontakan PKI

Foto: Wikipedia

“Perjuanganku lebih mudah karna mengusir penjajah, Perjuanganmu lebih sulit karna melawan bangsamu sendiri” – Ir. Soekarno.


ESQNews.id, JAKARTA – 30 September diperingati sebagai “Hari Peringatan Pemberontakan G30S/PKI”. Berawal di tanggal yang sama tahun 1965, enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia.


Peristiwa tersebut dikenal sebagai Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI. Melansir dari akun IG @karnastv, peristiwa G30S/PKI atau Gerakan 30 September merupakan salah satu peristiwa pemberontakan komunis yang terjadi pada bulan September beberapa tahun Indonesia merdeka.


Dalam sebuah kudeta, setidaknya ada 7 perwira tinggi militer terbunuh saat peristiwa ini terjadi. Peristiwa G30S PKI mulai terjadi pada tanggal 1 Oktober. Dimulai dengan kasus penculikan 7 jendral yang terdiri dari anggota staff tentara oleh sekelompok pasukan yang bergerak dari Lapangan Udara menuju Jakarta Selatan.




Tiga dari tujuh jendral tersebut diantaranya telah dibunuh di rumah mereka masing-masing, yakni Ahmad YaniM.T Haryono, dan D.I Panjaitan.


Sementara itu ketiga target lainnya, yaitu Soeprapto, S.Parman dan Sutoyo ditangkap secara hidup-hidup. Abdul Harris Nasution yang menjadi target utama kelompok pasukan tersebut telah berhasil kabur setelah berusaha untuk melompati dinding batas kedubes Irak.


Mayat Jenderal yang masih hidup dibunuh dan dibuang di Lubang Buaya tepat sebelah markas tersebut. Singkat cerita, G30 S PKI bisa berakhir jam 7 malam setelah pasukan pimpinan Soeharto berhasil mengambil alih atas semua fasilitas yang sebelumnya pernah dikuasai oleh G 30 S PKI.


Jam 9 malam, Soeharto bersama dengan Nasution mengumumkan bahwa sekarang ia tengah mengambil alih tentara yang pernah dikuasai oleh PKI dan akan tetap berusaha untuk menghancurkan pasukan kontra-revolusioner demi melindungi posisi Soekarno.


Soeharto melayangkan kembali sebuah ultimatum yang kali ini ditujukan khusus kepada pasukan di Halim. Tak berapa lama kemudian, Soekarno meninggalkan halim perdana kusuma untuk segera menuju ke istana presiden lainnya yang ada di Bogor.


Ketujuh jasad orang yang terbunuh dan terbuang di Lubang Buaya pada tanggal 3 Oktober berhasil ditemukan dan dikuburkan secara layak pada tanggal 5 Oktober.



Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA