Kamis, H / 11 April 2024

Ary Ginanjar : Keberanian Anak Muda

Minggu 09 Jun 2019 10:47 WIB

Source :ESQ Magazine

Ary Ginanjar Agustian

Foto: dok. ESQ

ESQNews.id - Saat membuat rekaman acara untuk salah satu stasiun televisi ‘Leader With Character’ beberapa waktu lalu, saya mendapat pembelajaran berharga dari kisah kehidupan Prof. Dr. Firmanzah. Dia telah menjadi Dekan di FE UI di usia 32 tahun dan menjadi Professor di usia 33 tahun! Bahkan dia menjadi salah seorang dari tujuh professor termuda di dunia.



Bayangkan, untuk masuk UI saja sudah susah, lulus jadi sarjana di sana pun tidak mudah, belum lagi harus lulus kuliah S 1 dan S 2 di Perancis. Kemudian jadi Dekan dan Professor dengan syarat yang ketat dan berat.
Itu semua dilalui olehnya dalam waktu yang sangat cepat.

Pernahkah terbayang oleh kita, bahwa sesungguhnya kehidupan masa kecilnya sangatlah berat. Ia bercerita bahwa ketika dulu bagi rapor, semua temannya ke sekolah diantar oleh orang tuanya. Ada yang diantar oleh bapaknya atau ibunya, sedangkan beliau tidak. Mengapa? Ia menceritakan bahwa ibunya kawin dan cerai hingga tiga kali, dan hingga saat ini beliau belum berjumpa lagi dengan sang ayah.

Beliau tidak malu menceritakan ini, karena Ibunya mengajarkan bahwa dalam hidup harus berani menerima kenyataan. Ibunya pernah berpesan: "Orang yang berani bukanlah orang yang berani demo turun kejalan, tapi orang yang berani adalah dia yang berani menerima kenyataan. " Beliau menceritakan kisah ini tanpa ragu-ragu, inilah kenyataan, katanya. Menurutnya, apabila kita sudah mampu menerima kenyataan barulah kita akan mampu untuk maju ke depan.

Ia belajar dengan keras supaya bisa cepat lulus jadi sarjana untuk ditunjukkan kepada ibunya. Akan tetapi ketika ia lulus jadi sarjana ibunda tercintanya sudah meninggal dunia.

Mendengar kisah tersebut, mendadak pikiran saya melayang, teringat ketika dulu remaja, teringat anak-anak yang "broken home"' yang merasa kurang mendapat perhatian orang tua. Begitu banyak anak-anak muda yang bermasalah di dalam keluarganya kemudian melarikan diri dari kenyataan hidup, tidak mau belajar, jadi nakal, lalu menceburkan diri ke dunia nan bebas tanpa batas, minum minuman keras, bahkan menjadi pengguna narkotika.
Apabila ditanya, mereka kemudian menjawab: "Saya korban broken home!"
Bahkan yang lain ikut-ikutan juga berkata: "Saya kecewa pada orang tua saya."
Seolah masalah di rumah menjadi alasan mengapa ia boleh menghancurkan diri sendiri, seperti sudah mendapat justifikasi SID (Surat Izin Dosa).
Padahal hidup mereka tidak lebih malang dari kehidupan Firmanzah kecil kala itu.

Fenomena Firmanzah yang berani dan mampu menerima kenyataan hidup adalah jawaban bagi kita yang selalu sering mencari-cari alasan mengapa kita sering menjustifikasi kesalahan dan dosa, dan pembenaran dari kegagalan.
Keberanian menerima takdir. Keberanian seperti inilah yang seharusnya dimiliki para anak muda masa kini.
Bravo untuk Prof. Dr. Firmanzah! Bravo untuk anak muda yang dapat mengikuti keberanian ala Prof. Firmanzah!

Salam 165

Ary Ginanjar Agustian


Dapatkan Update Berita

BERITA LAINNYA